001. Gara Dan Pantai

53 3 0
                                    

"Tala. Kau tau, mengapa aku selalu mendekatimu?"
"Mengapa?"
Gara menggeleng bersama dengan tawanya. Lucu sekali, memang.

"Kau yang bertanya, kau sendiri yang tidak mempunyai jawabannya. Lalu, untuk apa aku menjawab pertanyaan konyol mu itu?"
Aku kembali menikmati desiran ombak laut yang menyentuh ujung kaki ku dan juga pria di sebelah ku.

"Apa yang kau lakukan, bodoh. Cepat kembali!" Teriak ku. Saat pria di sebelah ku beranjak dari duduknya lalu membuka baju seenaknya.

Gara terlihat semakin tampan ketika angin pantai menerpa rambut panjang nya. "Ayolah, Tala. Kita harus berenang. Kau mau kencan kita sia-sia?"

"Tidak. Aku tidak membawa pakaian ganti."
"Nanti ku belikan."
"Tidak mau. air laut, asin."

Lagi-lagi Gara kembali tertawa. Tidak, kali ini tawa nya seperti meledek.
"Kalau aku boleh tau, dimana letak laut tanpa air asin?"

Skak. Aku membisu, tidak bisa menjawab pertanyaannya.

"Ayolah, Tala!"
Gara kembali mengajakku dengan menarik tangan kanan ku. Aku masih diam memperhatikan tangannya yang sudah menggenggam tanganku.

"Kau membosankan, Tala."
"Untuk apa kau mengajakku kencan? Kau tau, aku membosankan." Aku merajuk dengan mengalihkan pandanganku ke arah lain.
"Itu masalahnya, aku tetap ingin mengajak dirimu kencan. Ya, walau kau membosankan."

Aku mencubit perut Gara. Melihatnya meringis kesakitan, membuat ku ingin sekali lagi mencubit nya. Tapi sayang, laki-laki itu telah memegang kedua tangan ku.

"Kepiting sepertinya kalah dengan cubitan maut mu, Tala."
Aku terkekeh. Gara mengelus perutnya yang tadi bekas ku cubit.

"Pakai baju mu, Gara." Aku mengambil baju Gara dengan tangan yang sudah lepas dari genggaman nya.

"Menyebalkan."
"Kau lucu sekali."
"Kau suka?"
"Tidak."
"Aku juga suka dengan mu, Tala."
"Ku bilang tidak suka."
"Aku tau kamu bohong."
"Sudahlah, ayo kita pulang."

Aku melihat Gara, ia masih fokus memakai baju biru dongker nya. Setelahnya, ia mengambil tangan kanan ku untuk di genggam nya.

Tidak jauh untuk kami kembali ke parkiran. Gara sudah berada di atas motor Vespa-nya yang berwarna gray.

"Aku bisa pakai sendiri." Kata ku ketika Gara ingin memakaikan helm di kepalaku.

"Kau gerogi."
"Kau banyak omong sekali."
"Tapi kau suka, kan?"
"Ya ya ya."
Aku memutar bola mataku, malas jika laki-laki menyebalkan yang aku suka ini kembali bersuara.

"Peluk aku, Tala. Perjalanan kita masih panjang." Sungguh, ku kira setelah ini aku akan bertemu kasur empuk ku kemudian meminta ibu merebus mie instan kesukaanku. Tapi, mendengar ucapannya sepertinya tidak. Oh tuhan, aku kadang lelah sekali dengan orang ini.

"Kita mau kemana?" Tanyaku. Aku pasrah dengan menyenderkan kepalaku di punggung kekarnya. Wangi sekali.

"Cari laut yang airnya tidak asin."
"Kau gila?" Kepalaku sontak terangkat tidak lagi bersandar di punggung. Memangnya ada, laut tanpa air asin? Jika ada, tolong beri tahu makhluk aneh yang ada di depan ku ini.

"Tidak," Gara tertawa, menyadari aku yang masih melongo karenanya.

Aku naik pitam. Ibu, tolong bawa Tala masuk kembali kedalam rahim mu, Bu.

"Kau, mau ku beritahu dimana lokasinya?" Aku tertawa dalam hati melihat reaksi Gara. Laki-laki ini percaya dengan ucapannya.

"Dimana? Cepat beritahu aku, Tala!"
"Sini ku bisiki." Ya Tuhan, dasar bodoh. Aku tersenyum, kemudian ku dekatkan wajahku di samping telinganya. Lalu "CEPAT BAWA AKU PULANG GARA! KAU MEMBUATKU STRESS."

Lucu sekali kalau kalian lihat raut wajahnya saat ini. Semenjak di parkiran tadi, setelah aku meneriakinya. Hingga saat ini Gara diam saja. Sepertinya laki-laki ini merajuk. Ingin sekali aku mencubit kedua pipinya itu.

"Gara." Panggil ku dari belakang punggungnya.
"Gaaarraaa." Panggilku sekali lagi, kali ini sedikit ku kasih nada, hehe.
Laki-laki di depanku masih sama. Fokus dengan kegiatan menyetir motornya.
"Kanigara Banu."

Yap, sepertinya Gara mulai lelah mendengar aku memanggil namanya terus. Ia pun menjawab, walaupun sedikit ketus.

"Kau mengabaikan ku."
"Tidurlah, Tala. Aku tau kau capek, bukan?"

Aku tersenyum. Dengan niat sedikit merayunya, aku melingkarkan tangan ku di perut nya. Tentu saja Gara terkejut.

"Sekarang, aku tau mengapa kau selalu mendekatiku."
Mendengar ucapan ku. Gara mengalihkan pandangannya sekilas  ke arah kaca spion. Ia tidak menjawab, membiarkan aku melanjutkan kata-kataku.

"Karena kau,,, mencintaiku." Aku tertawa di balik punggung kekar Gara. Aku tahu sekali, kalau laki-laki itu pun tengah tersenyum setelah mendengarnya.

Aku memilih diam setelah mengatakan ucapan ku tadi dan juga melihat Gara tersenyum lewat kaca spion. Begitu juga dengan Gara. Laki-laki itu fokus sekali memperhatikan jalan yang ada di depannya.

Perlahan kedua mataku terasa berat sekali karena terpaan angin sore di jalan ini hingga akhirnya tertutup. Oh tuhan. Ini sangat singkat, namun menyenangkan.

TBC

Finally. Semoga berkesan.

Bekasi, 03 April 2020

Indriyani Pratiwi

Sembagi ArutalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang