Malam terus merayap semakin larut. Sementara, Rangga dan Pandan Wangi masih berada di jalan sekitar Lembah Maut. Terasa begitu sunyi keadaannya. Bahkan suara serangga malam pun tidak terdengar sama sekali. Hanya geraman-geraman anjing hutan saja yang sesekali terdengar, berpesta mengoyak tubuh-tubuh yang banyak bergelimpangan di sekitar hutan Lembah Maut ini.
"Kakang, aku kembali saja ke Desa Paringgi," kata Pandan Wangi, memecah kebisuan yang terjadi di antara mereka berdua.
"Kenapa...?" tanya Rangga ingin tahu alasannya.
"Aku tidak tahan," sahut Pandan Wangi terus terang.
Rangga hanya diam saja. Memang Pendekar Rajawali Sakti tidak bisa memaksa Pandan Wangi untuk terus ikut menjelajahi Lembah Maut ini, mencari sarang gerombolan si Perawan Lembah Maut. Keadaan di sekitar lembah ini memang sangat menggiriskan. Di mana-mana selalu terlihat mayat bergelimpangan yang sudah mulai menyebarkan bau busuk tidak sedap.
Memang harus diakui, meskipun Pandan Wangi seorang pendekar wanita digdaya, tapi juga manusia biasa. Dan Rangga tidak memungkirinya. Sekuat apa pun orangnya pasti tidak akan tahan melihat pemandangan mengerikan di lembah ini. Lebih-lebih, aroma yang tersebar pasti bisa membuat orang tidak akan bisa makan tiga hari. Dan Rangga benar-benar tidak bisa memaksa Pandan Wangi untuk terus ikut dan bertahan.
"Baiklah, Pandan. Aku tidak bisa memaksamu. Memang, sebaiknya kau tetap berada di Desa Paringgi," ujar Rangga agak mendesah suaranya. "Bawa sekalian kudaku, Pandan."
Pandan Wangi hanya mengangguk, kemudian kembali melompat naik ke punggung kudanya. Diambilnya tali kekang Dewa Bayu tunggangan Pendekar Rajawali Sakti ini. Sebentar dipandanginya Rangga yang masih tetap berdiri tegak di tengah jalan.
"Pergilah. Keadaan di sini memang tidak mengenakan. Dan kau sendiri, harus menjaga agar mereka tidak masuk ke Desa Paringgi," ujar Rangga bisa memahami perasaan si Kipas Maut itu.
"Maafkan aku, Kakang," ucap Pandan Wangi.
Rangga tersenyum, lalu menepuk bahu gadis itu. Dan sebentar kemudian, Pandan Wangi sudah melesat dengan kuda putihnya sambil menuntun Dewa Bayu tunggangan Pendekar Rajawali Sakti. Sebentar saja, bayangan gadis yang dikenal berjuluk si Kipas Maut itu sudah lenyap ditelan gelapnya malam. Sementara Rangga masih tetap berdiri tegak memandang ke arah perginya Pandan Wangi. Dan perlahan kemudian, tubuhnya diputar berbalik. Namun pada saat itu....
"Heh...?!" Rangga jadi tersentak kaget setengah mati, begitu tiba-tiba di depannya kini sudah ada sekitar sepuluh orang berpakaian longgar serba hitam. Bagian kepala mereka tertutup kain hitam yang runcing pada bagian atasnya. Sungguh Pendekar Rajawali Sakti tidak tahu, kapan datangnya orang-orang ini. Namun belum juga hilang rasa terkejutnya, mereka sudah berlompatan mengepung. Dan...
"Hiyaaat...!"
Salah seorang yang berada tepat di depan Rangga, langsung melompat sambil mengibaskan pedang ke arah leher. Begitu cepat serangannya, hingga membuat Rangga jadi terperangah sesaat. Namun cepat-cepat Pendekar Rajawali Sakti menarik kepalanya ke belakang. Sehingga, tebasan pedang orang itu tidak sampai memenggal lehernya.
"Hup!"
Rangga cepat-cepat melompat mundur dua langkah, begitu dari arah depan agak ke kiri, datang lagi serangan yang cepat luar biasa dengan babatan cepat bagai kilat ke arah dada.
"Haiiit...!"
Pendekar Rajawali Sakti cepat-cepat meliukkan tubuhnya, menghindari tebasan pedang ini. Dan begitu pedang yang menyerang dadanya lewat, dengan kecepatan sukar diikuti pandangan mata biasa, dilepaskannya satu tendangan menggeledek, sambil memutar tubuhnya sedikit ke kanan.
"Yeaaah...!"
Begitu cepat tendangan Pendekar Rajawali Sakti itu, sehingga orang yang menyerangnya kini tidak sempat lagi menghindar. Maka tendangan keras yang mengandung pengerahan tenaga dalam tingkat tinggi itu tepat menghantam dada.
Desss!
"Akh...!"
Sambil memekik keras agak tertahan, orang berjubah hitam itu terpental jauh ke belakang. Dan nyawanya seketika melayang, begitu tubuhnya menghantam tanah. Tampak dari mulutnya mengalir darah segar agak kental. Sementara, saat itu Rangga sudah kembali memutar tubuhnya, sambil melepaskan satu pukulan keras dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir. Sehingga, kedua kepalan Pendekar Rajawali Sakti jadi memerah bagai terbakar!
"Hiyaaat...!"
Rupanya Rangga tidak ingin tanggung-tanggung lagi menghadapi orang-orang dari Lembah Maut ini. Tiga kali pukulan dahsyatnya dilepaskan dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir. Dan seketika itu juga, terdengar jeritan-jeritan panjang melengking dan menyayat. Tampak tiga orang lawannya terjerembab dengan kepala pecah terhantam pukulan dahsyatnya.
"Hih! Yeaaah...!"
Bagaikan kilat, Pendekar Rajawali Sakti melenting tinggi-tinggi ke udara. Dan seketika itu juga, tubuhnya menukik deras dengan kedua kaki berputar dengan kecepatan luar biasa. Begitu cepat serangannya, sehingga dua orang itu tak dapat lagi berkelit menghindar. Dan seketika itu juga, kembali terdengar jeritan melengking tinggi, disusul ambruknya dua orang ber-jubah hitam itu. Tampak dari kepala mereka yang remuk, mengalir darah segar.
"Hap!"
Manis sekali Rangga menjejak tanah kembali, setelah dalam beberapa gebrakan saja sudah merobohkan enam orang lawan. Dan kini, yang tersisa tinggal empat orang lagi. Tampaknya, keempat orang berjubah hitam itu sudah gentar menghadapi kedahsyatan dari jurus-jurus milik Pendekar Rajawali Sakti.
"Jangan takut! Seraaang...!"
Tiba-tiba salah seorang berteriak lantang menggelegar memberi semangat. Dan seketika itu juga, keempat orang yang tersisa ini serentak langsung berlompatan menyerang Pendekar Rajawali Sakti. Namun hanya meliuk-liukkan tubuh yang begitu lentur, semua serangan itu mudah sekali dapat dihindarinya.
"Hih! Yeaaah...!"
Dan begitu mendapat kesempatan, Rangga langsung melepaskan satu pukulan keras, disertai pengerahan tenaga dalam tinggi ke dada salah seorang lawan. Begitu cepat serangannya, sehingga orang berjubah hitam tidak dapat lagi menghindarinya. Dan....
Digkh!
"Akh...!"
"Hup! Hiyaaat...!"
Rangga tidak lagi menunggu sampai orang itu ambruk ke tanah. Tubuhnya langsung melesat, sambil berteriak keras menggelegar. Dan saat itu juga dua pukulan dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' yang sangat luar biasa dilepaskan secara beruntun. Akibatnya, dua orang lawan terlempar ke belakang seketika, sambil mengeluarkan jerit melengking.
"Hap!"
Pendekar Rajawali Sakti cepat menjejakkan kakinya kembali di tanah, tepat sekitar enam langkah lagi di depan lawan yang kini tinggal seorang saja. Orang berjubah hitam itu tampak kelabakan, begitu menyadari hanya tinggal sendiri. Sedangkan yang lain sudah menggeletak, tidak mungkin bangun lagi.
"Tinggal kau sendiri, Kisanak...," ujar Rangga dingin. "Aku akan memberi pilihan. Kalau kau mau tetap hidup, tunjukkan tempat si Perawan Lembah Maut bersembunyi. Tapi kalau mau mati seperti yang lain, silakan serang aku."
Orang berjubah hitam itu hanya diam saja, namun tetap melintangkan pedangnya di depan dada. Dari balik kerudung hitamnya, terpancar sorot mata yang sangat tajam. Tapi sinar mata itu tampak memancarkan kegentaran. Dan tampaknya, tawaran yang diajukan Pendekar Rajawali Sakti barusan tengah dipikirkannya.
"Aku janji, Kisanak. Aku tidak melakukan apa-apa padamu, kalau kau bersedia menunjukkan tempat persembunyian Perawan Lembah Maut. Dan kau boleh pergi ke mana saja kau suka," bujuk Rangga. Namun orang berjubah hitam itu masih tetap diam membisu. "Pikirkanlah, Kisanak. Keputusan yang akan kau ambil, menyangkut keselamatan nyawamu," kata Rangga lagi, terus mendesak dengan nada lembut.
Beberapa saat orang berjubah hitam itu masih tetap diam membisu. Kemudian, kakinya bergeser ke kanan selangkah, lalu ditarik ke belakang dua langkah. Sementara, Rangga masih tetap berdiri tegak dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Namun, sorot ma-tanya terlihat begitu tajam, memperhatikan setiap gerak orang berjubah hitam di depannya.
"Siapa kau, Anak Muda?" tanya orang berjubah hitam itu memecah kebisuannya.
"Rangga," sahut Rangga memperkenalkan diri.
"Kepandaianmu sangat mengagumkan, Anak Muda. Kau pasti seorang pendekar. Apa julukanmu...?"
Rangga tidak langsung menjawab. Memang, dia selalu mengalami kesulitan bila harus menjawab pertanyaan seperti itu. Bukannya tidak mau, tapi entah kenapa Rangga tidak pernah mau mengatakan dari mulutnya sendiri tentang julukannya.
"Apa itu perlu untukmu, Kisanak?" Rangga malah balik bertanya.
"Hanya untuk meyakinkan diriku saja, Anak Muda," sahut orang berjubah hitam itu.
Dan dari suaranya yang terdengar besar, jelas sekali kalau orang itu laki-laki. Tapi, Rangga sulit mengetahui usianya dengan pasti, karena wajahnya tertutup kain kerudung hitam yang menyelubungi seluruh kepalanya. Tapi jelas dapat dilihat dari jari-jari tangannya, kalau kulit orang ini pasti agak legam. Dan usianya, mungkin sudah mencapai lima puluh tahun.
"Untuk apa...?" tanya Rangga lagi, ingin tahu.
"Kau terlalu banyak bertanya, Anak Muda," dengus orang itu berat.
"Maaf, aku tidak biasa menyebutkan julukanku...," Rangga tidak menyelesaikan ucapannya.
"Anak muda! Kaukah yang bergelar Pendekar Rajawali Sakti?" tebak orang berjubah hitam itu, langsung.
Dan saat itu juga Rangga jadi tertegun kaget. Sungguh tidak disangka kalau orang berjubah ini bisa menebak tepat sekali. Tapi, Pendekar Rajawali Sakti cepat-cepat menghilangkan keterkejutannya dan langsung bersikap biasa lagi.
"Anak muda! Kalau kau memang benar Pendekar Rajawali Sakti, memang selama ini yang kucari. Dan itu bukan karena perintah Nini Sawitri, tapi memang keinginanku sendiri. Tapi kalau kau bukan Pendekar Rajawali Sakti, sekarang juga aku akan mengadu nyawa denganmu," tegas orang berjubah hitam ini.
Dan untuk kedua kalinya, Rangga jadi tersedak hingga tidak bisa lagi mengeluarkan kata-kata. Sementara orang berjubah hitam itu sudah memasukkan pedangnya ke dalam warangka di pinggang. Sedangkan Rangga masih tetap berdiri tegak, dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Dipandanginya orang berjubah hitam ini dengan sinar mata dipenuhi berbagai macam pertanyaan dan keheranan.
"Ya.... Aku memang Pendekar Rajawali Sakti," ujar Rangga akhirnya mengakui juga. Walaupun nada suara Pendekar Rajawali Sakti terdengar agak berat saat menyebutkan julukannya, tapi sedikit pun tidak tergambar nada kesombongan.
"Orang bisa saja mengaku-aku, Anak Muda. Tapi, aku sulit untuk dibodohi. Aku tahu betul, apa yang ada pada diri Pendekar Rajawali Sakti. Dan aku bisa mengetahui pasti," tegas orang berjubah hitam itu masih tetap tegas terdengar suaranya.
"Apa yang bisa meyakinkan dirimu?" tanya Rangga bernada mulai jengkel.
"Pedangmu...," sahut orang berjubah hitam ini.
"Eh...?!" Rangga tidak bisa lagi menyembunyikan keterkejutannya kali ini.
"Di jagat ini, tidak ada yang mempunyai pedang seperti pedang yang dimiliki Pendekar Rajawali Sakti. Dari pedang itu, orang akan jelas mengetahuinya, kalau yang memegangnya pasti Pendekar Rajawali Sakti. Nah, Anak Muda.... Tunjukkan pedang yang kau sandang itu. Biar aku lebih yakin, kalau kau memang Pendekar Rajawali Sakti."
"Kalau aku tidak mau...?" Rangga memberi pilihan lagi.
"Kita akan bertarung sampai salah seorang dari kita ada yang mati," sahut orang berjubah hitam ini.
Memang sulit pilihan yang dihadapi Rangga kali ini. Sedangkan dia tidak ingin orang itu tewas di tangannya. Pendekar Rajawali Sakti berharap, orang itu masih tetap hidup dan bisa menjadi penunjuk jalan ke sarang gerombolan si Perawan Lembah Maut. Bagaimanapun juga, orang ini harus diperintahkan agar tetap hidup. Pendekar Rajawali Sakti benar-benar tidak punya pilihan lain lagi dengan perasaan enggan, dipegangnya juga gagang pedangnya yang selalu berada di punggung.
Perlahan-lahan Pedang Pusaka Rajawali Sakti ditarik keluar dari warangka. Dan tercabut sejengkal saja, sudah memancar cahaya biru yang terang berkilauan yang menyilaukan mata dari mata pedang itu. Dan cahaya biru yang memancar dari Pedang Pusaka Rajawali Sakti itu, membuat orang berjubah hitam ini jadi terperangah diam membisu. Sementara, Rangga menahan pedang pusakanya untuk tidak tercabut penuh.
"Cukup...!" sentak orang berjubah hitam itu tiba-tiba.
Cring!
Rangga langsung memasukkan kembali pedang pusaka itu ke dalam warangka di punggung. Maka cahaya biru yang sempat menerangi tempat ini, langsung lenyap seketika. Sementara, orang berjubah hitam ini masih tetap berdiri, diam tidak bergeming sedikit pun. Dan dari balik kerudung kain hitamnya, dipandanginya Pendekar Rajawali Sakti dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Sementara, yang dipandangi hanya diam saja.
"Aku Ki Mutung, Pendekar Rajawali Sakti...," ujar orang berjubah hitam itu memperkenalkan diri.
Lalu, orang yang mengaku bernama Ki Mutung membuka kain hitam yang menutupi seluruh kepalanya. Dan kini terlihat jelas raut wajah seorang laki-laki berusia lebih dari enam puluh tahun. Tapi, tubuhnya masih tetap kelihatan gagah. Dan rambutnya juga sudah kelihatan berwarna dua. Rangga sempat memandanginya sesaat.
"Aku berasal dari sebuah desa yang sangat jauh dari sini. Sejak dulu, aku sebenarnya tidak pernah berbuat jahat sedikit pun juga pada orang lain. Aku bergabung dengan Sawitri, karena putus asa," Ki Mutung menceritakan dirinya tanpa diminta.
"Apa yang membuatmu putus asa, Ki?" tanya Rangga ingin tahu.
"Dulu, aku pemilik sebuah padepokan. Mungkin karena sebuah fitnah, orang-orang persilatan dari golongan putih menyerang padepokanku dan menghancurkannya. Hampir semua muridku tewas. Dan aku sendiri menderita luka sangat parah. Tapi, Nini Sawitri menyelamatkan nyawaku dan meminta aku bergabung dengannya. Aku menyanggupinya, asal dia bisa membalaskan sakit hatiku pada mereka yang sudah menghancurkan padepokanku. Dan Nini Sawitri lalu menyanggupi. Maka dalam waktu tidak berapa lama saja, semua orang yang menghancurkan padepokanku sudah dibereskannya. Sejak saat itu, aku bergabung dengannya. Kau tahu, Anak Muda. Aku jadi begitu dendam pada orang-orang persilatan. Ketangguhan Nini Sawitri kumanfaatkan untuk melampiaskan dendamku. Tapi melihat sepak terjang Nini Sawitri semakin liar saja, timbul pertentangan di dalam batinku. Hingga sekarang, aku terus merasa tersiksa. Dan...," Ki Mutung tidak meneruskan.
"Kau menyesal, Ki...?"
"Ya..., aku menyesal. Aku menyesal telah bergabung dengan manusia berhati iblis seperti Nini Sawitri. Dan aku selalu mencari kesempatan untuk bisa membebaskan diri. Tapi kesempatan itu tidak pernah ada. Nini Sawitri selalu membunuh siapa saja yang bermaksud lari darinya. Bahkan siapa saja yang gagal menjalankan perintahnya langsung dibunuh, kalau tidak mau membunuh diri sendiri."
"Hmmm...." Rangga menggumam kecil, dan langsung jadi teringat peristiwa beberapa waktu yang lalu. Pendekar Rajawali Sakti memang melihat orang-orang yang sempat bertarung dengannya membunuh dirinya sendiri, karena dianggap telah gagal.
"Anak muda...."
"Rangga," selak Rangga cepat. "Panggil saja aku Rangga, Ki."
Ki Mutung tersenyum. "Apa yang akan kau lakukan kalau bisa bertemu Nini Sawitri?" tanya Ki Mutung ingin tahu.
"Jelas aku akan menghentikan semua perbuatannya, Ki. Kalau masih bisa disadarkan, mungkin aku akan memberinya kelonggaran. Tapi kalau keras kepala, entahlah...," sahut Rangga mendesah panjang.
"Dia tidak akan bisa disadarkan, Rangga. Hatinya sudah tertutup iblis," tegas Ki Mutung.
Rangga hanya tersenyum saja. Entah, apa arti senyumnya ini.
"Rangga, aku akan mengantarkanmu menemui Nini Sawitri. Tapi, kau harus membunuhnya. Kalau tidak, dia akan membunuh kita berdua. Terutama, aku. Karena, aku sudah gagal melaksanakan perintahnya," sambung Ki Mutung.
"Apa yang diperintahkannya padamu, Ki?" tanya Rangga.
"Mengambil beberapa anak muda dari Desa Paringgi."***

KAMU SEDANG MEMBACA
104. Pendekar Rajawali Sakti : Perawan Lembah Maut
AcciónSerial ke 104. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.