Selama 2 hari terakhir, Logan tidak masuk sekolah akibat adanya perlatihan lomba basket nasional. Ia akan kembali sekolah pada hari senin. Aku tidak dapat melihat senyumannya ataupun mendengar tawaannya selama ini.
Aku hanya dapat melihat kursinya yang kosong di belakang ketika aku memutarbalikkan badan untuk mengambil buku di ranselku yang kuselipkan di belakang kursi.
Aku tau ini bodoh. Seharusnya aku dapat mencegah keinginan hatiku untuk bersamanya, demi kebaikanku dan juga kebaikan mereka.
Tapi, bagaimana cara aku melupakannya jika cinta mati-nya dia ada di sebelahku setiap hari? - berbicara denganku, meminjam pensilku, mengikat rambutku saat istirahat. Sementara aku hanya dapat meredam suara detak jantungku yang berpacu saat ia menyebutkan namamu.
Walaupun aku menatap buku kimia yang penuh dengan rumus saat ini, tapi yang muncul hanyalah dirimu di benakku. Aku menghela napas dan melirik Krista ketika ia tertawa. Ia sedang duduk di atas meja - menyingkap kulit pahanya, tertawa bersama teman-teman kelasku di hadapannya yang sebagian besar laki-laki.
Termasuk Vincent meski ia hanya bersedekap di deretan paling ujung. Namun, matanya tetap memandang Krista sama seperti tatapan yang dulu - berkilat dan dalam. Kurasa perasaannya terhadap Krista tidak pernah hilang.
Aku tidak tau harus merasa geli atau kasihan kepadanya. Aku juga tidak tau apa yang ada di kepala bocah-bocah itu saat melihat sahabatku yang satu itu.
Aku merasakan ponselku di kolong meja bergetar.Kukira itu pesan ibuku yang mengatakan bahwa ia akan menjemputku siang ini. Namun, jantungku meledak ketika aku membaca nama itu.
Logan.
Jempolku tidak pernah bergerak secepat ini untuk menekannya. Mataku bergerak lincah dan napasku memburu seakan-akan aku baru saja mendapatkan kesempatan seumur hidup yang akan menentukan masa depanku selamanya.
"Brielle, lagi istirahat kan?" tanyanya.
Entah mengapa kejadian ini terasa aneh dan tidak lazim bagiku. Kejadian ini tidak seharusnya terjadi. Secara otomatis, aku melirik ke arah Krista dan menurunkan ponselku di bawah meja.
Aku merasa seperti sedang melakukan sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan.
"Iya. Ada apa?"
"Lagi ngapain, Bri?"
Gelitikan hangat muncul di perutku.
Ujung bibirku tertarik ke atas seperti badut."Baca buku kimia."
"Jangan belajar melulu, Bri. Kasian kamu. Udah makan?" ujarnya.
Sepertinya aku baru saja mengeluarkan napas yang daritadi tertahan di tenggorokkanku. "Udah tadi di rumah."
"Makan lagi dong."
Sebelum aku sempat menjawab karena sedang mengalami ledakan emosional yang dahsyat, ia menambahkan, "Krista lagi ngapain?"
Senyumanku pudar dan napasku tercekat. Aku menengadah lalu melihatnya masih di posisi yang tadi.
"Lagi ngobrol-ngobrol aja."
"Dia udah makan?" tanyanya.
"Belum kayaknya." balasku. 'Kamu udah?' Andai saja aku dapat menekan tombol kirim itu. Namun aku langsung menghapusnya kembali sebelum jalan pikiranku tambah ruwet.
Ia tidak membalas lagi setelah itu. Kemudian aku melihat Krista telah berpindah posisi ke tempat duduk Logan di belakang - sibuk dengan HP-nya dan tidak lama setelahnya melambaikan tangan dan melemparkan ciuman ke lensa kameranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
By The River Thames [On Going]
Chick-LitBrielle tidak percaya lagi sama yang namanya cinta. Maupun kebahagiaan. Maupun keluarga. Andaikan saja Brielle dapat menghilang diterpa angin ke antah berantah untuk memulai hidup baru. Dan impiannya akan segera terwujud ketika Brielle akan segera p...