Best Friend

33 3 0
                                    

Jimin menatap Hana yang tertidur pulas di kamarnya. Ya, hari ini Hana tidak jadi pergi karena Jimin menahannya. Bagaimana mungkin ia tega mengizinkan Hana untuk pergi saat malam hari. Jimin takut terjadi sesuatu pada sahabatnya itu. Walau harus bersusah payah Jimin harus membujuk Hana supaya setidaknya menginap di rumahnya malam ini, karena memang Hana itu orangnya keras kepala sekali. Tak peduli se-cerewet apapun Jimin, gadis itu tetap merasa tak enak merepotkannya. Berbeda dengan Jimin, yang benar-benar tidak ingin Hana jauh dari dirinya. Entah mengapa ia sudah terbiasa akan kehadirannya.

Jimin menatap Hana dengan tatapan sedih, tak lama seseorang membuka pintu kamarnya.

"Ya, Jimin! Mengapa kau masih disitu? Kau harus tidur di kamarku malam ini!" bentak Park Seo Joon, kakaknya. Jimin merasa bulu kuduknya berdiri saat kakaknya mengajak tidur di kamarnya bersama.

"Hyung, mengapa perkataanmu kedengarannya membuatku sedikit jijik, ya?" Jimin menggelengkan kepalanya berkali-kali lalu berjalan keluar meninggalkan Hana yang tertidur pulas di kamarnya.

"Maksudmu?" Seo Joon masih tak paham maksud adiknya. "Oh, atau jangan-jangan... kau ingin tetap disana dan tidur dengan Hana, ya? Benarkan? Aigoo adikku yang nakal!" ujar Seo Joon dengan nada menggoda yang langsung dibalas Jimin dengan tendangan di bokongnya.

"Aish, jinjja!" umpat Jimin kesal. "Dasar pendek! Mau kuadukan pada eomma? Hah? Seenaknya saja kau menendang hyung-mu ini," Seo Joon tak menyangka adiknya sudah mulai berani membalas kejahilannya.

"Adukan saja!" ucap Jimin tak peduli lantas segera berlalu ke kamar Seo Joon.
"Hei, ngomong-ngomong kapan Hana pergi ke Seoul?" tanya Seo Joon sambil mematikan saklar lampu kamarnya.
"Besok," Jimin segera naik ke ranjang dan langsung memunggungi kakaknya. Jimin tak mau membahas ini dengannya. Lebih baik ia tidur untuk segera berlabuh ke dunia mimpinya. Memimpikan Hana lebih tepatnya.

"Kau sedih?" Jimin membuka matanya perlahan, menghadap kakaknya yang kini sudah berada di sampingnya.
"Ck, untuk apa kau harus tahu?" decak Jimin. "Aku tahu bagaimana perasaanmu. Jangan berusaha membohongiku, haha" Seo Joon tertawa. Hening sesaat.

"Tapi hyung, ini terasa aneh," Jimin akhirnya membuka suara. "Maksudmu?"
"Yah...aku merasa tak bisa hidup jauh dengannya," ucap Jimin jujur.

"Hanya itu?" Tatapan Seo Joon seolah menyelidik.
"Singkatnya, aku merasa kehilangan. Hanya itu," Seo Joon hanya mengangguk kecil. "Suka?"

"Hah?" Jimin tak mengerti.
"Itu artinya kau menyukainya, Jim. Itu saja tak tahu, dasar bocah!" Seo Joon mulai tertarik dengan cerita Jimin. "Mengapa juga aku menyukainya? Hana.. ddi..dia... dia benar-benar menyebalkan hyung! Dia keras kepala, suka merebut bekalku dulu, dan dia bodoh. Hah... Apa yang menarik darinya coba?" Jimin berusaha mencari alasan lagi. Ia benar-benar tak menyangka kakaknya akan mengatakan itu. Tapi sebagian dari hati Jimin sedikit menyetujui pendapatnya.

"Ah sudahlah, hyung. aku lelah," Jimin berbalik lagi. Memunggungi kakaknya yang masih menggodanya.

"Ya! Kalau sampai kau benar-benar menyukainya bagaimana?"
Jimin berpura-pura mendengkur. Malas menanggapi kakaknya.

"Wah, kau juga akting juga, bocah. Pokoknya kalau sampai aku benar, kau harus mentraktirku minum hari itu juga. Oke?" tak ada jawaban. Seo Joon hanya tertawa pelan. Sedikit tersenyum menatap langit-langit kamarnya dan setelahnya mulai tidur lelap.

******************

"Wah, kau sudah bangun? Duduklah dulu. Sarapanmu akan segera tiba," Nyonya Park, Ibu Seo Joon dan Jimin tersenyum ramah saat melihat Hana menghampiri dan sudah berpakaian rapi.

MARCH(T)ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang