Matcha

20 3 0
                                    

Taehyung memarkirkan mobil yang baru dipakainya di halaman depan kafe tempat bekerjanya.

Hari yang sedikit melelahkan, ujarnya dalam hati. Setelah turun, ia berjalan ke bagasi belakang mobil, menurunkan belanjaannya dari supermarket dan menentengnya masuk ke dalam kafe itu.

“Kau sudah datang?” tanya Seokjin. Pemilik Kafe Marchta yang sedang meracik beberapa cangkir kopi pesanan pelanggannya.
Ne, Hyung,” Taehyung langsung menghempaskan tubuhnya begitu sampai di sebuah sofa kecil dekat meja saji.

“Hari yang melelahkan, ya?” keluh Taehyung sambil menengadahkan kepalanya. Seokjin hanya menggeleng melihat adiknya dan melempar celemek tipis ke pangkuan Taehyung.

“Sebaiknya kau jangan bermalas-malasan! Pelanggan kita hari ini sangat banyak dan aku dari tadi kewalahan!” Seokjin meninggalkan dapur dan mengantarkan kopi yang dibuatnya pada pelanggan. Oh, yang benar aja! Kenapa Jin-hyung tak bisa mengizinkanku istirahat sebentarrr saja? Taehyung mendecak kesal dan segera memakai celemeknya.

Melihat barang belanjaannya yang masih berantakan di lantai, Taehyung lebih memilih merapikannya terlebih dulu ke dalam rak makanan di dapur sebelum akhirnya teriakan Seokjin berhasil membuatnya berlari ke ruang depan.

Ya! Kau lama sekali, hyung! Bos hampir saja membuat pelanggan kita jantungan karena teriakannya,” bisik Jungkook yang baru saja datang dan langsung melayani pelanggan kafe itu. Aishh… Jungkook ini seperti teleport saja! Cepat sekali ia sampai kesini. Kalau begini, pasti aku akan terus dibanding-bandingkan dengannya oleh si bos dan gajiku dipotong lagi! Pikir Taehyung kesal.

“Biar aku saja!” Taehyung merebut buku pesanan yang dipegang Jungkook.
“Dengan wajah seperti itu?” Jungkook menatap tak percaya. Wajah Taehyung saat ini memang sangat terlihat badmood dan sedikit menyeramkan. Tunggu… apa Tae-hyung sedang marah? Atau ia sedang sakit? Tanya Jungkook dalam hati.

Hyung, kau terlihat sangat pucat…” ujar Jungkook jujur. “Kau sakit?” Tanyanya lagi. Taehyung mengusap dahinya “Tidak…aku baik-baik sa…Haaa-chihhhmm!!!” Taehyung segera menutup mulut dan hidung dengan kedua tangannya.

Ya! Kau sakit, hyung! Istirahatlah sebentar, nanti aku akan bilang ke Jin-hyung, tak usah khawatir, eoh?” Jungkook langsung menuntun Taehyung ke dapur. “Tapi sebaiknya kau harus minum obat dulu, hyung. Karena kau tadi sempat bersin dan aku merasa tak enak pada pelanggan yang mungkin tidak nyaman melihatnya,” Jungkook mendudukkan Taehyung di sofa kecil dekat dapur itu lagi.

Ya! Apa sekarang kau menganggapku anak kecil? Kau sampai menuntunku kesini…” Taehyung sedikit tertawa melihat Jungkook yang begitu perhatian padanya.

“Nanti aku kesini lagi, hyung. Jangan lupa kau harus minum obat, ya?” Jungkook tersenyum lalu meninggalkan Taehyung.
Ah, Jungkook memang baik sekali padaku, bahkan melebihi Jin-hyung, pikir Taehyung.

Dapur kafe ini lumayan hening, membuat Taehyung merasa sedikit lebih nyaman meski suara samar-samar pelanggan yang sedang mengobrol di luar masih sedikit terdengar.

Perlahan, Taehyung menggulung celana jeans hitamnya dan menemukan luka gores kering di betis kaki kanannya yang kembali terbuka. Ini pasti karena Hana yang tak sengaja menabrakku tadi, pikir Taehyung sambil tertawa kecil.

Luka itu memang luka baru yang hampir sembuh. Luka karena goresan pisau yang tak sengaja jatuh saat ia sedang memotong daging sapi berukuran tipis. Ah, kenangan di dapur ini memang banyak sekali ternyata, Taehyung menyunggingkan senyum. Mulai dari yang bahagia saat berhasil membuat kue terenak di kafe ini, sampai yang tersedih, yaitu terkena beberapa luka di tubuh karena sering ceroboh dalam bekerja.

MARCH(T)ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang