2. Sesak

19 2 4
                                    

** Entah kenapa, kejujurannya membuatku merasa sesak dan sulit bernafas **

Disinilah aku sekarang, menemaninya selalu. Sejak ia kecil, aku selalu ada didekatnya hingga ia tumbuh menjadi gadis cantik berambut coklat. Rambut panjangnya yang tergerai menari ke kanan dan ke kiri mengikuti langkahnya yang cepat. Mata coklat nan tegas melengkapi wajahnya yang dingin. Tatapan matanya yang tajam itu indah namun, kosong. Kekosongannya jelas terlihat bagi yang melihat mata coklatnya walau sekilas.

Sejak kecil, gadis dingin ini kurawat dengan baik, kini menjadi milikku. Entah karena apa aku menyatakan perasaanku pada gadis yang mengerti perasaannya saja tidak. Bagaimana bisa ia menerima dan mengatakan "iya" saat dia tidak tahu apa itu cinta?

Aku tidak tahu alasan kenapa aku memilihya, alasan aku ikut merasakan kesedihannya, alasan kenapa aku peduli dengan semua ini, alasan kenapa aku tertarik dengan sebuah cerita masalalunya. Aku hanyalah bodyguard  bayaran yang harus menghapus apa itu iba, aku dibayar sangat mahal hanya untuk merawat, melindungi, dan mengajarkannya tugas sekolah.

Kami tinggal di pinggiran kota New York dengan sebuah Mansion yang megah lengkap dengan belasan pembantu didalamnya. Kami tinggal selama beberapa tahun disana. Sampai akhirnya kami disini sekarang, di sekolah paling elit. Sekolah yang sangat megah bagi negara berkembang seperti, Indonesia. Indonesia memang memiliki banyak kejutan dibalik bayang-bayang "Negara Berkembang".

"Kita sudah sampai", ucapnya datar sambil menghentikan langkahnya.

"Aris, apa kau ingat bagaimana wajah Mr. Robby?". Ia bertanya tanpa membalikkan badan ataupun wajahnya.

"Ya, tentu saja aku mengingatnya Ms. Lowren."

Gadis itu menoleh dan menatapku aneh sekarang. Apa aku baru saja mengatakan hal yang salah?

"Ada apa?", tanyaku singkat.

Dia yang berada lima kaki dariku berjalan perlahan dan mendekatiku seraya menatapku lekat-lekat. Aku tidak bergeming dari posisiku dan aku ikut menatapnya dengan heran. Dia yang menjauh lebih pendek dariku pun menonggak untuk menatapku.

"Kau bilang apa tadi? Ms. Lowren?"

"Ya, apa ada yang salah?"

"Kenapa kamu memanggilku dengan sebutan itu? Bukankan kita ini pacaran? Bukan begitu caranya memanggil kekasihmu." Ucapnya, yang mulai menjauh dari wajahku dan berbalik melanjutkan langkahnya.

Aku kaget dengan pernyataannya yang tiba-tiba. Ia terdengar sangat manis seolah membutuhkan kasih sayang dan perhatian yang lebih. Aku bergegas mengejarnya, dan menarik tangannya untuk menghentikan langkah kakinya yang cepat.

"Tunggu!".

Aku menariknya hingga ia berbalik dan menabrak dadaku. Dia sempat kaget karena perlakuanku yang tiba-tiba itu. Aku menatap mata coklatnya yang kosong, dan ia pun menonggak ke arahku.

"Lalu, bagaimana aku harus memanggilmu?", tanyaku yang masih memegang pergelangan tangannya.

Dia hanya diam, lalu menunduk. Aku mengangkat dagunya untuk menatapku lagi namun, dia masih tetap terdiam. Keheningan terjadi beberapa detik, aku tidak tahu apa dia malu untuk mengatakannya atau sebaliknya? Hingga akhirnya dia membuka bibir mungilnya perlahan.

"Aku... Aku tidak tahu. Aku belum membacanya sampai situ." Dia kembali tidak mau menatapku.

Aku mengerutkan dahiku bingung. "Apa maksudnya, Anastasya?". Tanyaku heran.

"Menurut buku yang aku baca, kamu tidak seharusnya memanggil pacarmu dengan kata Ms. Lalu, aku tidak tahu nama apa yang pantas diberikan untuk memanggil pasangan lawan jenis. Aku belum membacanya, itu karena-"

"Hentikan, Anastasya. Kamu tidak perlu meneruskannya." Aku menunduk lemas mendengar penjelasan yang diberikan gadis itu. Aku pikir, dia sudah mengerti apa itu hubungan terlepas dari nama panggilan yang akan diberikan. Tapi, ternyata aku salah. Dia masih Anastasya Lowren kecil yang polos. Anak kecil polos yang tidak tahu apa-apa terutama perasaan.

Aku masih merasakan bahwa Anastasya masih menatapku penuh kebingung-ngan. Sementara aku terus saja menunduk, aku mengutuk diriku yang berpikir Anastasya punya atau tau sedikit tentang apa itu perasaan, apa itu cinta.

Inilah alasanku kenapa tidak hanya dia dalam hidupku. Mungkin rasa ini bukanlah cinta, melainkan iba karena semua masalalunya. Aku terus memikirkan betapa polosnya gadis itu dengan jujur mengatakan semua berdasarkan buku, aku terus terdiam dengan Anastasya yang masih menatapku. Entah kenapa, kejujurannya membuatku merasa sesak dan sulit bernafas. Aku menghembuskan nafasku kasar.

Hingga seseorang datang menghampiri kami, dan memecahkan keheningan. Lalu, melupakan sesak nafas yang menyerangku tiba-tiba.

"Anastasya, dialah Mr. Robby."

Anastasya menatapku sebentar. Lalu menatap sosok yang ada didepan nya dengan tangan yang masih menggantung.

"Ahh... Sepertinya anda memang Anastasya Lowren yang diceritakan. Semuanya sesuai informasi yang saya peroleh dari Mr. Lerman. Dingin, berambut panjang, dengan mata tajam berlensa coklat. Dan juga, pandangan kosong yang seolah tidak peduli dengan bagaimana dunia ini berjalan." Ucapnya sambil sedikit menyunggingkan senyumnya dengan tangan dimasukkan kedalam saku celana.

"Ya. Beliau sangat handal mengurus perusahaan yang baru saja jatuh ketangannya beberapa tahun lalu."

"Sangat luar biasa. Semua ada padanya. Kekayaan, kharisma, tatapan dingin dan tajam, juga tampang yang menghipnotis."

"Ya... Itu benar. Apa yang lain sudah datang?"

"Gian dan Sain?"

Aku mengangguk pelan.

"Gian sudah ada dari pagi, dia menyelesaikan virus dan beberapa kejahatan cyber yang merugikan negara. Dia bocah genius, hanya dalam 2 jam dia mampu mendeteksi sekitar 60% virus dan tersangka kejahatan cyber."

"Lalu, bagaimana dengan Sain?"

"Dia ada di ruangan server 2-"

"Sebentar, kau memisahkan mereka?" Tanyaku heran.

"Maaf, tapi itu permintaan dari Sain. Dia tidak ingin bersama bocah genius itu. Dia bilang, dia harus memecahkan kode rahasia." Terangnya dengan wajah yang sedikit menyesal.

Aku mengerutkan dahiku. Bukan karena aku tidak mengerti perkataan Mr. Robby. Tapi, aku merasa ada yang hilang. Anastasya! Astaga, bagaimana bisa aku melupakannya dan malah asik mengobrol.

✶✶✶




Feelings DeletingWhere stories live. Discover now