1. Bazar

27 3 0
                                    

Tiga jam berlalu, riuh bazar sekolah mulai berkurang. Acara tahunan yang diselenggarakan akhir semester genap semakin heboh dari tahun ke tahun. Maklum saja, SMA Mandiri merupakan salah satu sekolah swasta elite di kota Bandung. Para siswanya mayoritas orang berada, meskipun ada juga yang masuk sekolah ini jalur beasiswa.

Saat jam menunjukkan pukul sebelas siang, grup band yang terakhir tampil itu turun. Gerombolang siswa yang berdiri di bawah panggung mulai berbalik arah memburuhi stan bazar yang mengelilingi lapangan utama. Terik matahari yang mulai menyengat kulit membuat mereka memilih untuk menghabiskan waktu istirahat dengan mengisi tenaga. Karena tepat pukul satu siang nanti, acara kembali dimulai.

Semua stan bazar mulai kewalahan, mereka yang menjaga stan adalah perwakilan tiap kelas yang didampingi wali kelas masing-masing. Jadi tak heran bila pelayanannya sedikit keteteran.

"Hima, lo nggak mau beli makan gitu? Lo nggak lapar?"

Cewek bersurai coklat gelap sepunggung itu mengedarkan pandangannya. Lalu kembali menatap kedua sahabatnya malas, "kalau kalian lapar, duluan aja. Gue— males antri."

"Ck, alesan lo. Yaudah, lo mau nitip apa?"

Hima kembali menimang, ia menunjuk salah satu stan yang ramai. Mala dan Dana saling berpandangan, lalu berdecak tak suka. Hima selalu membuat mereka ribet, dasar sahabat nggak tahu diri. "Gue mau puncake vanila sama minuman rasa vanila itu."

Dana geram, "Eh beib itu rame banget, kelamaan kalau ngantri disitu, nanti ai dan Mala kepanasan, ya kan, Mala?" Mala mengangguk cepat.

"Ya terus kenapa? Gue kan maunya itu."

"Tapi kan—"

"Kalian kalau mau beli juga sana, biar gue yang bayar. Tapi kalau nggak mau—"

"Iya iya, bawel banget sih."

Keduanya menghela napas panjang, percuma mendebat Himalea Arabelle karena perempuan satu itu selalu punya jawaban yang kalau diteruskan tidak ada hentinya. Mereka akhirnya mengalah, memilih menuruti apa yang Hima mau.

"Yaudah yuk, disana ada cogannya Mal, yuk kita capcuss..." Dana menggandeng tangan Mala yang dihadiahi toyoran di kepala sahabat cowoknya itu. "Pikiran lo yang ganteng-ganteng mulu," gerutu Mala.

Dana tertawa pelan. Ia tak menggubris ucapan Mala karena dirinya sadar itu bentuk kepedulian sang sahabat.

"Mala, Dana!"

Keduanya kembali menoleh, Hima nyengir lebar, "Jangan lama-lama, gue tunggu disitu." Tunjuk cewek seputih porselen itu ke gazebo taman yang cukup sepi.

"Untung sahabat, kalau bukan udah gue buang lo." Tuding Mala dengan suara keras yang membuat Hima menyunggingkan senyum tipisnya.

"Hm Mala, lo jangan kejam gitu deh, ai jadi takut," adu Dana. "Eh Hima, lo jangan kemana-kemana ya, tunggu sampe eike dan Mala balik." Hima mengangguk.

***

Benar saja, antrian di stan kelas 12 IPS-1 membuat Mala dan Dana harus ekstra bersabar. Mereka mendapat antrian cukup panjang kebelakang. Dana yang sedari tadi sudah mengomel karena takut kulitnya meleleh mendadak diam karena kedatangan cowok ganteng disana.

Cowok belok itu menoel lengan Mala yang berdiri disebelahnya. "Beib beib, coba liat tuh." Dana menunjuk dengan dagu ke arah cowok yang sedang menyajikan minuman yang akan dijualnya. Keren dan berkharisma.

"Siapa? Pacar di Eliza itu?" tanya Mala, Dana mengangguk.

"Beib, lo tahu nggak sih kabar mereka yang udah pacaran sejak tahun lalu, Eliza sering posting foto berdua gitu, gemesh banget. Tapi sih gosipnya mereka udah berteman dari kecil, cyin" Dana tiba-tiba manyun, "eike jadi cemburu beib," lanjutnya.

HIMALEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang