2. Sisi lain

15 3 0
                                    

Happy reading and enjoying guys...
Jangan lupa tinggalkan jejak<3
***

Suasana sore hari di SMA Mandiri terbilang cukup ramai. Banyak siswa yang masih tinggal untuk mengikuti kegiatan ekstrakulikuler.

Begipula dengan Hima, penulis kabar redaksi itu sedang mengamati kegiatan sekolahnya di sore hari. Tangannya sibuk menulis sesuatu dibuku catatannya. Sesekali cewek berkuncir satu memotret objek sebagai bahan laporannya yang akan dipajang di mading sekolah juga di edarkan majalah bulanan Mandiri.

Cekrek.

Hima kembali memotret. Kakinya mulai menyusuri halaman khusus bagi siswa yang mengikuti ekstrakulikuler outdoor. Senyum tipisnya terukir saat melihat hasil jepretannya yang memuaskan.

Hingga tak lama keningnya berkerut, saat mendapati beberapa orang berlari ke arahnya. Dengan perasaan cemas cewek itu bergerak mundur. Menghindari takut tubuhnya terbentur oleh mereka yang sedang melakukan pemanasan.

"Minggir!"

Hima tersungkur. Ia menoleh ke sumber suara yang baru saja mengagetkannya hingga membuat cewek itu jatuh. Mata Hima melotot tak percaya saat mendapati musuh bebuyutannya baru saja berulah. Ronal lagi—

"Dasar cowok gila!" pekik Hima nyaring. Ronal yang mendengarnya menoleh, memberi senyum miring penuh ejekan.

Entah karena apa, kapten sepakbola SMA Mandiri itu sangat membencinya. Tak jarang Ronal membully bahkan menjahili gadis itu. Padahal kalau tidak salah dalam mengingat, Hima tak pernah melakukan apapun pada Ronal tengil itu.

"Butuh bantuan?"

"Eh—" terlalu lama melamun dalam posisi duduk dirumput taman membuat Hima tidak sadar ada sosok cowok berdiri menjulang di depannya. Ia menggeleng, "gue bisa sendiri."

"Jangan duduk disini, lo ngehalangin jalan." Baru saja berkedip, cowok bercelana putih dengan kaos hitam oblong sudah berjalan pergi. Hima berdecak, siapa juga yang mau duduk-duduk disana.

"Cowok aneh!"

Hima menepuk-nepuk pantatnya yang kotor. Sembari menggerutu tak jelas ia mulai mengemasi barang yang biasanya digunakan untuk membuat laporan. "Pulang aja lah, udah sore begini," gumamnya sembari memperhatikan awan yang mulai berubah berwarna jingga.

Ia berjalan ke arah parkiran sekolah. Keningnya berkerut saat mendapati cowok yang tak niat menolong kini sedang berduaan dengan cewek. Tatapannya sempat beradu dengan netra hitam tajam itu, namun dengan segera ia memutuskan kontak mata dengan raut sedatar mungkin.

"Ganesha kamu liatin apa?"

Cowok yang ditanya menggeleng pelan. Mengenyahkan pikiran tentang cewek yang banyak dibicarakan oleh kaum adam SMA Mandiri itu.

"Kamu lagi liatin cewek itu?" Eliza bisa menebak apa yang sedang cowok disampingnya itu pikirkan. Cewek itu ikut memperhatikan seorang yang baru saja masuk ke mobilnya dan melesat pergi dari parkiran sekolah. "Dia emang cantik, tapi katanya aneh gitu. Antisosial banget," lanjutnya.

Ganesha kembali acuh. Dia tidak penasaran, hanya saja tadi tak sengaja ia melihat perempuan itu jatuh di depan matanya. "Udah, kita pulang aja, Liz."

Eliza mengangguk.

***

Setelah mengantarkan Eliza pulang, Ganesha melajukan motor maticnya menuju rumah sakit. Tadi mamanya mengabari kalau adik bungsu Ganesha harus rawap inap karena terkena tifus.

Ganesha melangkahkan kakinya gontai menuju ruang inap adiknya. Ditangannya sudah ada beberapa bungkusan yang sengaja ia beli untuk ibunya dan adik pertamanya. Meskipun raut wajahnya tenang, cowok yang masih mengenakan pakaian seperti sore tadi beberapa kali menghela napas panjang. Keluarganya bukan golongan orang berada. Jadi untuk biaya pengobatan Gisella pasti cukup menguras tabungannya.

HIMALEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang