Bagian 3

53 2 5
                                    

"Bagaimana jika kita naik bus saja? Biasanya bus akan datang lebih cepat di sini jadi kita bisa tiba lebih cepat juga sebelum konsernya" tanya Jess ketika mereka telah sampai di halte bus.

"Ya, aku mengikut saja"

"Oke"

Benar saja, tak lama kemudian sebuah bus datang. Valentina maju lebih dulu memasuki bus diikuti Jess dan 2 penumpang lainnya. Dia memilih duduk di kursi kedua dekat jendela dan Jess duduk di sebelahnya.

"Apa itu gitar?" Valentina menunjuk sebuah tas yang sedari tadi bergantung di punggung pria itu, sekarang diletakkan bersandar di sampingnya.

"Oh, ya. Ini gitar. Mr.K aku suka menyebutnya begitu"

"Keren"

"Apa kau bisa bermain gitar?"

Valentina tersenyum, "Ya. Sedikit"

"Bagaimana jika kita memainkannya?" Jess meraih tas gitarnya dan mengeluarkan Mr.K, begitu dia menyebutnya.

Valentina bergeser sedikit merapatkan diri ke arah jendela, memberikan sedikit ruang untuk Jess memainkan gitarnya. Jemari Jess mulai memetik senar-senarnya pelan dan sebuah lagu dia nyanyikan.

Please don't see just a boy caught up in dreams and fantasies
Please see me reaching out for someone I can't see
Take my hand let's see where we wake up tomorrow
Best laid plans sometimes are just a one night stand
I'd be damned Cupid's demanding back his arrow
So let's get drunk on our tears and

God, tell us the reason youth is wasted on the young
It's hunting season and the lambs are on the run
Searching for meaning
But are we all lost stars, trying to light up the dark?

"Bagaimana?"

"Wow, suaramu sangat bagus Jess. Jika aku memiliki suara sebagus itu, aku akan mengikuti American Got Talents atau The Voice dan aku pasti akan mendapatkan Golden Buzzer-nya"

Jess tergelak tertawa. Memang sudah banyak yang mengatakan suaranya bagus dan enak didengar meski begitu apa yang dikatakan Valentina membuatnya jauh berkali lipat merasa senang.

"Jadi, bagaimana denganmu? Ingin bernyanyi juga bersama Mr. K?"

"Em, sebenarnya aku sedang menulis sebuah lagu" Jess melirik Valentina dari bahunya, menatapnya dengan mata berbinar.

"Benarkah?"

Dengan malu-malu Valentina mengangguk mengiyakannya. Jess kembali meluruskan badannya dan kembali menatap wanita itu. Jantungnya kini berdegup kencang, saat mata coklat Jess menatapnya dengan intens.

"Bisakah aku mendengar lagu itu?"

"Um, aku..." Valentina merutuk dirinya tidak bisa lari dan mengelak dari permintaan pria ini.

"Aku mohon, ayolah" pinta Jess dengan wajah memelas.

Jess memberikan gitarnya pada Valentina dan terus memohon pada wanita itu untuk bernyanyi.

"Baiklah, tapi aku belum menyelesaikan semuanya. Jadi jangan berharap banyak untuk ini" ungkap Valentina setelah menyimpan gitar itu di pangkuannya.

Dengan perlahan dia meletakkan jemarinya di mana kunci-kunci gitar yang telah dia buat dan hafalkan.

"Um okey. Bisakah kau berbalik? Maksudku kau menatap ke depan dan tidak menatapku langsung" Valentina meminta Jess dengan nada gemetar.

Jess tertawa melihat wajah wanita itu sangat gugup. "Okey, Okey" dan ya Jess dengan cepat mengalihkan tatapannya. Jemari lentik Valentina pun mulai memetik senar-senar pelan.

Oh its hurts the most cause I don't know the cause

Maybe I shoudn't have cried when you left and told me not to wait

Oh it kills the most to say that I still care

Now I'm left tryna rewind the times you held and kiss me back

Jemari Valentina seakan membeku di ujung senar gitar itu. Dia berusaha menarik nafas ketika mengingat moment saat dia menulis lagu ini untuk Glen, mantannya. Lagu yang ia tulis saat perasaannya hancur ketika malam di mana Glen memutuskannya tanpa sebab apapun yang dengan entah bagaimana membuat Valentina justru merasa bersalah dan menghakimi dirinya sendiri hingga terus meminta Glen untuk tetap bersama dan tidak meninggalkannya.

I wonder if you thinkin "Is she alright all alone"

I wonder if you tried to call but couldn't find your phone

Have I ever crossed your thought because your name's all over mine

Air mata menggenang di sudut mata Valentina. Sekali lagi, dia menghela nafas dalam. Seperti ada sebuah lubang menganga di jantungnya membuatnya sulit untuk merasakan udara di sekitar. Saat Valentina terdiam, Jess berbalik melihat wanita itu menyeka air matanya.

Jess terkesiap, dia merasa sangat bersalah telah memintanya menyanyikan lagunya itu. Dengan cepat dia mengambil gitar dari pangkuan Valentina.

"Kau baik-baik saja?" tanya Jess begitu khawatir.

"A..aku.." Valentina tertunduk menutup wajahnya dengan tangannya. Tidak ingin memperlihatkan wajahnya pada Jess saat air mata terasa perih di sudut matanya.

"Aku minta maaf. Seharusnya aku tidak..."

"Yeah, yeah, yeah. Tidak apa-apa Jess, mataku hanya kelilipan" dusta Valentina.

"Benarkah?"

"Yeah, yeah, yeah. Aku baik-baik saja"

"Biar ku lihat matamu, mungkin aku bisa meniupnya. Kakakku sering melakukan itu jika mataku kelilipan"

"Jangan sentuh aku! Ini hanya kelilipan biasa" teriak Valentina jelas mengagetkan Jess dan seorang penumpang lain yang duduk tak jauh dari mereka.

"Okey, aku tidak menyentuhmu" Jess menarik tangannya mengarahkannya ke atas seperti orang menyerah.

Valentina akhirnya mengangkat wajahnya, berbohong dia mengedip-kedipkan matanya berulang kali agar Jess percaya bahwa matanya benar-benar kelilipan bukan karena lagu yang dibawakannya adalah curahan hatinya tentang Glen.

"Lihat, aku sudah baik-baik saja"

Dengan membuka matanya lebar-lebar di hadapan Jess, namun masih ada bekas-bekas air mata yang tak tersapu oleh Valentina tadi. Perlahan jemari Jess menyeka air mata itu.

"Ya" ucapnya. Valentina menaikkan alisnya, terkejut dengan apa yang baru saja dilakukan Jess padanya.

Something In New York [C o m p l e t e d]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang