Part 8

28 4 0
                                    

" Hallo. "

" Hmm? "

Suara serak masih melingupi Wisnu.

" Kamu sakit? "

"Iya sudah lebih baik "

" Haruskan aku ke sana? Aku baru saja tiba di kos "

"Ya ku juga berharap kamu di sini "

Orang tua Wisnu sudah melamar Puti untuk Wisnu secara resmi. Mereka juga sudah menentukan kapan akan melangsungkan pernikahan. Jadwal Puti dan Wisnu yang snagat padat membuat mereka sedikit kualahan untuk menentukan waktu pernikahan.

" Yasudah nanti malam aku sampai. Masih ada yang harus kulakukan. Kamu makan sana, jangan sok kuat. "

Puti mematikan telepon. Perubahan rencana mendadak. Kebetulan ia memiliki libur setelah kunjungan ke Semarang. Jadi ia bisa menjenguk Wisnu. Puti membereskan pakaian kotor yang ia bawa dari Semarang. Tempat loundry menjadi kunjungan pertamanya setelah kosan. Biasanya Puti suka menghabiskan waktu berjam-jam untuk mencuci baju setelah bepergian. Kali ini dirinya harus pergi lagi.

*

Gerbang asrama Wisnu sudah terlihat. Puti turun dari kendaraan di depan gerbang. Ia meminta izin di pos penjagaan. Setelah mendapat izin, ia menanyakan di mana rumah Wisnu. Baru kali ini ia menginjakkan kaki di asrama PM. Tak berbeda dengan asrama militer lain warna hijau lebih mendominasi cat bangunan. Rumah Wisnu berada agak di belakang, Puti sempat beberapa kali salah jalan. Apalagi gadis itu agak sulit menghapal jalan. Ia bahkan sudah menandai setiap jalan tetapi bahkan dua kali ia melewati jalan yang sama. Matahari masih memancarkan sinar sehingga Puti masih tenang. Jika gelap mungkin ia akan meneror Wisnu dengan telepon.

Puti menunggu di teras karena sudah mengetuk pintu namun pintu itu belum dibuka. Ia benar-benar merasa gerah setelah mencari rumah Wisnu. Jalan asrama yang hampir sama membuatnya bingung.

" Zi, " Puti mencari siapa yang memanggilnya. Ia melihat Wisnu wajahnya masih sedikit merah. Entah karena panas atau suhu tubuhnya yang memang panas.

" Ehm aku ke penginapan aja kali ya. Gak enak di sini udah mau malam juga, " Wisnu dan Puti sudah duduk di ruang tamu.

" Kamu di sini aja. Nanti aku tidur di barak. Besok sore kita jalan-jalan, " Puti meletakkan ransel di kamar.

*

Malam hari di asrama terasa sepi. Puti dan Wisnu berjalan sampai ke depan asrama. Rencananya mereka akan jalan-jalan untuk mencari makan. Suara Wisnu masih terdengar seperti suara kodok tetapi wajah lelaki itu sudah tidak merah. Berjalan sejauh lima puluh meter ada sebuah rumah makan. Mereka memesan makan dan minum. Rumah makan ini terletak di pinggir jalan dengan jendela kaca lebar. Ada lahan di depan rumah makan yang dijadikan tempat parkir.

Langit malam ini tidak bertabur bintang. Makin malam rumah makan ini makin ramai. Wisnu memakan makanannya dengan nikmat. Puti berusaha memindai keadaan yang aa di dalam rumah makan. Dulu ia ingin membuka rumah makan. Entah kapan ia bisa memulai membuka rumah makan sendiri. Ia bahkan pernah bermimpi menjadi koki utama di rumah makannya.

" Kenapa? " Puti melihat Wisnu di depannya. Lelaki itu belum jadi memasukkan satu sndok makanan. Masih menggantung di depan mulutnya.

" Gak sih. Keingat aja pingin buka resto. "

" Oh ya besok ke GWK mau gak? " Puti membersihkan mulutnya dengan tisu. Makanannya terasa pedas beberapa kali ia juga mengelap ingus yang keluar. Minuman yang dipesan pun sudah tandas.

" Yaudah. Kamu belum pernah ke sana emang? " Puti hanya heran. Masa Wisnu belum ke sana. Namanya saja sama-sama Wisnu.

" Kan nunggu kamu ke sini biar bareng. "

Mereka duduk di teras. Puti menggerak-gerakkan kakinya yang tidak terhalang. Mereka bisa menatap gelapnya langit. Cahaya-cahaya dari lampu-lampu pinggir jalan atau lalu lalang kendaraan sesekali menyilaukan.

*

Wisnu menata tempat tidur. Ia selalu membersihkan dan merapikan tempat tidur setelah bangun. Tetapi kali ini ia bahkan mengganti seprai dan sarung bantal. Pengharum ruangan menggantung di sisi dekat jendela. Ia suka dengan aroma lemon. Setelah membereskan kamar Wisnu pamit ke barak. Puti mengunci pintu. Gadis itu mengelilingi setiap ruangan yang ada di asrama. Tidak ada ruangan yang dikunci. Satu ruangan dekat dapur dengan rak buku berukuran kecil. Puti melihat buku-buku yang tertata rapi di rak. Satu slot rak terdapat novel detektif. Puti mengambil satu kemudian membaca. Ruangan itu juga memiliki kursi dan meja kecil untuk membaca.

Puti membuka sampul, hal pertama yang ia lihat di tempat kosong yaitu tulisan tangan rapi. Ia tertawa ternyata Wisnu sangat suka menulis pada buku yang dimilikinya. Ia mengambil beberapa buku terdapat hal yang sama. Kebanyakan merupakan kalimat penyemangat untuk Wisnu.

*

Bali sore hari cerah. Wisnu dan Puti sudah berada di pintu masuk wisata Garuda Wisnu Kencana. Mereka memakai tiket berbentuk gelang. Keduanya juga memakai selendang berwarna kuning. Puti mengikat asal selendang ke pinggangnya. Mereka menaiki tangga untuk menuju lokasi patung. Langit perlahan berwarna jingga. Wisnu mengambil video dari belakang Puti yang berjalan menaiki undakan tangga. Gadis itu masih terlihat bersemangat walau napasnya sudah ngos-ngosan. Saat menyadari Wisnu tidak ada di sampingnya, Puti menoleh.

" Ngapain sih? Buruan capai ini, " Wisnu menghentikan video. Ia berlari untuk mencapai tangga yang saat ini Puti pijak.

" Mau gendong? " Puti menggeplak bahu Wisnu.

" Gak mau. Timbang naik doang digendong masih bisa jalan juga, " Angin berembus membuat jilbab dan selendang Puti diterpa angin. Pemandangan dari atas benar-benar menyejukkan mata. Beberapa kali Puti mengambil gambar pemandangan.

" Naik situ kufoto! " Wisnu mendorong Puti agar naik. Puti bergaya dengan latar belakang pemandangan juga berfoto di depan Patung Dewa Wisnu. Mereka duduk di gazebo untuk beristirahat. Puas berfoto mereka turun melewati lembah yang dikelilingi bukit batu. Angin di sini lebih kencang. Jilbab Puti berkibar searah angin. Mereka menuju tempat pementasan tari kecak. Pertunjukan air mancur menjadi sorotan sebelum pementasan tari dimulai. Tempat yang strategis untuk duduk menonton telah penuh. Wisnu dan Puti berdiri. Grup whatsapp kosan ramai. Puti membuka sudah ratusan pesan masuk. Ia membaca pesan paling bawah. Jika sedang luang ia pasti akan membaca dari pesan teratas. Belum sempat ikut berbalas di grup pementasan tari dimulai. Pembawa acara telah selesai melakukan pembukaan dan penjelasan tarian. Tangan Puti memegang ponsel untuk merekam tarian. Setelah beberapa saat tangannya terasa pegal. Wisnu menopang tangan Puti dari belakang.

" Mentang-mentang gelap, ngapain sih? Pegang sendiri ya kulepas nih ponsel, " Wisnu tidak membiarkan tangan Puti turun. Puti bahkan sudah tidak konsentrasi untuk menonton pementasan. Tepuk tangan riuh tersengar setelah acara penutupan. Pengunjung membubarkan diri dari area pementasan.

" Besok ke Desa Panglipuran mau? " Mereka berdua berjalan bersisian menuju ke parkiran.

" Emang kamu libur? " Puti lupa jalan menuju parkiran. Ia hanya mengikuti ke mana lagkah Wisnu.

" Ya engga sih. Tapi aku ada teman kalau biar gak sendiri ke Desa Panglipuran, " Langit yang memang sudah gelap membuat Puti tidak bisa melihat keadaan lebih dari jarak pandang. Ia menunduk menatap jalanan.

" Sendiri gak papa. Banyak kendaraan umum dan ini masih Indonesia juga. "

" Oke gak ada niat ke pantai? " Puti terkekeh ringan. Ia tidak terlalu suka pantai. Toh dia kerja di pelabuhan sering lihat laut juga. Ia lebih suka melihat pemandangan dari tempat yang tinggi.

" Gak tiap hari liat laut juga kalau ke lapangan. Lebih suka tempat yang tinggi buat menikmati keindahan alam, " Sampai asrama Puti membuka pintu yang terkunci. Wisnu juga ikut masuk. Ia akan duduk sebentar sebelum kembali ke barak.

Selaras Gaung Seiring Jalan (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang