Puti memakai kemeja merah dan celana panjang hitam. Sedari pagi ia sudah sibuk untuk menyambut mahasiswa yang akan melakukan kunjungan lapangan ke PT Pelabuhan Indonesia III. Ia sudah melakukan koordinasi dengan tim konsumsi, perlengkapan dan acara. Bahan untuk pemaparan juga sudah selesai. Ruangan dengan posisi meja membentuk oval sudah rapi. Bus yang membawa mahasiswa Universitas Tidar telah tiba. Rencananya mereka akan diberi paparan singkat di ruangan baru mengamati secara langsung ke lapangan. Puti bertugas menjadi salah satu pemandu. Ia bangga bisa menjadi pemandu untuk adik tingkat almamaternya dulu.
Mahasiswa yang memakai PDL sipil dan almamater memasuki ruangan. Puti tersenyum menyambut. Ia ikut mengatur tempat duduk. Snack sudah dibagikan di depan pintu masuk ruangan. Puti mendekati salah satu mahasiswi yang duduk di kursi belakang. Ia membutuhkan nama dosen dan ketua program studi untuk menyambut.
" Maaf, perkenalkan Puti. Saya mau tanya ketua program studi teknik sipilnya siapa? " Mahasiswi itu tersenyum mengangguk.
" Pak Lambang Ardian, S.T., M.T. "
" Kalau dosennya siapa saja yang ikut? "
" Pak Rafa Abiyan, Pak Darlano, Pak Dewanta, dan Pak Galaksi. "
" Oke terima kasih dengan? "
" Vilia, kak, " Puti kembali ke meja khusus untuk petinggi. Ia memberi catatan yang baru saja ia dapat. Paparan berjalan lancar dilanjutkan diskusi. Mahasiswa yang bertanya berkesempatan mendapat merchandise yang sudah disiapkan. Puti memasuki bus 1.
" Oke selamat pagi semua. "
" Pagi. "
" Perkenalkan saya Puti akan menjadi tour guide kalian ya. Ini dari mana? "
" Teknik Sipil Universitas Tidar, " Puti tersenyum. Ia sedikit membenahi jilbab yang sedikit tertiup angin saat pintu bus tertutup.
" Ya, saya juga alumnus Untidar. Saya dari Magelang juga Pak Lambang, Pak Galaksi, " Puti mengangguk untuk menghormati kedua dosen. Ia belum mengenal kedua dosen itu. Saat keluar mungkin mereka baru saja masuk ke Untidar. Salah satu kru memberikan microphone ke Pak Lambang.
" Sebuah kehormatan untuk kita bisa bertemu Mba Puti di sini. Semoga pengetahuan lapangan Mba Puti bisa menambah wawasan mahasiswa yang ikut ke sini, " Puti mulai menjelaskan kegiatan yang dijalankan oleh PT Pelindo III. Puti mengajak mereka ke Terminal penumpang baru ke Terminal petikemas. Puti meregangkan tubuhnya lelah. Tadi ia diantar Wisnu dari Terminal Peti Kemas sampai kantor.
*
" Mba Puti, " Calan sudah memiliki semangat tingkat tinggi menyambut Puti. Jilbab Puti sudah tersampir di lengan. Saat sampai di ujung tangga teratas ia berhasil melepas jilbab. Terpaan angin membuat rambut yang dikuncir kuda bergerak seraya langkah kakinya berjalan. Puti tersenyum kecil. Ia memperbaiki posisi ransel dalam gendongannya. Masih ada hari-hari yang harus dilalui sebelum dirinya pulang ke Magelang. Rasanya setiap kata pulang ia lontarkan, Puti menjadi lemas. Ia merindukan ibu dan ayahnya yang jauh. Tapi rasa egoisnya membuat dirinya enggan untuk pulang. Ayah dan ibunya tidak pernah menanyakan kapan ia akan menikah. Tapi mulut-mulut tetangga selalu berkicau. Puti menulikan pendengaran tetapi ia juga memikirkan bagaimana perasaan ayah dan ibunya.
Meja makan terlihat berantakan. Banyak wadah makanan yang belum sempat dicuci. Juga gelas-gelas kosong. Puti melepas sepatu dan meletakkan di rak. Ia membuka pintu kos. Gorden yang menutup jendela ia buka lebar. Cahaya mentari sudah tidak terlihat. Kegelapan mulai menerpa. Suara adzan terdengar merdu di telinga Puti. Gadis itu beranjak untuk membersihkan diri.
*
Akhir pekan telah tiba. Puti pulang dengan Wisnu ke Magelang. Puti tidak tahu mnegapa Wisnu tiba-tiba ikut ke Magelang. Gadis itu tidak curiga sama sekali. Bahkan Wisnu yang memesan tiket kereta untuk mereka berdua. Perjalanan panjang membuat Puti terlelap. Gadis itu memejamkan mata walau kesadarannya tidak hilang. Ia masih bisa mendengar suara kasak kusuk dalam kereta.
" Zi, aku udah pesan taksi barengan aja, " Puti membawa ransel yang biasa ia gunakan. Ia tidak menggendong ransel di belakang.
" Loh kamu mau ke mana sih emang? Kalau beda arah nanti aku cari taksi lain aja, " Wisnu mengusap kepala Puti lembut.
" Mau ke rumah kamu. "
" Hah? Kok gak bilang? " Puti menghentikan langkah kakinya. Ia meletakkan ransel di ujung kaki. Peluhnya menetes ringan. Ia mengelap dengan ujung tangannya.
" Kamu gak nanya. "
" Yaudah taksinya mana? " Puti menggendong ransel di punggungnya.
*
Sepanjang jalan Puti gelisah. Ia tidak tahu apa yang Wisnu rencanakan. Jalanan naik turun menandakan rumahnya sudah dekat. Lelahnya tidak membuat ia tertidur lagi. Jari tangannya bergerak-gerak. Wisnu memejamkan matanya entah tidur atau hanya mengistirahatkan mata.
Mereka turun dari taksi. Wisnu membayar ongkos taksi sebelum Puti berhasil mengambil uang dari dompet. Hari sudah sore dan masih sepi. Mungkin saudara-saudaranya belum pulang dari kerja. Rumah Puti tepat berada di samping mushola. Sekitar mushola merupakan rumah pakdhe-pakdhe dan pakleknya.
Ibu menyambut dengan senyum ramah. Membukakan pintu rumah untuk Puti. Wisnu memperkenalkan diri.
" Oh ada tamu, " Bapak masih memakai pakaian yang digunakan untuk mencari rumput. Puti meletakkan ransel di kamar. Kamarnya yang sudah lama tidak ditempati. Ia tidak mengganti baju. Wisnu berbincang dengan sang ibu setelah mereka makan. Wisnu menunggu Pak Ito, ayah Puti.
" Perkenalkan Pak, saya Wisnu, " Wisnu menjabat tangan Pak Ito dengan mantap. Mereka duduk setelah berkenalan.
" Maaf jika kedatangan saya sedikit mengganggu waktu bapak, ibu, dan Puti, " Pak Ito tidak mempermasalahkan. Ia justru senang putrinya kembali dengan selamat.
" Tidak apa-apa, pintu rumah Puti selalu terbuka, " Wisnu memasang mode serius.
" Kedatangan saya kemari untuk bersilaturahmi dengan bapak, ibu, dan Puti. Juga saya ingin melamar putri bapak untuk menjadi istri saya, " Puti yang sedari tadi diam menatap Wisnu cepat. Ia sama sekali tidak tahu rencana Wisnu. Bahkan lelaki itu tidak bertanya padanya atau memberitahunya sepanjang perjalanan dari Surabaya sampai rumahnya di Magelang. Ibu tersenyum senang. Ia menatap Wisnu lembut.
" Saya anak kedua dari tida bersaudara, asli Surabaya. Ayah saya bernama Alfian Wijaya ibu saya Amira. Saya bekerja sebagai polisi militer dinas di Pelindo III. Agama islam alhamdulillah. Kalau bapak, ibu, dan Puti berkenan izinkan saya untuk mempersunting Puti. Atau akan bertanya hal lain kepada saya in syaa Allah saya jawab. Setelah mendapat jawaban saya akan membawa keluarga besar saya kemari untuk mempersunting Puti secara resmi pa, bu, " Puti meminum air yang ada di gelas. Tenggorokannnya tiba-tiba kering. Isi kepalanya serasa berputar-putar. Ia perlu menenangkan diri mendengar kabar mencengangkan yang baru saja ia dengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selaras Gaung Seiring Jalan (Tamat)
Romance" Nanti pukul 13.00 meeting. Datanya jadi ya Pu? " Arupadatu memandang layar laptop Puti yang membuka halaman excel produktivitas Rubber Tyred Gantry. " Ko mendadak? " Puti menyelesaikan kegiatan mengunduh data. Saat ini Rubber Tyred Gantry yang dig...