1

14K 925 374
                                    


.
Hurt's
Noren Story
Chapter 1

.

Caffe dengan desain sederhana itu tidak terlihat memiliki banyak pengunjung. Hanya ada beberapa orang termasuk seorang pemuda yang kini tengah terduduk sendirian. Dengan secangkir teh yang kini hanya tinggal setengahnya.

Sudah lama dia duduk di sini. Mengamati dua orang pemuda yang tengah asyik berbincang dan sesekali tertawa karena candaan yang terlontar. Dan sepertinya mereka berdua tidak sadar dengan kegiatannya yang tengah memperhatikan mereka.

Pandangan matanya sayu, menyiratkan kekecewaan dan juga perasaan sedih ketika melihat betapa bahagianya mereka jika bersama. Dia meremat dada sebelah kirinya, menekannya saat perasaan sakit itu kembali terasa, melihat kegiatan yang kini tengah dilakukan oleh kedua orang yang sedari tadi diamatinya. Apa yang dia lihat saat ini adalah tunangannya yang tengah duduk berdua dengan sepupunya.

Ya! Salah satu dari mereka adalah tunangannya yang kini tengah berkencan! Dengan sepupu yang paling disayanginya! Entah apa yang harus dia lakukan sekarang.

Hal ini memang sudah diketahuinya sudah lama. Dan hal ini juga sudah sering terjadi padanya. Diam-diam dia selalu mengikuti mereka yang sedang pergi berkencan, seperti sekarang ini. Dia tidak marah, bahkan dia tidak bisa marah kepada mereka, karena dia tahu dia bukan siapa-siapa di kehidupan mereka berdua.

Tubuhnya menegang saat sang tunangan tiba-tiba melihat ke arahnya dengan pandangan tajam dan mengintimidasi. Tubuhnya bergerak kaku saat menyadari bahwa kini tunangan dan sepupunya tersebut menghampiri mejanya.

"Apa yang kau lakukan disini?" Pertanyaan tersebut keluar dari mulut sang tunangan yang kini tengah berdiri di depan mejanya. Dia menjawab dengan terbata, karena lagi-lagi dia tertangkap sedang membuntuti mereka

"I-injun hanya....." Belum selesai menjawab, perkataan nya segera di potong oleh sang lawan bicara

"Kau berniat menggangu kegiatan kencanku lagi?" Tanya nya dengan masih mempertahankan tatapan mengintimidasinya. Sedangkan sang sepupu hanya diam melihat kearah mereka berdua

"B-bukan b-begitu jeno, injun tidak ada niat untuk mengacaukan acara kencan kalian sungguh"

"Lalu apa yang kau lakukan disini hah" jeno menggebrak meja, membuat para pengunjung Caffe melihat ke arah mereka dengan raut wajah penasaran.

"Jen sudah, malu dilihat oleh banyak orang!" Sepupunya yang sedari tadi hanya diam sekarang mulai mengeluarkan suaranya. Jeno yang mendengar hal tersebut lantas menoleh

"Tidak bisa jaem, dia membuntuti kita lagi dan berniat untuk mengacaukan kencan kita!" Seru jeno, sedangkan jaemin hanya menghela nafasnya kemudian melihat ke arah renjun. Dilihatnya renjun masih menundukkan kepalanya akibat gebrakan meja oleh jeno tadi, sepertinya dia terlalu kaget dan takut. Bahunya terlihat bergetar dengan sesekali tangannya mengusap air mata yang mengalir di pipinya. Jaemin mencoba mendekati renjun berniat menenangkan, namun tangannya sudah lebih dulu di tahan oleh jeno. "Apa yang mau kau lakukan?"

"Jen aku..."

"Ayo pulang!" Jeno kembali memotong ucapan jaemin dan menarik tangan jaemin agar pergi dari tempat tersebut. Namun sebelum pergi jeno kembali melihat ke arah renjun dengan tatapan tajamnya. "Jangan pernah coba-coba untuk mengadu pada bunda dan papa". Setelah itu jeno kembali membalikan tubuhnya, meninggalkan renjun sendirian di caffe tersebut dengan keadaan yang sangat kacau.

Renjun hanya bisa menangis, dia kembali mendudukkan dirinya dimeja, setelah itu dia menelungkupkan kepalanya di atas lipatan tangan, kembali menangisi orang yang sama. Orang yang selalu menorehkan luka pada hatinya yang memang sudah hampir hancur tersebut. Namun renjun tidak akan menyerah, dia akan terus memperjuangkan jeno walaupun harus kembali tersakiti.

.
.
Hurt's
Noren Story
.
.

Waktu sudah menunjukan pukul 10 malam.
Namun seorang namja terlihat masih terjaga dari tidurnya. Renjun, nama namja tersebut sedari tadi terus duduk gelisah menunggu kepulangan sepupunya. Ya, renjun dan jaemin memang tinggal bersama di sebuah apartemen yang di belikan oleh baba nya. Mereka sudah tinggal bersama sejak duduk di bangku senior high school hingga kini mereka sudah lulus kuliah dan mempunyai pekerjaan masing-masing.

Suara pintu apartement yang terbuka menyadarkan renjun dari lamunannya. Seakan tau siapa yang datang, renjun lantas berdiri dan menghampiri seseorang yang tengah mencoba membuka sepatunya, kemudian menyimpannya di rak penyimpanan sepatu.

Pandangan keduanya bertemu, dan setelah itu jaemin berlari menghampiri renjun dan memeluknya.

"Kau tidak apa-apa kan njun?" Ucap jaemin sembari melepaskan pelukannya pada renjun. "Kau tadi pulang naik apa? Tidak ada yang menyakitimu kan?" Ucap jaemin kembali sembari menangkup pipi berisi renjun

"Injun tidak apa-apa nana, seharusnya injun yang bertanya, nana tidak apa-apa? Kenapa pulang malam? Injun khawatir sama nana!" Air mata terlihat akan terjatuh dari mata renjun, namun dengan cepat jaemin kembali memeluk renjun dan mengusap punggung pemuda itu lembut.

"Shuttt jangan menangis, nanti nana ikut nangis. Injun mau melihat nana menangis?" Renjun menggelengkan kepalanya dengan keras lalu menghapus air mata yang mengalir di pipinya

"Nana jangan nangis, maafin injun!" Jaemin hanya tersenyum dan ikut membantu menghapus air mata di pipi renjun

"Iya nana ngga nangis kalo injun juga ngga nangis. Nah nana tadi nanya kamu pulang naik apa?" Jaemin menarik renjun untuk duduk di sofa, duduk dengan berpelukan.

"Injun tadi pulang naik bus"

"Loh ko naik bus sih injun, nanti kalau kamu kenapa napa bagaimana? Seharusnya kamu naik taksi atau seharusnya tadi aku menyuruh jeno untuk mengantarkanmu!" Jaemin menampilkan raut bersalahnya mendengar ucapan renjun. Dia merasa sangat bersalah sudah membiarkan renjun pulang sendiri dengan menaiki bus, karena jaemin takut renjun tersesat lagi seperti waktu itu. Melihat tatapan bersalah jaemin renjun menjadi panik

"Tidak nana, injun tidak apa-apa! Buktinya injun bisa pulang dengan selamat kan, jadi nana tidak usah merasa bersalah seperti itu karena nana memang tidak bersalah" ucapan renjun malah semakin membuat jaemin merasa bersalah. Dia sudah tega menyakiti orang sebaik renjun dengan tetap berhubungan dengan jeno meskipun tahu kini mereka sudah bertunangan.

"Injun...". Renjun menatap jaemin saat jaemin memanggilnya dengan suara lirih
"Aku....aku ingin minta maaf, seharusnya aku tidak meneruskan hubunganku dengan jeno, aku..."

"Nanaaa..... sudah jangan dilanjutkan lagi. Itu bukan salah nana kok" potong renjun saat dia tahu akan kemana arah pembicaraan mereka berlanjut

"Tapi jun.."

"S-sudah ya, nana pasti lelah dan mengantuk. Ayo kita tidur! Ini sudah larut malam, besok nana harus pergi kerja lagi kan" lagi-lagi renjun memotong ucapan jaemin. Renjun bangkit kemudian membantu jaemin untuk berdiri. Dia mengajak jaemin untuk tidur dan mengantarkannya sampai di depan pintu kamarnya. "Selamat malam nana, mimpi indah ya" ucap renjun ketika mereka sudah sampai di depan pintu kamar jaemin. Ia sendiri berjalan ke arah pintu kamarnya.

Jaemin masih berdiri di depan kamarnya, memandang punggung kecil renjun yang kini menghilang di balik pintu kamarnya

"Maafkan aku injun, tapi biarkan aku egois untuk kali ini. Aku juga ingin memiliki jeno" setelahnya jaemin masuk kedalam kamarnya dan menutup pintunya

Sedangkan di kamar renjun. Terlihat renjun yang masih bersandar di balik pintu kamarnya. Tubuhnya merosot ke bawah, dan menenggelamkan kepalanya pada lipatan tangannya. Malam ini renjun kembali menangis, entah untuk yang keberapa puluh kalinya setiap malam. Masih menangisi orang yang sama.




TBC

.
Hurt's
Noren Story
Chapter 1 END
.

Hurt's [Noren] - DISCONTINUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang