Prolog

463 162 168
                                    

"Pah ... kenapa sih Asya selalu salah di mata Papa?" Asya menangis. Setiap hari Papanya selalu memarahinya, meneriakinya. Entah apa yang membuat Papanya melakukan semua itu. Asya tidak tahu. Yang ia tahu hanya, Papanya selalu menatap benci kepada Asya.

"Kamu mau tahu salah kamu apa?" Kini laki-laki kepala empat itu menatap tajam ke arah Asya, sangat menakutkan.
"Kamu itu anak haram, anak gak tahu diri! Lebih baik kamu mati, Asya!" Dengan teganya. Laki-laki itu menjambak rambut Asya.

"Kenapa Papa selalu bilang Asya anak haram! Hiks ... Hiks ...."

"Kamu itu bukan anak Papa! Bagaimana bisa Ibumu melahirkan, sedangkan saat itu saya berada di luar negeri! Kamu itu anak haram! Asal kamu tahu, saya terpaksa ngurusi kamu yang bukan siapa-siapa saya!" Laki-laki itu semakin brutal menyiksa Asya. Sangat kejam.

"Pah, sakit. Lepas, pah!"

Laki-laki itu melepaskan rambut Asya dengan kasar, kemudian pergi ke kamarnya. Sebelum pergi, laki-laki itu menatap Asya sangat tajam, penuh kebencian. Asya sangat ketakutan, tubuhnya bergetar. Butiran bening itu terus menetes membasahi pipinya.

Asya langsung berlari keluar rumah. Ah, bagi Asya tempat ini lebih pantas disebut neraka, bukan rumah. Mungkin, bagi mereka rumah adalah tempat ternyaman, penuh kasih sayang. Tempat di mana mereka bisa merasakan kenyamanan, kebahagiaan, kehangatan dengan keluarga tersayang. Tetapi, itu semua tidak Asya temukan di sini.

Apakah Asya tidak ingin seperti orang lain, setiap hari bisa becanda bersama orang tua?

Bohong, jika Asya mengatakan tidak.

Apakah Asya tidak merindukan pelukan dari orang tua?

Bohong, jika Asya mengatakan tidak. Selama ia hidup, Asya tidak pernah merasakan pelukan hangat itu. Yang ia rasakan hanyalah, tamparan, teriakan, cacian, dan tatapan mematikan dari Papanya.

Di mana Ibunya?

Ah, sampai sekarang pun Asya tidak tahu di mana perempuan itu. Saat ia mencoba bertanya, Papanya selalu berkata, "Jalang itu pergi setelah melahirkan kamu!"
Asya tidak tahu siapa yang disebut jalang, apakah Ibunya?

Asya terus berlari tanpa arah, kakinya terus membawanya melangkah menjauhi rumahnya.

Dan di sinilah ia sekarang, di taman menangis seorang diri. Tidak ada yang peduli. Benar-benar gadis malang.

Kenapa Tuhan tidak mengambil nyawanya saja?

Kenapa Tuhan memberi cobaan yang sangat menyakitkan?

Apakah, kehadirannya di dunia ini tidak diinginkan?






L I E S Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang