Zahra PovKalian tau, awalnya aku tidak suka untuk pindah ke mumbai. Tapi demi melaksanakan almarhum kedua orang tuaku dan menghormati orang tuanya Faraz, dengan terpaksa aku mengikuti kemauan mereka. Tapi semenjak aku menemuinya, rasa bahagiaku kembali seperti dulu. Yah, semenjak kedua orang tuaku meninggal karena kecelakaaan delapan tahun yang lalu, aku menjadi pendiam, dan tak ingin berbicara dengan siapa pun. Hingga pada akhirnya aku di bawa ke kota ini, dan aku menemui mereka. Dan disini lah aku memulai kehidupan baruku, aku juga di sekolahkan di tempat Faraz. Ia sudah ku anggap seperti kakakku. Aku harus terbiasa dengan ini semua. Di tambah lagi aku dipertemukan kembali dengan laki-laki yang bernama Ayaan Zubair itu.
Setelah selesai pulang sekolah, aku membaringkan tubuhku. Ku tatap langit-langit kamar yang saat ini sudah menjadi milikku. Ingin rasanya ku tutup mata ini. Mataku mulai memberat. Dan sekarang aku sudah separuh sadar. Tapi ketika aku sudah mulai ke alam mimpiku, aku dikejutkan oleh seseorang yang mengetuk pintu kamarku.
"Zahra, apa aku boleh masuk?"
"Faraz" gumamku.
"Silahkan", lanjutku kembali.
Aku memposisikan diriku untuk duduk di sofa kamarku. Dan Faraz sudah duduk di sampingku.
"Zahra, apa kau masih merasa sedih?"
Aku tertegun dengan pernyataannya itu. Jujur saja, aku masih merasa sedih dengan kepergian orang tuakku. Luka yang ku tahan sejak aku kecil, belum sepenuhnya sembuh. Aku butuh waktu. Tidak mudah untuk menyembuhkannya. Namun aku tidak ingin menunjukkan kesedihanku ini kepada siapa pun termasuk orang tuanya Faraz, yang sudah ku anggap sebagai orang tuaku sendiri.
"Tidak, aku bahagia bisa berkumpul dengan kalian semua. Aku tidak ingin apa-apa lagi selain kebersamaan ini", jelasku sambil tersenyum.
"Baiklah"
"Ku harap kau akan selalu bahagia Zahra, dan aku berjanji akan selalu bersamamu dalam keadaan apa pun" lanjut Faraz kemudian memelukku.
Aku terkejut dengan tindakannya itu, tapi aku sadar ini adalah pelukan seorang kakak yang ingin memberi semangat kepada adiknya. Aku bisa merasakan kehangatannya. Aku sangat bersyukur bahwa Allah memberiku keluarga baru yang sangat menyayangiku.
"Oh ya Zahra, Ayah dan ibu menyuruh kita untuk berkumpul di ruang keluarga nanti malam"
Aku mengangguk mengerti. Faraz juga sudah pergi dari kamarku. Aku segera menutup kembali pintu kamarku. Dan aku segera melangkah ke arah jendela kaca besar yang ada di kamarku itu. Aku melihat deretan bangunan-bangunan tinggi di sana. Pikiranku mulai membuka memori lama tentang kedua orang tuaku dan dia.
🍃
Ayaan Pov
Saat ini aku tengah di serang oleh berbagai tugas yang diberikan sekolah. Untuk mencerna setiap soal saja rasanya begitu rumit. Di tambah lagi kakak ku sejak tadi mengganggu ku. Sesekali aku menghembus nafasku dengan gusar. Oh ayo lah, kepalaku rasanya sudah panas.
"Hey, kenapa tugasnya tidak kau selesaikan?" tanya Jannat.
"Kak, apa kau tau. Otak ku ini sudah panas. Dan kau memaksa ku untuk melanjutkan nya kembali? apa kau ingin otak ku terbakar?"
"Tidak! Ayaan sekarang kerjakan atau kau akan ku adukan ke ibu", ancam Jannat membuatku terpaksa mengerjakannya.
Satu ancaman yang mampu membuatku takut. Aku tidak ingin seorang ibu di masukan kedalam masalahku. Dia bisa mengeluarkan dua sifat, jika tidak sedih pasti amarah yang akan muncul. Sungguh aku tidak ingin itu terjadi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Love in Ayaan Zubair
RomanceSebuah perjalanan cinta remaja. "Aku dengan dia itu bagaikan langit dan tanah, dia di atas dan aku di bawah. Dia terkenal aku penggemar, jadi gak bakal mungkin. Walau aku tergila-gila dengannya." -Adzahra Queensi Gabrelia "Simple saja jika aku dan...