"Tanganmu!"
Ku lihat Faraz yang tiba-tiba saja datang menghampiri Zahra. Ku lihat ia begitu khawatir dengan Zahra. Kalian tau? aku tidak ingin berada di situasi ini. Langsung saja aku putuskan untuk berjalan kembali menuju kediamanku.
Tapi ada yang aneh ketika aku mulai berjalan, sekilas aku melihat Zahra yang melihat ku sambil tersenyum. Apa dia tidak waras? di saat ini tangannya terluka, tapi dirinya itu seakan tidak perduli. Bahkan Faraz yang sejak tadi sibuk membersihkan darah di tangannya.
Ku hembus nafas gusar. "Dasar aneh!"
Zahra Pov
Pagi ini aku sedang berada di balkon apartement, di sini banyak sekali
bunga-bunga yang di tata rapi sedemikian rupa. Apa lagi dapat ku rasakan sentuhan cahaya mentari pagi. Ku cium wangi-wangi berbagai bunga, harumnya ini tidak segan untuk melintas di hidung ku.Namun ketika aku sedang menikmati semua ini, tiba-tiba saja mataku ini melihat sosok yang mampu membuatku terkunci dalam satu tatapan. Ku lihat dirinya yang berjalan santai sambil memandang ponselnya, dan Handsfree yang menempel nyaman di telinganya. Di tambah lagi rambut nya basah. Sungguh menambah daya tarik tersendiri bagiku.
Aku tak mampu untuk mendeskripsikan wajahnya itu, aku tau bahwa kalian yang sudah mengetahui dirinya itu pasti merasakan apa yang kurasakan saat ini. Saat ini aku seperti di kisah nabi yusuf. Aku tidak sadar bahwa tanganku berdarah karena tidak sengaja menekan batang bunga mawar yang ada di depan ku ini. Aura dirinya itu membuaf aku terhipnotis, hingga aku juga tidak merasakan sakit di tanganku ini.
Kalian tau? saat ini ia melihatku, sungguh aku tidak bisa bernafas. Aku tau saat ini ia menatap ku heran, ia juga melihat ke arah tanganku yang sudah berdarah ini. Aku tetap saja tersenyum melihatnya, dan mataku ini tidak henti-hentinya memandangnya.
"Tanganmu!", tiba-tiba saja Faraz datang dan langsung memegang tanganku.
"Ti..tidak ini tidak apa-apa", ucapku sesekali melihat Ayaan yang masih melihat diriku.
Matanya yang indah itu sekali lagi mengunciku. Aku tidak perduli dengan ada yang di sekitarku. Aku terus saja melihat Ayaan. Tapi sedetik kemudian berlalu pergi tanpa menghampiriku.
Aku sama sekali tidak melihat ada rasa kekhawatiran di sana. Aku sempat merasa sedih atas ketidak perduliannya itu. Aku tau baginya aku ini orang asing, mungkin ia tidak mengingat apa pun saat ini. Tapi aku berjanji untuk membuatnya ingat kepadaku, rasa ketidak peduliannya itu pasti akan berubah jika ia tau diriku.
"Zahra, ini durinya sampai menempel di telapak tanganmu", ucap Faraz khawatir.
"Faraz, sudah biar aku saja yang membersihkan luka ku"
"Kau ini bicara apa? Aku akan membersihkan lukamu. Apa dirimu tidak merasakan sakit?"
"Tidak, sama sekali tidak", ku lihat Faraz yang masih sibuk membersihkan lukaku.
"Tidak ini tidak akan bersih, ayo kita pulang di sana aku bisa membersihkan lukamu"
Ayaan Pov
"Hey, kau dari mana saja?"
"Berlari santai di bawah"
"Benarkah?"
Apa-apaan ini. Jannat mengintrogasiku, apakah ia tidak tau bahwa aku merasa lelah saat ini.
"Ayaan", ucap jannat dengan tangannya yang masih setia memegang secangkir teh.
"Hm"
"Kau tau?"
"Tidak"
"Ck, aku serius Ayaan"
Aku menghembus nafasku gusar. "Ada apa jannu?"
Ia masih tetap tak bersuara, sambil menunggu ucapan darinya itu aku melemparkan diriku ke atas sofa.
1 detik
2 detik
3 detik
4 detik
5 detik
"Aku menunggu!", ucapku menyindir Jannat.
"Ada apa?"
"Apa? sejak tadi aku menunggumu Jannu!"
"Menunggu? apa yang kau tunggu", jawabnya sesekali menyenduh minuman teh itu.
Dia ini, sungguh membuat diri ku kesal. Dari pada aku di buatnya semakin kesal, langsung saja aku beranjak pergi menuju kamarku. Aku akan menenangkan tubuhku di sana. Ya aku tau saat ini Jannat tersenyum puas kepadaku, sekarang baru ku sadari bahwa ia hanya menjahili ku. Lihat saja aku akan membalasnya.
Sekarang saat ini aku berada di kamarku. Entah mengapa tiba-tiba saja langkahku ini menuju di sebuah nakas, tepat berada di samping kasurku. Aku melihat ada kotak kecil berwarna biru di sana. Tanganku saat ini sudah memegang kotak kecil itu. Lalu ku buka kotak itu, dapat ku lihat sebuah gelang di sana. Gelang kecil yang sudah sedikit patah.
Aku tersenyum, lalu aku mengusap gelang itu pelan. Gelang ini membuatku merasa nyaman, seakan diriku merasa dia ada di dekatku. Dia adalah sebuah alasanku untuk tidak memiliki perasaan dengan gadis lain. Aku sudah menyukainya sejak umurku 10 tahun. Aku jadi teringat sebuah janji Faraz, lagi-lagi aku tersenyum bila mengingatnya.
"Jika kau menyukai benda, sesuatu dan apapun lebih dulu dariku, maka aku berjanji tidak akan mengambilnya darimu"
Janji Faraz kepadaku yang berlaku hingga kini, ia tidak akan menyukai sesuatu yang aku sukai. Apa lagi jika aku menyukai sesuatu itu terlebih dahulu. Sungguh jika aku mengingat masa laluku, aku dibuat tertawa sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love in Ayaan Zubair
RomanceSebuah perjalanan cinta remaja. "Aku dengan dia itu bagaikan langit dan tanah, dia di atas dan aku di bawah. Dia terkenal aku penggemar, jadi gak bakal mungkin. Walau aku tergila-gila dengannya." -Adzahra Queensi Gabrelia "Simple saja jika aku dan...