PROLOGUE

4 0 0
                                    

Ketukan demi ketukan terdengar semakin jelas seiring dengan kalimat yang mengalur pada layar persegi. Wanita itu seakan tak lelah meski saat ini jarum panjang telah berada tepat di atas, tanda sudah dini hari.

"Enak sekali ya berkomentar sesuka hati" Gerutu gadis pemilik benda persegi tersebut, beberapa kali ia tampak memutar bola matanya tanda kesal.

Sesekali ia menyesap cokelat panas yang tak lagi panas itu. Tampak cangkir itu sudah dipenuhi sisa-sisa cokelat disekitarnya, menunjukan bahwa minuman tersebut telah diminum lama.

"Awas saja kalau memang fakta, akan kubuktikan data-datanya. Tunggu saja kalian para penggemar labil" Gadis itu memutuskan itu menutup laptopnya dan meletakan sembarangan.

Ia melipat tangannya dan meletakan kepala sambil menutup mata. Sekelebat kenangan masa lalu terus berputar tiada henti. Bentakan, makian, ocehan, gerutuan, hinaan yang seakan sudah kenyang ia terima.

Rintikan hujan mulai membasahi jendelanya, secepat kilat gadis itu beranjak dari kursinya dan berjalan cepat menuju jendela kecil yang terletak di ujung kamar berwarna toska tersebut.

Ia terlihat tergesa membuka jendela kecil itu dan menampakan kepalanya ke luar, menikmati aroma itu. Menangkan. Penuh rasa emosional dan ketenangan yang seakan berpadu di kepalanya sampai ia tak dapat membedakan keduanya.

Aroma itu membawa kembali kenangan indah masa kecilnya, begitu manis saat kedua orangtuanya masih bersama. Namun, kesedihan itu dimulai saat wanita lain hadir dalam keluarganya, merebut ayah tercintannya dan membiarkan ia sendirian. Sosok ibu yang ia harapkan dapat menjadi penyejuk di kala panasnya suasana kala itu, ternyata menjatuhkannya begitu dalam.

Ibu yang dulu begitu penyayang, seiring berjalannya jalan justru menjadi kerikil terjal untuknya dalam meraih mimpi yang ia inginkan selama ini.

Gadis itu, Jihan Maira Gunadya.

..............

Di sisi lain

"Begitu bebasnya berkomentar sesuka hati" Pria berperawakan dingin itu terlihat sibuk bermain dengan gawai pintarnya.

Ia memutuskan untuk mengetik beberapa kalimat demi kalimat pada unggahan yang nampaknya cukup menarik perhatiannya.

"Gadis menarik yang tak pernah gagal membuat penasaran" Senyum kecilnya terukir seiring dengan ponsel yang ia matikan dan ia lempar begitu saja ke atas ranjang berpola army.

Pria itu berjalan pelan menuju balkon kamar megahnya, melihat langit gelap sambil memegang ujung balkon yang terasa dingin.

"Tampaknya hujan sebentar lagi turun" Ia menengadahkan kepalanya dan benar saja, rintikan hujan mulai turun mengenai wajah mulusnya. Ia memejamkan mata dan mulai menghirup napas panjang.

"Aroma ini tak pernah lelah menguasai pikiranku" Pria itu seakan tak bosan dengan aroma yang menurutnya menenangkan itu, sambil memainkan jari-jari di atas balkon yang mulai basah.

Ia memang dingin dan menyukai aroma yang dingin pula, namun tidak lah dengan sifatnya. Ia memiliki kehangatan di dalam hatinya, namun cukup dalam untuk dapat diraih.

TOK...TOK...TOK

Ketukan pintu dari luar yang membuatnya tersadar dari lamunan dan aroma yang menenggelamkannya.

"Chaka? Tolong buka pintunya, ayah memanggilmu" Suara wanita paruh baya terdengar jelas

"Baik, aku turun" Setengah teriak pria tersebut menyahut.

Meski setengah hati harus rela terganggu saat menikmati aroma kesukaannya, namun pria itu tetap turun dengan perasaan campur aduk.

Dan dia, Chaka Azri Mahawira.

.........................................

©2020 Abdi K Tresna

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 05, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

PetrichorWhere stories live. Discover now