2

32 10 7
                                    

"Ke Happy Grand Mall yah, Pak," ucap Khanza tergesa-gesa.

Pagi ini, dia sedang ada meeting antar karyawan. Celakanya, ia terlambat bangun. Salahkan salah satu stasiun televisi yang menayangkan film layar lebar semalam hingga membuatnya begadang.

"Maaf, tapi taksinya saya yang cegat."

Khanza menoleh. Menatap horror seorang Pemuda yang duduk manis di sampingnya.
Kapan dia masuk?

"Tapi kan saya yang masuk duluan."

Pemuda itu mendengus kemudian keluar tanpa banyak bicara.
Kesal sih, tapi lebih baik mengalah. Malas berdebat dengan perempuan. Tidak akan ada habisnya.

Khanza melongo, kemudian melongok di jendela.

"Kok keluar? Gak mau barengan?"

Pemuda tadi menatap Khanza seakan gadis itu telah membunuh satu nyawa pagi ini.

"Gila, yah?"

Khanza melempar pemuda itu dengan tissue bekas kemudian menyuruh sang sopir berangkat.

Kebaikannya pagi ini di sia2kan.

--

"Za, mobilnya bentar lagi dateng. Tapi gue lupa ambil power Bank gue di atas. Lo tungguin, yah. Cuma bentaran kok."

Khanza mengangguk pelan. Daisy memang pelupa.

Beberapa menit kemudian sebuah mobil berhenti tepat di hadapan Khanza. Tanpa bertanya dan mengecek, Khanza masuk. Duduk santai di belakang kemudi sembari memainkan ponselnya.

"Tunggu sebentar yah, Mas. Temen saya lagi ke atas. Dia kelupaan sesuatu," ujarnya ramah. Sempat melirik ke arah supir taksi.

Yah, sayang wajahnya tak terlihat karena tertutup masker. Hanya dapat melihat tatapannya yang tajam dengan dahi yang berkerut.

Pemuda itu balik meneliti wajah Khanza. Dengan rambut ombak yang tertata rapi gadis itu terlihat sangat manis meski tergurat garis kelelahan di wajahnya. Tapi...

"Kamu perempuan yang tadi pagi, kan?" pekik pemuda itu tertahan.
Ia ingat betul wajah gadis kurang ajar yang melemparinya tissue pagi tadi.

Khanza mendongak. Menatap pemuda bermasker yang tak ia kenali.
"Salah orang kali, Mas," bantahnya kemudian kembali memainkan ponselnya.

"Saya gak mungkin lupa sama wajah kamu."

Khanza mengernyit. "Aduh Mas. Gak usah ngegombal. Saya udah sering dapat gombalan macam ini sama supir."

Geram, pemuda itu menarik ponsel Khanza. Menyimpannya rapat di dalam dashboard mobilnya.

"Saya orang yang kamu lemparkan tissu tadi pagi."

Wajah kesal Khanza berganti dengan tawa yang meledak memenuhi penjuru mobil.

"Astaga. Maaf loh, Mas soal kejadian tadi pagi. Abisnya tuh saya kesel karena Masnya itu menyia-nyiakan kebaikan saya."

"Sekarang, kamu turun dari mobil saya."

Tawa Khanza pudar.
"Mas mau, gak saya kasi bintang? Berani-beraninya berlaku gak sopan sama pelanggan."

Pemuda itu berbalik menatap Khanza kesal. "Saya bukan supir. Ini mobil saya jadi silakan kamu turun."

Khanza akhirnya turun dengan terpaksa karena nada bicara pemuda itu membuatnya takut.

"Astaga, Lo dari mana sih?" pekik Daisy yang sedari tadi mencari Khanza.

Khanza cemberut. "Gue nungguin lo dalam mobil yang lo pesen. Tapi batalin aja deh, Dai. Sopirnya nakutin."

"Mobil yang mana?"

Khanza menunjuk sebuah mobil yang sudah berlalu dengan dagunya.

Daisy mengernyit. "Supirnya di sana, Za. Lo salah masuk mobil."

Khanza meringis. Lagi-lagi, Khanza merasa sangat bodoh.

--

TBC

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 09, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cinta Dua HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang