PROLOG

6.5K 269 34
                                    

hai haii, jangan lupa tekan ⭐ di pojok kiri bawah, yowww, thankiss!!


Pada pagi hari, dengan matahari yang bersinar disela-sela langit pagi yang nampak kebiruan. Burung-burung berkicauan hinggap di pohon, terbang melewati sebuah sekolah yang nampak elite dan terkesan mewah.
Plang bertuliskan, "Xeevara High School" terpampang jelas di depan sekolah.

Hari ini adalah tahun ajaran baru, maka dari itu banyak siswa-siswi baru yang akan melaksanakan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah. Segerombolan penghuni sekolah berlarian, seolah-olah seperti dikejar Bendahara untuk membayar tagihan uang kas kelas.

Dari dalam mobil mewah, terdapat seorang remaja yang baru saja menginjak kelas 11, tengah berdecak kesal karena mobilnya jadi sedikit terhambat untuk masuk ke dalam sekolah.

Alga Antares Xeevara, yang kerap disapa Alga tersebut melempar tatapan tajam diiringi wajahnya yang ditekuk. Pria berdarah campuran Jerman tersebut merupakan anak bontot dari pemilik sekolah, ia mempunyai kakak kembar yaitu Adeva dan Adelyn yang kini menginjak kelas 12.

"Ck, ini pada dikejar rentenir apa ya, buru-buru amat jalannya," ucapnya pelan. Melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 06.40 WIB.

Saat jarak mobilnya dan gerbang tinggal beberapa meter lagi, Alga menyerengit bingung karena melihat gerbang sekolah sudah tertutup rapat.

"Waduh, gak salah nih? Kok jam segini gerbang udah ditutup?" celetuknya. Beberapa detik kemudian, Alga menepuk jidatnya pelan. "Oh iya, gue lupa, jam tangan yang ini kan mati, batrenya abis! Jadi ngaco deh."

Alga menghela napasnya berat, kemudian bersiap untuk turun dari mobilnya sambil menaruh tas dipundak kanannya. Sebenarnya, hari ini ia nekat sih membawa mobil, karena ingin terlihat keren saja, apalagi terdapat banyak siswa-siswi baru, siapa tahu ia akan makin famous. Ya, sikapnya sangat percaya diri.

Alga berhenti di depan pintu gerbang, menatap ke atas, berniat untuk melompat. Tetapi, ia tersentak saat seseorang menangis dengan suara melengking. Alga pun refleks menyerengit sambil menutup kedua telinganya.

"Huaaaa, Mami, Papi!! Monly terlambat masuk... " ucapnya sambil sesenggukan.

Alga gadis tersebut dari bawah, menggunakan sepatu full hitam, menggunakan androk biru, seragam putih yang terdapat logo bunga bintang berlatar kuning di sakunya-logo anak SMP-rambutnya dikepang tunggal, serta menggendong tas pink pastelnya. Tak lupa name tag yang dibuat dari kertas A5 dikalungkan menggunakan tali pada lehernya.

"Suttt, malah nangis lagi. Kalo lo nangis, gak bakal nemu jalan keluarnya!" timpal Alga sedikit ketus. Memang seperti ini nada bicaranya. Tetapi kalau boleh jujur, telinganya terasa seperti mendengung apabila pendengarannya menangkap suara yang nyaring.

Gadis itu pun menatap Alga dengan mata yang bulat, hidungnya sudah memerah dan detik selanjutnya bibirnya mengerucut bersiap untuk menangis.

"Huaaaaa!"

Alga mengusap-usap telinganya yang memerah. Ia paling tidak suka bila ada yang menangis, apalagi suara seperti ini, macam terompet.

"Ssssttt jangan nangis, cup cup... " ia mulai panik, lalu menelusuri pandangannya ke sekitar, waspada takut difitnah berbuat yang tidak-tidak.

Alga menepuk pelan jidatnya lagi, baru ingat kalau sekolahnya ini merupakan sekolah yang didirikan penuh oleh sang Papa.

Kemudian ia berjalan mendekat ke arah Pos Satpam, berniat meminta bantuan.

"Pak Otong baik hati, saya doain semoga dompet Pak Otong bisa setebal kumisnya Pak Otong. Apakah saya boleh meminta bantuan?"

Alga tersenyum manis sambil menunjukkan giginya.

ALGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang