lebih dari sekadar teman

1.3K 158 18
                                    

"Bunda," Prilly memanggil Tante Kasih yang sedang sibuk berkutat di dapur lebih tepatnya sedang memasakan untuk jadwal makan siang di keluarga mereka.

"ada apa?" tanya Tante Kasih sambil menatap Prilly yang berdiri di belakangnya dengan baju daster. Prilly memang begitu jika sedang di rumah, bajunya tidak neko-neko kalau tidak daster ya baju babydoll.

"aku mau bantu masak juga," kata Prilly kemudian melangkah mendekati Tante Kasih. Ia mengambil sayuran yang belum dibersihkan namun sudah tergeletak di atas meja dapur. Dengan telaten ia mulai mengupasnya kentang, dan wortel lalu mencucinya. Selanjutnya sayuran yang lain juga turut dicuci lalu memotongnya.

"ini sayurnya mau di masak apa bun?" tanya Prilly.

"mau dibuat capcai aja," sahut Tante Kasih. Prilly melanjutkan memotong sayuran tersebut. Setelah selesai memotongnya ia menyalakan kompor di sebelah Tante Kasih yang sedang menggoreng udang tepung. Dengan lihainya ia mulai memasak sayuran itu dengan dicampur bumbu-bumbu yang tersedia. Setelah merasa cukup matang ia pun mulai mematikan kompornya, menaruh masakannya di mangkuk besar yang sudah tersedia.

"Nona Prilly ini ada telpon," Jule menghampiri Prilly yang sedang sibuk memasak.

"siapa?" tanya Prilly.

"ya saya mana tahu, di sini tertera My Prince," sahut Jule nyaring, sedang Prilly sudah melotot ke arahnya. Tante Kasih hanya menggeleng saja ketika mendengar asisten dari anaknya itu menyebutkan nama kontak yang tertera.

Prilly mengambil ponselnya dari Jule, lalu menerima panggilan dari si penelpon yang ia beri nama My Prince
sangat manis sekali nama itu.

"Assalamu'alaikum bidadari," suara penelpon yang berat ditambah dengan kata kiasan mampu membuatnya berdegup-degup menahan rasa panas di pipinya.

"wa'alaikumsalam," sahut Prilly sambil menggiti bibir bawahnya menahan pekikan tertahan.

"kenapa menelpon," aih pura-pura bertanya kenapa menelpon padahal ditelpon tiap jam pun ia rela, dasar Prilly Sagita.

"memangnya tidak boleh?" tanya si penelpon dengan suara lembut bagai candu. Andai si penelpon ada di hadapannya ia pastikan takkan lolos dari kecupannya, kadang Prilly seagresif itu.

"tidak boleh," sahut Prilly namun dengan nada di buat-buat membuat si penelpon terkekeh di seberang sana.

"jadi tidak boleh, baiklah aku matikan saja." si penelpon menggoda balik.

"Aaa tidak boleh, jangan dimatikan aku masih rindu." Prilly merengek membuat si penelpon benar-bener tertawa mendengarnya. Andai Prilly ada di hadapannya mungkin ia akan mencubiti pipi Prilly yang sangat kenyal itu.

"tadi tidak boleh, sekarang mau dimatikan juga dilarang. Lucu sekali Bidadariku ini, apa kabarmu sayang?"

"aduh apa kamu memanggilku apa tadi, tidak kedengaran."

"bidadariku," sahut si penelpon.

"bukan yang itu, yang satunya tadi apa pas di akhir kata, gak kedengaran." sebenarnya Prilly mendengar jelas, namun tabiatnya saja suka menggoda orang.

"iya sayangku, puas?"

"nah gitu dong, kabarku buruk." sahut Prilly jail. Membuat si penelpon panik dari seberang sana.

"hei kamu sedang sakit atau kenapa, kok buruk?"

"iya aku sedang sakit," Prilly masih betah dengan kejailannya.

"lalu sekarang kamu di mana, di rumah atau di rumah sakit?" tanyanya

"di rumah, karena sakitku ini sulit disembuhkan."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 07, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RASA INI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang