Sudah Berlalu

4 0 0
                                    

"Cling!" suara bell lift berbunyi begitu light membentuk angka 17, tanda sudah sampai ditujuan. Pintu pun segera terbuka pada sebuah ruangan tunggu dengan sebuah kursi kulit hitam membelakangi dinding kaca dengan pemandangan rumah-rumah disana. Semangat. Langkah kaki lebar segera diayunkan memburu waktu yang bersisa 2 menit lagi sebelum pukul delapan tepat. Apalagi masih ada mesin fingger print yang harus dilewati, dimana kaca pembaca sidik jari sering kali sulit membaca akibat kotor terkena puluhan jari yang melewatinya.

Untung pagi ini sekali tekan, mesin langsung mengizinkan untuk masuk.

"Hore!" Miko langsung mendorong pintu kaca tapi ada laki-laki tinggi yang biasa dipanggil ko Micha sudah berada di depan pintu bagian dalam ingin segera keluar. Laki-laki itu langsung melesat tidak memperdulikan Miko. Bahkan tersenyum pun tidak. Yee...

Menyebalkan sekali orangnya, sombong minta ampun. Kenapa sih, orang seperti itu ada dan hidup di dunia ini?

"Pagi!" sapa Miko pada Lena dan Ririn yang nyaris tidak pernah kesiangan. Selalu sudah ada ditempat sebelum jam menunjukan pukul delapan.

"Tumben siang Mik?" tanya Lena.

"Iya, kesiangan. Gara-gara mimpi aneh. Masak aku pergi wawancara tapi ruangannya gelap. Begitu ada banyak yang mau wawancara. Sudah begitu aneh-aneh pula orangnya."

"Mungkin tanda harus segera lulus dari sini," ledek Lena.

"Mungkin," jawab Miko tersenyum kecut teringat lagi tiap-tiap detail mimpinya semalam yang seketika kembali membuat getaran aneh hingga menciptakan gemuruh di lambung yang menghentak-hentak ingin menaiki saluran kerongkoan menuju mulut. Jangan...Diaturnya lagi nafas dan dihempas jauh-jauh bayangan-bayangan mimpi yang masih memenuhi kepala, dengan dipenuhi bahwa hari bukan lagi seorang pencari kerja. Tapi seorang pekerja yang...BERPRESTASI.

Senyuman pun mengembang memandangi email yang dikirim kantor outsourching di BSD sana, "WALL OF FAME & WALL OF SHAME THIS MONT". Sudah pasti wajah manis yang tidak pernah tersenyum di foto itu berada di lima jajaran fame karena selalu datang tepat waktu untuk absensi bulan lalu bersama pegawai-pegawai lain yang ditugaskan dikantor outsourching lainnya.

Wajah puas pun memancar seolah mengatakan, "Hai, buat semua perusahaan yang sudah menolak. Look at me now ... I'M FAME!"

"Dreeet!" handphone bergetar dengan sebuah notifikasi moment last year. Ada apa ya beberapa tahun yang lalu? Handphone pun loading sebelum akhirnya menampilkan satu per satu moment dari status yang pernah dibuat hingga foto-foto yang pernah di upload ditanggal hari ini. Alay banget deh. Senyuman pun mengembang seiring memori terbuka akan apa yang sudah terjadi. Sampai akhirnya pada sebuah foto yang diupload 2 tahun yang lalu, satu-satunya foto Miko yang tersenyum di depan Merlion Singapore bersama seorang laki-laki yang menyentuh bahunya.

Kenapa ini dimunculin sih? Miko melempar handphonenya.

"Wuih, foto di Singapore? Kapan tuh?" tanya Yolie yang baru saja datang sambil memandangi layar handphone Miko yang tergeletak disudut . "Ah, ini mah foto lama ya? Masih kurus banget. Itu sama siapa Mik?" tanya Yolie lagi sambil menarik kursi dikubikel sebelah tempat duduknya.

Miko tersenyum. Perih. Tidak ingin menjawabnya.

"Kantor lama ya?" tanya Yolie lagi.

Miko mengangguk.

"Itu yang kamu bilang training di IBM itu ya?"

Miko kembali mengangguk.

"Keren, rasanya kayak apa ya. Training keluar negri seperti itu?" tanya Yolie lagi.

"Menyebalkan," jawab Miko asal. Langsung menutup handphonenya.

Yolie pun memandangi bingung. Seperti ada nada khusus. Perih. Sakit hati. Sehingga tidak berani bertanya lagi. Lebih baik menyalakan komputer lalu melihat email-emailnya saja.

Sudahlah, semua sudah berlalu.

Diambilnya headset dan diputar lagu up beat untuk memulai hari melakukan testing mengikuti skenario-skenario yang sudah dibuat, hingga menemukan bug untuk dikirim ke developer agar diperbaiki.

***

JOBSEEKERWhere stories live. Discover now