Kabar Mengerikan

9 0 0
                                    


Miko memandangi kubikel Mia yang sudah kosong ditinggalkan penghuninya. Masih belum ada pengganti. Pekerjaan yang biasa ditangani Mia dilimpahkan ke Yolie. Itu sebabnya selama seminggu ini Yolie tidak henti ngomel tanda tidak setuju. Pekerjaannya yang sudah banyak semakin banyak akibat terkena limpahan, belum lagi ada banyak hot fix yang harus segera ditest akibat Mia tidak teliti sehingga menimbulkan banyak masalah.

"Kapan gue testing kerjaan-kerjaan gue. Dipikirnya testing beginian gampang kali ya. Sudah servernya beda, cari kerjanya juga beda. Masih disuruh paralel. Paralel macam apa!" omel Yolie disebelah kubikel Miko. Omelan kesekian yang sudah didengar Miko sepanjang hari ini.

"Yolie, pliss deh. Semakin banyak loe mengeluh. Semakin berat itu kerjaan. Mendingan loe kerjain sebisa loe aja deh," sahut Miko.

"Masalahnya ya Mik, ini semua sudah ditagih semua. Emangnya badan aku ada sepuluh. Mana bisa menyelesaikan kerjaan bareng-bareng. Emangnya testing itu gampang apa ya. Semua orang kayanya mengagap remeh kerjaan Quality Control. Nanti ada kenapa-kenapa di production langsung main cut, katanya enggak becus testing. Kalau begini gimana mau becus testing coba. Diuber-uber, mending testing ditempat yang sama. Server beda. Data beda. Semua beda!"

"Ya, begitulah. Semua orang memang selalu meremehkan pekerjaan Quality Control," jawab Miko berdiri dari kursinya memandangi tidak minat BRD baru yang harus dipelajari sebagai bahan testing nantinya. "Aku ke toilet dulu deh. Stress!"

"Jangan lama-lama, nanti dibilang buang-buang waktu lho. Terus di cut deh!" ledek Yolie sinis.

"Iya, terus nganggur. Test-test sampai gila deh!" sahut Miko tidak kalah sinis akibat stress. Takut di-cut seperti Mia. Benar-benar sudah muak jika harus test-test lagi. Wawancara lagi. Gagal lagi. Seketika perut Miko mual. Mencari kerja di Jakarta yang konon kota sejuta pekerjaan tidaklah mudah. Itu pernah terjadi saat keluar dari kantor sebelumnya akibat bermasalah dengan boss. Lima bulan kemudian baru mendapat lagi pekerjaan dengan tabungan seadaanya sehingga terpaksa hidup sehemat mungkin. Makan nasi dengan 3 lembar kol yang diberi sedikit mayonise murah atau makan nasi dengan kerupuk seharga tujuh ribu rupiah yang jika digoreng bisa untuk lauk satu bulan.

Nafas Miko pun seketika menjadi sesak. Sangat berat untuk menghirup udara untuk memasuki paru-paru. Buru-buru dimasukinya toilet yang kosong tanpa satu orang pun. Miko pun mendorong pintu bilik paling pojok, lalu mengunci rapat-rapat. Duduk diam terbayang menjadi pengagguran, kesulitan mencari kerja. Ditolak sana-sini.

Air mata pun seketika itu pula menggenang, hingga akhirnya tumpah membentuk aliran menuruni pipi. Berguguran satu demi satu, hingga akhirnya menjadi aliran deras seriring lirih isak tangisan memenuhi bilik itu. Bergetar. Ketakutan.

Tolong, jangan lagi Tuhan!

"Brak!" pintu toilet di dorong kasar.

"Enggak tahan!" teriak sesorang dipintu yang langsung menuju bilik disebalah Miko. Suara ikat pinggang disusul bunyi sleting dibuka serta pantat menumbuk permukaan kloset terdengar kemudian. Hanya dalam hitungan detik suara kentut dan sesuatu yang berjatuhan ke dalam kloset memenuhi seluruh toilet. Bau.

Ini siapa sih? Kurang aja banget?! Miko mengambil tisu untuk menutup hidungnya. Agar aroma tidak langsung menjilati syaraf-syaraf hidungnya. Menjijikan. Air mata yang berderai pun pupus. Rasa sedih pun melayang. Hilang. Tak berminat bahkan berubah menjadi marah. Sudah tidak nyaman lagi untuk berduga. Lebih baik kembali ke ruangan kembali bekerja.

Sayang, belum sempat membuka pintu bilik. Pintu kembali didorong dengan lebih pelan. Dua langkah berderap-derap menjilati lantai beriringan menciptakan ragu yang menyelimuti hati untuk membuka pintu itu. Seperti aib jika keluar dari bilik toilet disaat ada orang lain yang masuk. Lebih baik menunggu mereka selesai baru keluar.

"Selamat ya Cha, loe emang cocok jadi leader QC baru!" puji seseorang pada Micha.

"Iyalah, gue gitu. Pokoknya gue bakal bikin pembaruan di QC!" suara air kencing menyentuh dinding closet terdengar.

"Emang mau bikin pembaruan apa?"

Hanya suara air kencing menyentuh kloset yang terdengar, "Pangkas orang-orangnya. Sadar enggak sih loe kalau kebanyakan. Masak timnya ada 17 orang. Ngapain aja tuh. Toh, gue sering lihat pada ngobrol juga. Kalau di gue sih cuma butuh 7 aja cukup lah."

"Yakin loe?" bersamaan dengan suara tombol flush terdengar.

"Iya, yakinlah. Kapan sih gue enggak yakin?!" suara tombol flush terdengar. Kemudian derap langkah menuju washtafel, suara air mengalir dari kran dan terakhir pengering tangan.

"Eh, anak loe yang sakit apa kabarnya?" tanya teman ko Micha bersamaan dengan suara pintu dibuka. Kemudian pintu ditutup dan mereka masih terus mengobrol disepanjang lorong.

Miko sendiri masih terus berada didalam bilik. Terdiam. Mematung dengan tangan gemetaran memegangi tuas pengunci pintu. Seketika itu pula lututnya lemas. Lunglai dan terjerempah ke lantai terseret gravitasi.

Pegawai asli yang berada di QC ada 4 orang. Tiga orang berasal dari kantor outsourcing yang masih satu saham sama dengan kantor ini. Sisanya, termasuk Miko didalamnya dari kantor-kantor lain. Artinya, jika ko Micha hanya membutuhkan 7 orang...10 orang dari kantor outsourcing lain adalah kandidat terbesar yang akan didepak.

Termasuk Miko di dalamnya?!

Miko pun semakin luluh lunglai. Bayangan mencari kerja hingga melewati 59 test dan wawancara serta puluhan seleksi dokumen pun memenuhi kepala. Makan dengan nasi berlauk potongan kol serta mayonise pun kembali terasa memenuhi rongga mulut serta krongkoang. Begitu dekat. Begitu nyata di depan sana.

Pliss, jangan lagi Tuhan...

"BROTT!" suara kentut kembali terdengar dari bilik sebelah. Bau pun menyebar keseluruh penjuru toilet. Namun, kali ini Miko tidak mampu merasakan lagi semerbak baunya yang menerikan itu. Rasa takut yang mendera telah melumpuhkan syaraf-syaraf di hidungnya. Mematikan segala rasa, kecuali getaran-getaran hebat yang segera memenuhi seluruh tubuhnya, menciptakan gejolak hebat yang berpusat diperut. Mendidih. Bergemuruh. Mendesak-desak naik memenuhi saluran krongkongan hingga akhirnya tiba di tenggorokan. Mendesak. Merengsak. Mulutpun terpaksa terbuka merasakan getir, pahit rasa yang berbeda tidak seperti saat memasukinya pertama kali yang manis.

Pliss, jangan lagi Tuhan...

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 05, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

JOBSEEKERWhere stories live. Discover now