Prolog

11 1 0
                                    

Matahari mulai tersenyum kedunia terlihat cahaya yang terang menyambut makhluk bumi dari tidur lelapnya. Tapi aku? Aku dengan malas membangkitkan kaki untuk bergerak. Bahkan aku menduduki badan di atas Kasur saja aku harus bersusah payah. 'hah ada apa dengan hidupku?' . Aku melihat cahaya yang semakin terang dan perlahan masuk kedalam retina mataku. Melihat dunia luar yang begitu luar biasanya bosan. Hidupku yang berjalan layaknya berjalan diroda, berputar dengan arah yang sama, dan diporos yang sama. Tapi tetap saja aku menikmati semuanya. Ya, semua kejadian, peristiwa yang aku alami membuatku trauma. Aku lebih asyik dengan kesendirian ku ini. Ya jauh lebih aku sendiri tanpa orang lain. Aku mengecek Handphone ku penuh pesan dari Galih
"Naya, kamu baik-baik saja kan?"  hah, aku malas sekali berbicara dengan orang lain dulu saat ini.
Bukan, bukan berarti aku tak mau bersosisalisasi. Tapi, aku jauh lebih baik sendiri, karena kesendirian ku ,aku dapat menjadi diri sendri tanpa harus berbohong depan orang lain. Seperti tersenyum disaat ku bersedih. Ku akui itu sangat melelahkan. Dunia memanglah kejam Bahkan, kesatria kuat pun pasti akan menyerah juga.  Tiba-tiba saja aku teringat lagi kejadian itu, kejadian yang membuatku trauma. Seandainya aku bisa menahan batinku dan aku tak terlalu cinta. Mungkin, tidak akan seperti ini jadinya. Menyesal? Sangat! Aku sangat menyesal. Walaupun itu tidak membuatku rusak seutuhnya. Tapi, itu membuatku muak. Dia meninggalkan aku begitu saja setelah apa yang terjadi. Seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Entah terbuat dari apa hatinya, minta maaf saja tidak, menyesal? Kalian sudah pasti tahu jawabannya. Tidak. Dan aku juga mengikuti semua alur yang berjalan begitu saja, aku mengaggap semua tak terjadi apa-apa walaupun aku tahu, aku hancur. Bagaikan cermin yang dilempar ke permukaan tanah. Bodoh? Ya aku bodoh dengan diriku sendiri. Hm, aku senang sekali menyalahkan diriku sendiri.
Ayolah diriku lupakanlah buku hitam mu. Kau hanya perlu membuangnya ,itu saja. Kenapa diriku sulit sekali. Aku berdiri dan mengusapkan wajahku yang terlihat buruk.  Aku tak memperdulikan diriku belakangan ini. Ah, hari ini aku ada jam kuliah aku harus bergegas agar tak terlambat. Jujur saja aku tak menunda-nunda waktu ketika jadwal ku padat. Ya ini lah diriku.

Dengan jaket biru mebaluti tubuhku dan tas selempang bahuku.Ku menaiki  sepeda merahku yang cantik kearah kampusku. Aku Kanaya si anak kacamata jurusan sastra bahasa. Aku memang suka dengan hal dunia tulis menulis, bahasa, buku dan budaya. Aku senang melihat lingkungan sekitarku, karena begitu aku dapat ide untukku amati dan aku tulis dalam karya-karyaku. Aku anak sastra  wajar sajakan aku suka dengan menulis?. Aku menggayuh sepeda ku dengan kencang, bahkan angin menerpa wajahku dan rambut terbawakebelakng oleh angin. Ku lihat jam yang melingkar pergelangan tangan, 'ah sudah pukul 07:30. Aku harus cepat' . waktu sungguh begitu cepat, tak terasa ya?


Sampai sudah sepeda bututku nan cantik ini di parkiran kampusku .  aku berjalan melewati gedung kampus yang amat besar ini. Melewati mahasiswa-mahasiswa yang berlalu lalang dengan teman sebelahnya. Dan melihat, hah aku tidak ingin kusebutkan. Dia , Andi Cakrawala, mahasiswa yang selalu berprestasi di prodinya. Yang selalu di puji mahasiswa-mahasiswa lainnya. Ku akui dia kelihatannya tidak seperti laki-laki brengsek dimata orang lain. Dia selalu bersikap ramah, tersenyum, dan sopan. Iya itu dulu, saat aku pertama kali bertemu dengannya.  Dia bagaikan bak malaikat siapapun orang yang melihatnya  pasti akan terpikat. Bahkan seorang wanita yang didekatinya. Dan benar, sekarang dia dekat dengan wanita lain. Cih , semoga dia tidak menyesal seperti aku saat ini. Aku dan Andi menyukai satu sama lain saat itu, tapi kau tahu? Dia tak ingin hubungan ku dia umbar karena dia merasa itu akan mengganggunya sebagai mahasiswa karena dia sedang berjayanya sekarang. Takut ia di cemoohkan teman-teman yang lain karena mempunyai hubungan dengan ku. Pertama aku merasa sakit hati saat itu, tapi ku berpikir 'ah benar juga nanti aku pasti akan di ejek-ejek oleh mahasiswi yang dekat dengannnya' dan akhirnya aku pun menyetujuinya.
Aku menjalani hubunganku dengannya dalam diam. Aku berdua dengannya hanya saat waktu orang-orang berlalu lalang mulai sepi. Aku tahu betul, bahkan rasa hangatnya masih terasa ditelapak tangan ku. Dia menggenggamku dengan erat, bahkan ia tak mau melepaskan tanganku. Dia adalah laki-laki yang berpostur tinggi, rambut tebal berponi. Aku melihat wajahnya harus mendongakan kepalaku dan baru ku bisa melihat wajahnya , dan dia melihatku juga harus menunduk.
Ah, tiba-tiba kenangan itu mulai tayang di otak ku sungguh ini membuatku rindu sekaligus benci. Aku sebenarnya masih berharap untuk mengulang itu semua. Tapi aku tak mau mengulangi sikapnya yang kurang ngajar kepadaku
Bisakah tuhan memberikanku keajaiban?

Aku telah sampai parkiran belakang kampusku, lalu seseorang menghampiriku. laki-laki berpostur tubuh tak terlalu tinggi, rambut depannya yang mulai memanjang dan memakai baju sesuka hati. Dia memakai baju putih dan tas selempangnya.


Dia menyapaku tapi seperti tak menyapa, karena wajahnya yang begitu datar, bahkan senyumnya pun lebih tipis dibanding jaring laba-laba. Ya, laki-laki ini bernama Galih.

" Hai " 




Galih Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang