02

10 0 0
                                    

   Hari ini adalah anniversarry kampusku, dimana semua orang harus memakai dresscode batik. Aku memakai batik yang diberikan oleh ibuku dikalanya masih muda yaitu, baju batik berwarna ungu dan roknya berwarna coklat. Aku bersolek depan cermin dengan hati-hati, aku menyisirkan rambutku. Aku hanya menyisirkannya karena aku memiliki rambut pendek dan poni. Dan menambah jepitan kupu-kupu untuk hiasannya.
Tok..Tok..Tok..
Itu pasti Galih yang jemput. Aku pun membuka pintunya. “Masuk Gal..”
“Halo Zah, berangkat bareng yuk”
Aku terlonjak kaget, itu Andi yang jemput. Padahal aku sudah bilang Galih untuk jemput aku, apalagi aku menyuruhnya sambil marah-marah. Gimana nih?
“Kenapa? Gak seneng ya aku jemput?”
“Ah, tidak tentu saja aku senang.”
“Oh, oke. Kamu siap-siap ya.”
“Iya”
Aku pun bersiap-siap lalu berangkat. Menaiki motor Andi yang sangat tinggi ini. Dibandingkan Motornya Galih yang pendek. Iya sih, dia memotong jok motornya agar tidak ketinggian saat ku naiki. Galih gimana ya? Apa dia sudah jalan kesini. Aku ingin menolak Andi tapi, dia sudah jauh-jauh kesini. Ah, nanti kutelpon Galih saja  agar tidak usah jemput.
“ Sudah?” kata Andi melihatku dari spionnya.
“Iya udah kok.”
Akupun naik motor dengannya, sampai ke kampus kebanggaan kami. Selama diperjalanan aku memergoki dia melihat ku dari spion lalu, dia tertawa.
Sesampainya di kampus, aku melihat orang di keramaian, banyak mahasiswa dan mahasiswi yang berpatisipasi di acara ini.
“Azizah, aku temanku dulu ya” ucap Andi yang menunjukan teman-temannya.
“Ah, iya aku pun juga ingin keteman-temanku.”
“Nanti aku ketemu kamu lagi ya?”
“oke”
Aku dan Andi pun berpisah, dan  aku berjalan di keramaian mencari temanku lalu melihat Rakha dan Dini. Tapi aku tidak melihat Galih. Tiba-tiba Rakha dengan suaranya yang bawel. Mengoceh didepan ku menanyakan keberadaa Galih
“Zah, Mana Galih? Kok dia gak ada? Bukannya di jemput kamu?”
“ Enggak, Aku tadi sama Andi.”
“Loh, kok kamu sekarang deket sama Andi ya?”
“Gak juga” Ujarku pada Rakha.
“zah, tadi aku nelpon kamu, gak diangkat” ujar Dini padaku dengan wajah kesalnya.
“ Iya, tadi kan lagi dijalan. Mana sempet aku angkat.”
“Mana  telfon Galih juga gak diangkat lagi, ishh kalian nih susah banget dihubungin”
‘Galih kemana ya? Kok sampe sekarang belum ada juga’
Aku pun memutuskan menelponnya. Tapi,
‘Maaf, nomor telepon yang anda hubungi sedang sibuk. Tidak dapat melakukan panggilan ini.’
Loh, kok Galih me-reject telepon ku? Oke, akan ku coba lagi aku mengetik nomornya kembali. Saat aku meneleponnya. Tiba- tiba Handphone ku diambil.
“Gak usah nelpon-nelpon orangnya udah disini.”
“Galih!”
“Azizah!, udah gak usah drama. Berangkat sama Andi kan tadi? Iya udah Gak usah dijawab udah tahu jawabannya”
“ Iya”
“Dibilang gak usah dijawab. Udah tahu”
“Ih Galih!” aku menepuk sikutnya.  Aku merasa bersalah padanya karena aku telah menyusahi dirinya.
“Galih, kau tadi kerumah ku?”
“Tentu saja, waktu aku datang kerumah mu, yang keluar malah ibu kos itu. Dia memanggilku tampan. Hahaha. Karena dia bilang kau udah dijemput. Jadi aku balik. Eh, ban motornya kempes. Mau gak mau ya aku nambel dulu dong.”
Galih menceritakan panjang lebar aku semakin bersalah. Coba aja tadi aku gak bilang  suruh Galih jemput pasti gak akan kayak gini. Aku jadi merasa bersalah padanya.
“Zah, kamu kenapa?”
“Gak papa kok” Ujarku padanya. Apa Galih tak marah dengan ku?
“Zah, ke kantin yuk.”
“Apa kantin buka? Padahal disini ramai dan banyak makanan. Orang -orang sedang berpesta. Mana mungkin kantin buka.”
“Ada siapa tahu buka. Disini terlalu ramai, aku tak terlalu menyukainya. Mau ikut ke kantin gak? Kalau tidak mau yaudah aku sendiri saja. Tapi kamu disini aja jangan kemana-mana. Pokoknya nanti pulang sama aku. Soalnya aku pulang selalu ama Rakha. Kau tahu sendiri Rakha selalu menunjukan sikap menjijikan padaku.”
aku hanya tersenyum mendengarnya. Iya juga sih sudah beberapa hari ini aku pulang tidak sama Galih. Tapi nanti Andi akan bertemu aku lagi.
“Zah, oi! Malah diem. Mau ikut ke kantin gak?”
“Ah, ikut-ikut”
Akupun berjalan dengan Galih yang tanpan ekspresi. Selalu menjukan sikap datarnya. Galih yang tak suka ramai, menyukai ketenangan. Ya, dia sedikit agak introvert. Dia selalu memakai earphonenya dan memakai jaket warna kesukaannya yaitu biru dongker. Kalau ku ingat-ingat waktu pertama kali kenal Galih di SMA. Aku tak sengaja menumpahkan Es kopi nya saat dia berjalan dengan santai. Aku minta maaf berkali-kali padanya tapi dia tak respon. Dia hanya diam dan memasangkan eraphonenya lalu berjalan lagi. Setelah itu  aku bertemu dia di kantin. Aku berusaha mendekatinya yang sendirian dan menonton anime di laptopnya. Karena aku juga suka anime juga. Aku dan dia jadi berteman hingga jenjang perkuliahan tinggi ini. Tak terasa sudah 6 tahun lamanya aku dekat dengan Galih.
Aku memandangi punggung Galih yang dibaluti jaket. Aku selalu berjalan dibelakangnya. Serasa dia penjagaku.
“ Tuh ada yang buka Zah, kamu mau beli apa?”
“Zah,”
“Oi!”
Aku terkaget , dan semua lamunanku buyar.
“Ada yang lagi ngelamun. Mikirin siapa tuch!” ucap dia sambil bernada meledek
“Apaan sih enggak yee”
“Pasti mikirin Andi kan? Ngaku aja!”
“Apaan sih enggak!”
“Lagian di tanyain mesen apa, malah diem aja.”
“Nasi goreng, sama teh”
“sabar ya, duduk situ dulu, jangan kemana-mana.”
“ iya…”
Galih pun menuju warung itu dan terlihat sedang memesan makanan dengan penjualnya. Kulihat dia tersenyum. Manis.  Galih memang laki-laki yang cuek dan datar. Tapi saat dia mengeluarkan senyumannya. Pasti semua orang akan terpukau dengan senyumannya. Galih pun mulai berjalan kearah mejaku. Dia kembali memberikan wajah datarnya itu. Menyebalkan.
“dah, udah aku pesenin tuh, jadi sabar”
“iya”
Tak terjadi bercakap apapun, hening dan sepi. Hanya ada aku da Galih yang berada dikanti. Semua orang sedang menikmati pesta termasuk Dini dan Rakha. Aku melihat Galih yang sibuk dengan handphonenya. Pasti dia sedang medengarkan lagu. Terlihat matanya terpejam menikmati alunan lagunya. Aku melihat wajah Galih dari dahi sampai dagu. Tak salah kalo ibu kos itu bilang Galih tampan. Baru ini aku menyadarinya.
“Galih, aku minta maaf ya soal tadi.”
Galih pun melepaskan earphonnenya mendengarkan aku.
“Aku tak memberitahu mu. Sudah dua kali aku menyusahkanmu.”
“ Gak papa kok zah. Baru dua kali.”
“Maaf ya Galih”
Tak terasa air mataku menetes. Entah kenapa aku merasa bersalah. Dan terlihat wajah Galih yang datar menajdi khawatir.
“Zah, kok nangis? Gak papa kok, ini bukan salah kamu”
Aku menggeleng dengan cepat, aku yakin ini salahku. Akupun memeluk Galih dengan erat. Dan sontak mebuat Galih kaget. Terdengar suara detak jantungnya yang berdebar-debar. Suaranya bagaikan ritme yang membuat semakin betah memeluknya. Bukan sekali ini aku memeluk Galih. Tapi sudah berkali-kali ketika aku menangis. Tapi ya gitu, selalu tidak dibalas oleh Galih, namun dia tidak pernah menolak saat aku memeluknya. Dia membiarkan aku memeluk sampai aku berhenti. Akupun merubah posisi dengan menyender dibahunya.
“Udah nangisnya?”
Aku hanya mengangguk. Lalu senderan di bahu Galih yang pas sekali dengan kepalaku yang kecil. Kulihat lagi-lagi dia menonton anime di Handphonenya. Dia tak memperdulikan aku jika dia sedang berada di dunianya. Wajah polosnya saat menonton anime. Sangat menggemaskan. Tiba-tiba aku tersenyum sendiri. Hidungnya yang rucing. Akupun memegang hidungnya yang runcing itu. Iya sedikit agak risih karena dia sedang sibuk menonton anime. Jika dia pacarku mungkin dia sudah kucium pipinya berkali-kali. Sungguh. Dia sangat menggemaskan. Tapi ku urungkan niatku itu. Otaku sungguh hentai.
“Neng, mas. Ini udah jadi makanannya.”
Bapak-bapak penjual itu mengantarkan makanan itu. Dan Galih tersenyum dan berterimakasih. Aku dan Galih menyantap makanan itu dengan lahap. Aku memang belum sarapan tadi pagi. Kebetuln saja Galih mengajakku sarapan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 06, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Galih Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang