Lembar Ke Tujuh

6.3K 769 176
                                    

Angkasa dan Alaska kini sudah duduk nyaman di salah satu kedai mie ayam pinggir jalan. Mereka kini tengah menunggu makanan datang. Dan Angkasa selalu tersenyum lebar melihat mobil yang berlalu lalang di jalanan.

"Papa, papa pernah naik mobil bagus nggak?." Angkasa bertanya sembari menengadahkan kepalanya menatap Alaska.

Alaska yang semula bertopang dagu menurunkan pandangannya menatap balik Angkasa yang lebih pendek darinya.

Sebelum menjawab Alaska mengusap surai hitam sang putra "pernah."

Jawaban singkat Alaska mengundang decak kagum dari mulut Angkasa. "Serius pa? Wahh.. mobil apa? Terus enak ga naik mobil bagus. Angkasa pengen banget ngerasain nya."

Ucapan menggebu Angkasa mengundang tatapan miris dari sesama pembeli disana. Dilihat dari pakaian yang dikenakan Alaska yaitu kaos oblong lusuh berwarna putih, dan kaos hoodie yang tak kalah lusuhnya tersampir di pundak Alaska, serta Tas Angkasa yang terdapat beberapa jahitan itu menandakan jika mereka berdua adalah warga tak mampu. Banyak yang menyayangkan kehidupan mereka. Mereka memang memiliki wajah rupawan, tapi takdir mereka rupanya tak seindah paras yang dimiliki.

Alaska tersenyum pedih, ia kembali mengelus Rambut Angkasa pelan. "Kalau Papa bilang papa pernah ngerasain naik mobil lamborgini Kasa percaya ga?."

Angkasa terkekeh mendengar ucapan Papa nya yang menurut Angkasa tidak masuk akal. Angkasa tidak tau saja. jika laki-laki terhebatnya, laki-laki superheronya dan laki-laki yang ia panggil 'Papa' itu adalah anak bungsu dari pengusaha No.1 se-Indonesia.

"Kenapa ketawa?." Heran Alaska.

Angkasa menggeleng, ia tidak menjawab pertanyaan sang papa dikarenakan pesanan mie ayam mereka telah datang. 

Alaska hanya terdiam memperhatikan buah hatinya yang menatap mie ayam dengan berbinar. Tak bisa Alaska pungkiri, denyutan sakit di hatinya kembali ia rasakan.

Ia menggeser mangkok mie ayam nya agar lebih dekat lagi dengan nya.

Perhatian yang semula tertuju pada mie ayam, Langsung teralihkan pada Angkasa yang berseru senang. Sembari menunjukan mangkuknya.

"Papa liat ayamnya banyak." Pekik Angkasa heboh. Alaska tersenyum, ia mengusak pucuk kepala Angkasa kemudian memindahkan daging Ayam nya kepada mangkuk Angkasa.

"Sekarang Ayam Kasa jadi penuh. Kasa senang?."

Angkasa mengangguk senang. Tapi tak lama kemudian wajahnya memuram melihat mangkuk milik sang ayah yang hanya berisi mie nya saja.

"Tapi gara-gara Kasa Papa cuma makan mie nya aja." Sedih Angkasa.

Lagi Alaska menyunggingkan senyumnya lantas membalas ucapan Angkasa "tiba-tiba Papa pengen makan mie nya aja, jadi ayam nya buat Kasa."

Angkasa menatap wajah Lembut Alaska. Lantas bibir yang semula melengkung kebawah, berakhir dengan tarikan kurva ke atas. Angkasa tanpa mengucap sepatah katapun, langsung menyendokan mie nya kemudian memasukan nya ke dalam mangkuk Papa nya. "Kata Papa, papa mau makan mie nya aja kan? Nih Kasa Kasih. Biar papa kenyang dan Kasa juga ikut kenyang. Itu sebagai ganti karena papa udah ngasih ayam papa ke Kasa." Jelas Angkasa tersenyum lebar, sembari menuangkan setengah mie nya kedalam mangkuk sang ayah.

Alaska tidak bisa berkata-kata. Dirinya sangat bangga dengan kemurahan hati sang buah hati. Meskipun dia dan putranya hidup penuh akan kekurangan, tapi Angkasa tak pernah sekalipun mengeluh. Ataupun merasa malu mempunyai ayah tak sempurna seperti dirinya.

Dan tanpa aba-aba, meskipun kini mereka berada di tempat umum. Alaska yang tidak bisa mengontrol rasa bangganya langsung mencium kening sang putra. "Makasih sayang. Makasih karena selalu di samping papa." Ujar Alaska tulus.

My Son [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang