HAH??
teriakan Angkasa mencuri perhatian seluruh teman dan gurunya. Apalagi dengan posisinya yang langsung berdiri. Membuat ia menjadi pusat perhatian semua orang.
"Kenapa Angkasa?." Tanya Bu Nengsih, merasa heran melihat tingkah Angkasa.
Mendapat pertanyaan seperti itu, Angkasa langsung gelagapan. Ia menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. Kemudian mendudukan bokongnya kembali.
"Ga papa kok bu. Hehehe." Balas Angkasa cengengesan tak jelas. Bu Nengsih menggelengkan kepalanya pelan, terlampau biasa menghadapi tingkah Angkasa yang kadang suka tidak terduga.
Lalu, atensi Bu Nengsih tertuju pada kedua murid barunya, yang masih setia berdiri di depan kelas. Dengan ekspresi yang berbeda, jika Rai berekspresi dingin maka berbeda dengan Rei yang memasang ekspresi jengkel.
"Bu, boleh kami berdua duduk. Kami bukan Badut yang harus menjadi tontonan." Terdengar tidak sopan memang. Tapi, Rei mana peduli. Yang jelas kakinya sudah merasa pegal akibat terlalu lama berdiri.
Bu Nengsih mengulas senyum, kemudian ia menatap bangku Angkasa dan Rino.
"Rino bisa kamu pindah tempat duduk dengan Dino dan Azril. Biar Rai sama Rei bisa duduk bareng Angkasa."
Sontak saja perkataan Bu Nengsih menghadirkan pelototan dari Angkasa, sementara Rino hanya mendengkus keras lalu mengambil tasnya dan hendak pergi dari tempat duduknya selama ini. Sebelum Angkasa mencekal pergelangan tangan kecilnya.
"Nggak, Rino nggak boleh pindah." Tegas Angkasa.
"Bu, kenapa harus Rino yang pindah suruh saja anak lain." Ucap Angkasa kepada Bu Nengsih.
Bu Nengsih menghela nafas. "Kasa kamu ga lihat yang lain kebanyakan udah duduk bertiga. Tinggal bangku kamu dan Rino sama bangku Dino dan Azril yang duduk berdua." Jelas Bu Nengsih berharap Angkasa mengerti.
Angkasa mendengkus keras. Nasib memiliki murid banyak namun dengan fasilitas yang kurang memadai ya begini. Sebangku harus duduk bertiga. Mengesalkan bukan?. Namun apa boleh buat, sekolah ini adalah tempat ia menimba ilmu. Satu-satunya sekolah Dasar di Jakarta yang memiliki biaya paling murah. Oleh sebab itu, Angkasa dengan perasaan tak rela mengangguk, kemudian menggeser tasnya ke samping kanan. Sebelum suara dingin Rai yang berjalan mendekat menghentikan aksinya. Rino sendiri ia sudah duduk dengan nyaman diantara Dino dan Azril.
"Kamu di tengah aku ingin dekat tembok." Ucap Rai. Datar namun terdengar Ramah di telinga Angkasa.
Lagi, Angkasa mendengkus. Ia kemudian menyingkah guna memberikan ruang agar Rai bisa duduk di bangkunya. Rei yang hendak menyusul sang kakak duduk langsung dihentikan oleh Rai.
"Biar Angkasa yang duduk di tengah. Aku ga mau denger ocehan kamu."
Pptthh..
Angkasa berusaha menahan tawanya mendengar penuturan sarkas Rai. Ia kalau tidak sadar ada Bu Nengsih disana mungkin sudah menyemburkan tawanya detik itu juga.
Berbeda dengan Angkasa yang tengah mati-matian menahan tawanya. Rei mendelik kesal pada Rai. Ia tanpa berperikemanusiaan mendorong bahu Angkasa agar segera duduk di samping Rai.
Angkasa yang mendapat perlakuan kasar dari Rei pun melotot tak terima.
"Woyy selow dong." Gertak Angkasa. Tapi yang di gertak hanya merotasikana bola matanya malas. Lalu menghempaskan bokongnya di samping kiri Angkasa. Posisi Angkasa tuh sekarang duduk diapit oleh si kembar tak seiras.
"Nah sekarang kita mulai pembelajaran nya. Baiklah buka buku LKS kalian halaman 18 ya. Dan perhatikan baik-baik. Ibu akan memulai menjelaskan di depan."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Son [END] ✔
Fiction généralebagi Alaska, putra nya adalah sumber kehidupan nya. tanpa anak itu, Alaska akan merasa kesepian. di saat semua orang berpaling menjauhi nya maka putra nya akan senantiasa selalu di sisi nya. dan disaat semua orang melayangkan ujaran kebencian dan ce...