Bagian 1

11.8K 460 12
                                    

Gulf masih ingat bagaimana dulu Mew melamarnya. Pria tinggi itu tidak membawanya ke tempat yang mewah ataupun mengajaknya ke pantai seperti yang teman - temannya katakan. Mew membawanya ke apartemen mereka yang Mew beli dengan uang hasil kerja kerasnya sebagai seorang pengacara, lalu Pria tinggi itu memberikan sebuah cincin kepada Gulf dan meminta pria kecil itu menemaninya selama sisa akhir hidupnya.

Mereka terlihat bahagia saat itu.

"Gulf..." Gulf menoleh begitu Mew memanggil namanya. Setelah mereka selesai menghadiri sidang perceraian mereka, pria kecil itu berharap dia tidak akan bertemu lagi dengan Mew tapi itu mustahil karena Sib masih menginginkan Papanya.

"aku akan membiarkanmu untuk tetap dekat dengan Sib, bagaimanapun juga kau adalah Papanya" Mew tersenyum simpul, dalam hati pria tinggi itu merasa lega karena dia masih diperbolehkan untuk dekat dengan anaknya. Meskipun Mew tahu, Gulf tidak akan pernah memaafkannya tapi Mew akan berusaha untuk memperbaiki semua kesalahannya.

Sejujurnya, perpisahan ini dilakukan atas permintaan Gulf.

Padahal dulu, Gulf menerima lamaran Mew dengan meminta pria tinggi itu untuk memasangkan cincin yang Mew berikan ke jari manisnya, lalu mereka saling berciuman. Diam - diam, Gulf menangis di sela - sela ciumannya. Tidak pernah menyangka bahwa hubungannya dengan Mew akan berjalan sejauh ini. Gulf juga tidak menyangka jika mereka akan membina sebuah rumah tangga yang di dalamnya hanya ada mereka berdua, sampai akhirnya mereka memutuskan untuk mengadopsi seorang anak.

"aku pulang dulu" lalu Gulf berpamitan dan berjalan menjauh dari Mew. Sebenarnya, Mew sudah menawarkan tumpangan untuk pulang tapi pria kecil itu menolaknya. Gulf lebih memilih untuk menaiki taksi menuju sekolah Sib karena sebentar lagi adalah jam pulang anak manis itu. 

Selama perjalanan, Gulf tidak memikirkan apapun selain hatinya yang terasa sangat sakit. Rumah tangga mereka bahkan baru dibangun selama sepuluh tahun ini, tapi sekarang sudah kandas begitu saja karena keegoisan mereka masing - masing. Tiba - tiba air mata Gulf menetes, menandakan bahwa bukan hatinya saja yang sakit tapi juga batinnya, "tolong belok ke arah kanan, Pak" dan taksi itu berhenti tepat di depan sebuah sekolah swasta.

Gulf turun dari taksinya begitu melihat Sib sudah menunggu ditemani oleh Bapak satpam sekolahnya, "Ayah! Kenapa lama sekali?" Sib merengutkan bibirnya lucu sambil protes ke arah Ayahnya. 

"Ayah tadi sedang ada urusan, apa Sib nakal hari ini?" Gulf mencubit gemas pipi anaknya dan melihat bahwa pak satpam yang bersama mereka menggelengkan kepala.

"aku tidak nakal, ya kan pak?" Sib menoleh ke arah pak satpam, "Sib tidak nakal sama sekali, Tuan. Gurunya mengatakan bahwa hari ini Sib mendapatkan nilai tinggi karena pandai berhitung" dan merasa bangga dengan nilai tinggi yang dia raih di mata pelajaran matematika tadi. 

"itu bagus" Gulf mengelus kepala anaknya sambil tersenyum, "apa Papa akan datang dan memberikanku hadiah Ayah?" lalu Sib bertanya dengan nada hati - hati kepada Gulf. Sib tahu kalau Gulf tidak suka jika hasil yang Sib raih itu tujuannya untuk mendapatkan mainan bukan karena Sib sungguh - sungguh ingin belajar. 

"Papa sedang sibuk di kantor, nanti kita akan menelponnya. Ayo pulang dulu" Gulf merentangkan tangannya ke arah Sib agar anak manis itu dapat menggenggam tangan pria kecil itu dengan erat. Setelah memberi salam dengan pak satpam, Sib dan Gulf kemudian berjalan menjauh. 

Sambil berjalan, Sib akan bermain - main dengan langkahnya dan meminta Gulf untuk mengikutinya. Mereka bahkan sesekali akan menendang kerikil kecil yang ada di jalanan dan berhenti begitu Sib merengek ingin membeli permen gulali yang dia lihat di pinggir jalan tak jauh dari tempat mereka berada, "kau mau berapa sayang?"

"dua Ayah!" Gulf memberikan uang kepada si penjual dan mengucapkan terima kasih. Sib yang menerima permennya berteriak senang dan menyimpan satu bungkus gulali miliknya ke dalam tas. 

"kenapa disimpan? Tidak mau makan semuanya sekarang?" Sib menggelengkan kepalanya.

"aku akan memakan ini bersama Ayah sekarang" Sib membuka bungkus permennya dengan semangat "dan menyimpan satu lagi agar aku bisa memakannya bersama Papa dan Ayah di apartemen" Sib kemudian meminta Gulf untuk membuka mulutnya agar anak manis itu bisa menyuapkan permen miliknya kepada Gulf. 

Sekali lagi, karena keegoisan mereka Sib harus memiliki keluarga yang tidak bahagia seperti ini. Anak manis itu bahkan masih berusia delapan tahun, tapi dia sudah harus menerima kenyataan bahwa Ayah dan Papanya kini tidak bisa tinggal bersama. Gulf terkadang merasa bahwa keputusannya untuk berpisah dari Mew adalah kesalahan, namun pada akhirnya Gulf juga memilih keputusan ini. 

"itu bagus. Ayo kita panggil taksi dan pulang agar Ayah bisa memasakkan makan siang untukmu"

.

.

Mew memarkirkan mobil miliknya di parkiran kantor dan tanpa sadar bertemu dengan Ibunya yang juga baru selesai memarkirkan mobil, "Ibu? Ada apa kemari?"

Ibu Mew adalah seorang perempuan yang anggun dengan harga diri yang tinggi. Memiliki Gulf sebagai menantu sebenarnya membuat Alin merasa bahwa anaknya mulai tidak waras. Namun Alin tidak pernah menolak kehadiran Gulf dan Sib di keluarga mereka. Meskipun begitu, Alin datang ke kantor Mew saat ini untuk membuktikan dirinya sudah menang, "Ibu dengar, kau sudah resmi berpisah dengan pria itu. Apa itu benar?" 

"Ibu pasti mendengarnya dari pak Jay, kalau begitu itu pasti benar" Mew menatap Ibunya yang saat ini sedang tersenyum lebar, pria tinggi itu paham jika sampai kapanpun Ibunya tidak akan pernah menyukai Gulf. 

"itu bagus, aku jadi tidak perlu melihatnya lagi" lalu Alin melangkah untuk masuk ke dalam kantor, tapi kemudian langkah kaki perempuan itu terhenti.

"Ibu tidak perlu melihatnya, biarkan aku saja yang datang kepadanya. Karena sampai kapanpun, Gulf akan tetap menjadi suamiku"  Mew kemudian mengikuti langkah Ibunya dan membiarkan Ibunya terpatung di tempat perempuan itu berdiri. 

Alin benar - benar membenci cinta anaknya kepada pria itu, tapi Alin juga tidak bisa melakukan apapun.

"selamat siang, Tuan. Anda sudah kembali?" Mew melihat sekretarisnya berdiri di depan pintu untuk menyambutnya dan memberitahu mengenai janji temu dirinya dengan pihak klien, "Apakah Anda bisa Tuan?"

"ya, kau bisa menghubungi mereka Jane" lalu Jane pamit untuk melakukan pekerjaannya. 

Mew kemudian masuk ke dalam ruangannya dan duduk di meja kerjanya. Meja kerja yang masih penuh dengan foto - foto kebersamaan dirinya bersama Gulf dan Sib. Foto dirinya sedang berpelukan dengan Gulf dan foto bayi Sib. Pria tinggi itu mengambil salah satu foto itu dan mengusapnya perlahan. Mencoba merasakan lagi bagaimana perasaannya bergejolak dan itu masih sama.

Sama seperti gejolak saat Mew pertama kali bertemu dengan Gulf dan gejolak saat Mew melamar Gulf untuk menjadi suaminya. 

.

.

Bersambung...

.

A/n: Nah, loh? Aku buat cerita baru lagi wkwkwk. Symphony aku simpan dulu karena aku masih belum dapat ide buat lanjut. 

silakan komen dan saran dari kalian~

Love with Flaws - Mew Gulf ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang