01. Compossion

411 146 61
                                    

Bandara Soekarno-Hatta
Jakarta, Indonesia
19:50 WIB

Setelah keluar dari Bandara, gadis itu mengedarkan pandangannya, mencari orang yang akan menjemputnya.

Kedua sudut bibirnya terangkat, ketika penglihatannya menemukan keberadaan orang yang ia cari tengah duduk sambil  bersenda gurau bersama seorang pemuda di kursi yang disediakan.

"Mam," teriaknya menggelegar.

Wanita paruh baya dan pemuda tersebut mengalihkan pandangan ke sumber suara. "Rinka," ucap keduanya langsung mengubah posisi menjadi berdiri dan segera menghampiri gadis bernama Rinka itu yang juga tengah menghampiri mereka.

Ketika jarak mereka sudah dekat, Rinka melepas genggamannya pada koper dan langsung berhambur memeluk sang Mamah. Hal itu mampu membuat keseimbangan Mamahnya linglung jika tidak ditahan cepat oleh pemuda yang tadi bersamanya.

"Hati-hati dong sayang," ucap sang Mamah lembut sambil menggosok-gosok punggung Rinka supaya tenang.

"Rinka kangen Mamah," ujar Rinka di pelukan Mamahnya dengan mata bekaca-kaca.

"Mamah jauh lebih kangen sama Rinka." Tak disangka sang Mamah sudah meneteskan air mata bahagia. Ia terharu dan sangat merindukan gadis dipelukannya itu, setelah sekian lama dan berkali-kali membujuk putrinya ini untuk tinggal bersamanya yang selalu ditolak karena suatu hal. Dan sekarang tanpa disangka Rinka mengikutinya tinggal bersama keluarga. Sungguh, itu suatu hal yang sangat mengharukan bagi sebagian keluarga. Jelas saja, dari yang sebelumnya tidak lengkap sekarang menjadi lengkap.

Perlahan wanita paruh bayah tersebut melepas pelukan dan mengecup puncak kepala Rinka berkali-kali dengan penuh kasih sayang.

Mereka bertatapan dengan tangan saling menggenggam dan senyum bahagia yang masih mengembang di bibir masing-masing tak lupa dengan mata yang sudah memerah akibat tangisan keduanya.

Hingga detik berikutnya acara tatap-tatapan tersebut dihentikan oleh deheman seseorang yang tengah bersandar di dinding dengan tangan dilipat di dada.

Rinka dan sang Mamah mengalihkan pandangannya ke sumber suara. Ternyata orang tersebut adalah cowok yang tadi bercengkrama dengan Mamahnya.

Senyum Rinka semakin mengembang, perlahan ia melepas genggaman dengan Mamahnya dan berlalu menghampiri cowok tersebut.

Tanpa aba-aba, Rinka langsung menubruk tubuh cowok itu dan memeluknya erat, yang mana aksinya tersebut membuat cowok itu kaget.

Jika tidak ada dinding di belakang tubuh cowok itu, sudah bisa dipastikan bahwa atas perbuatan Rinka tadi akan membuatnya terjengkang kebelakang akibat hamburan yang begitu kencang.

"Astaga Rinka," ucap cowok itu kaget dan membalas pelukan Rinka, sesekali mengecup lembut kepala Rinka.

"Rinka kangen bang Orel, tau." Ujarnya masih di dalam pelukan cowok yang dipanggilnya dengan sebutan bang Orel itu.

"Abang kira tadi kamu udah lupa sama abang." Tukas Orel, mulai menjahili saudaranya.

Rinka melepas pelukannya, "Ih... abang." Ia kesal dengan bibir ditekuk ke bawah.

Orel terkekeh dan menarik hidung mancung adiknya dengan gemas.

"Becanda adek. Kamu sih, dari tadi ke Mamah mulu. Kan bikin abang sedih karena kaya orang ga dianggap." Orel terlihat murung, bermaksud berpura-pura ngambek.

"Mam, bang Orel ngambek nih. Gimana cara ngebujuknya?" Rinka berpura-pura merasa bersalah, padahal ia menggoda abangnya.

Mamanya geleng-geleng kepala melihat kebiasaan kedua anaknya itu bila sudah bertemu. Jika Orel sedang ngambekan, maka Rinka akan menggoda abangnya. Begitu juga sebaliknya.

QuinzhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang