🍐 Prolog

179K 5.6K 263
                                    

"..."

"Saya terima nikahnya dan kawinnya Vallen Claudia Arunika binti Dika Pratama dengan maskawin tersebut dibayar tunai."

"Sah?"

"Sah ...."

Semua yang ada di ruangan itu pun mengucap syukur. Senyum bahagia dan setetes air mata haru terlihat dari setiap orang kecuali para pengantin ini. Dua orang itu masih bingung, hanya saja mereka tetap melanjutkan acara dengan memakaikan cincin satu sama lain.

Total orang yang ada di sana adalah sembilan orang, tapi kemudian penghulu serta dua orang yang merupakan om dan tante pengantin pria izin pamit, meninggalkan keluarga intinya saja.

"Rafa, Bunda senang kamu ngabulin permintaan Bunda." Wanita paruh baya yang terbaring di ruangan tersebut tak hentinya meneteskan air mata haru sembari menggenggam tangan putra tercintanya. "Kalian harus janji, saat umur kalian sudah 19 tahun nanti, kalian harus meresmikan pernikahan ini di mata hukum. Untuk sekarang, ini semua sudah cukup membuat Bunda bahagia," tuturnya.

Cowok bernama Rafael Hansel Samudra atau yang akrab dipanggil Rafa itu mengusap air mata bundanya menggunakan punggung tangan. Ia mengangguk samar mengiyakan permintaan bundanya, Rafa tidak tahu dua tahun lagi bagaimana keadaan dia dengan istrinya ini, apakah akan baik-baik saja hingga mereka bisa menikah resmi, atau sebaliknya.

"Bunda harus janji juga bisa nyaksiin kami nikah resmi nanti ...," kata Rafa pelan. Hal itu malah membuat bundanya mengeluarkan air mata yang tambah deras. Hatinya sesak, bahkan ia meminta Rafa cepat menikah karena dia pesimis bisa hidup lebih lama lagi. Bunda Rafa membalas perkataan putranya itu dengan gelengan lemah. Dan selanjutnya, Rafa yang melihat hal tersebut hanya bisa meneteskan air mata.

Netra Vallen pun sedaritadi sudah memerah sebenarnya melihat Rafa dan bundanya. Namun, ia dikuatkan oleh kedua orangtuanya yang mengusap punggung dari belakang.

"Vallen, terimakasih," ucap Hilman yang mana merupakan ayahnya Rafa.

Vallen tersenyum kecil. "Sama-sama."

Pandangan Bunda Rafa terlepas dari putranya, ia lalu menoleh ke arah Vallen. Mengerti akan suatu hal bahwa wanita itu ingin bicara, akhirnya Vallen melangkah maju mendekati brankar.

"Cantik ..., jaga Rafa yah. Bunda percaya kamu bisa. Dan jangan segan buat omelin Rafa kalo dia gak bener."

"Bunda ...," protes Rafa.

Bundanya tersenyum sambil mengusap kepala anaknya itu. Vallen tersenyum juga, ia memegang tangan Bundanya Rafa seraya mengelusnya. "Iya, Vallen bakal jaga Rafa, Bun."

Dan senyum Bunda yang saat itu adalah senyum terakhirnya. Perkataan Vallen adalah yang terakhir didengarnya. Mata semua orang di ruangan itu terbelalak. Ruangan kemudian dipenuhi isak tangis dan teriakan memanggil Bundanya Rafa. Namun, semua sia-sia.

P.E.A.R.

Pear ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang