🦋2. Rai

88 9 1
                                    

Rafa hanya bisa diam seribu bahasa, kedatangan perempuan itu tidak sama sekali membuat Rafa senang. Ia kembali meneguk minuman itu untuk kesekian kalinya. Ia menyesap rokok yang ada di kedua jarinya dan mengeluarkan asap di depan wajah kekasihnya itu.

"Pergi Lo!" Ujar Rafa dengan nada suaranya yang tinggi, berharap suaranya dapat mengalahkan dentuman musik di club malam ini.

Rafa sudah memperingati kekasihnya itu, lebih baik menjauh daripada dipertahankan, namun rasanya peringatan nya itu belum cukup untuk kekasihnya itu.

"Mau nangis lo?" Tanya Rafa dengan suara dingin, ia kembali memberi isyarat ke bartender untuk menuangkan minuman untuk nya lagi.

Perempuan dengan rambut diikat ponytail itu menitikan air matanya, niatnya baik menjemput Rafa agar ia pulang tak sepagi kemarin, namun rasanya Rafa tak sedang menginginkan kehadirannya saat ini. Sudah 2 tahun mereka menjalin hubungan asmara, wajah polos Rafa seakan menjadi topeng dibalik sikapnya yang terkesan nakal.

"Pulang, sayang." Suara perempun itu bergetar, seakan menahan tangisannya di tengah kebisikan musik yang mendentum keras.

Rafa berdecak, walaupun dia sudah dalam keadaan mabuk berat, ia masih bisa merespon setiap ucapan tanpa meracau. Ia meneguk kembali minumannya, bahkan ia tak terlalu mengubris kekasihnya yang merintih.

"Gue bisa pulang sendiri tanpa dijemput." Ucap Rafa, lalu mendorong tubuh perempuan itu agar menjauh.

"Pulang!" Tegas Rafa. Kekasihnya yang malang, ia hany bisa mengusap air matanya dan dengan cepat kilat meninggalkan kecupan ringan di pipi kanan Rafa sebelum pergi menjauh dengan sakit hati untuk sekian kalinya.

Rafa memijat kepalanya, pusing dikepalanya sudah semakin menjadi-jadi. Sepulang ia dari sesi pemotretannya dari salah satu brand lokal, ia lantas menancap kan mobilnya menuju club malam yang selalu ia datangi hampir setiap hari. Bahkan diumurnya yang sudah semakin dewasa, ia tak bisa meninggalkan sifat buruknya.

Rintihan kecil seakan mendesak keluar dari bibir nya yang plum itu. Ingatannya tentang masa lalu nya selalu menghantuinya, rasa rindu yang tak bisa ditahan.

"Lo mau nangis?" Bisikan itu cukup membuat Rafa menoleh ke sampingnya, dimana perempuan yang sempat memberikannya cokelat itu duduk dengan segelas orange jus di tangan kanan nya.

Rafa memposisikan duduknya menjadi tegap, ia menyisir rambutnya kebelakang dengan jari-jari tangannya yang panjang.

"Loh kenapa gak jadi nangis? Malu lo?"

Rafa berdecak, merasa perempuan didepnnya ini sangat mengganggu, dari mereka bertemu di taman kampus, cokelat, cafe, dan sekarang mereka bertemu disini.

Rafa mengerang seakan kepalanya bisa saja meledak karena sudah tak tahan, "Lo nguntit'in gue!" Hardik Rafa.

Perempuan itu menggeleng, merespon tuduhan Rafa yang sudah jelas sangat salah. Ia mencondongkan badannya, menatap lebih dekat wajah Rafa yang sudah terlihat lelah. Rafa tak menolak, ia hanya diam melihat perempun itu dari dekat.

"Lo kebanyakan minum." Perempuan itu memundurkan badannya, ia menegak sedikit orange jus nya sebelum menaruhnya di tangan kanan Rafa.

"Mama lo nelpon gue, dia ngiranya gue sama lo, padahal gue sama sekali gamau nemenin lo." Rafa menatap perempuan di depan nya ini. Fikirannya sudah semakin jauh, ia sudah tak bisa berfikir jernih, padahal saat ia didatangi oleh kekasinya, ia masih bisa berfikir dengan jernih dan masih bisa menjawab omongan dari kekasihnya.

"Gak usah ge'er gua bukan stalker yang bisa buntutin lo kemana aja. Gue kesini karna temen gue ngajak minum, dan sialnya mama lo nelpon gue karna dia liat story instagram gue." Perempuan itu berdecak lidah, ia melihat jam tangannya.

Hallo EffectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang