Baca dengan perlahan, nanti juga kamu akan menemukan kata 'seru' dalam cerita ini. Kalau tidak, berarti selera kita berbeda.
-Bad angle-
Waktu seolah mundur untuk tinggal lebih lama disana.
Saat itu, Unna masih mempertahakan tawa dengan dadu ditanganya, melempar dengan sorakan heboh ketika angka yang diharapkan keluar.
Berhasil melewatkan ular panjang sialan dan berdiri digaris finish, tentu membuat dagu Unna semakin terangkat apalagi dengan uang sebagai jaminan.
"Wow untuk umur ke 19 yang mencetak kemenangan empat kali, senengnya melebihi mantan yang ngajak balikan pake alasan aku sayang kamu, tapi berjuang cuma lewat ketikan. Terus gue tolak karena ga punya mantan."
Zia tertawa, "Emang paling bener hidup itu main ular tangga pake daster terus kalau ditanya kenapa jomblo jawabnya pilihan, padahal ga laku aja itu."
"Atau hidup dihabisin cuma mau ngasih tau emak-emak rumpi digang sebelah yang ngelapin ingus anaknya, jangan langsung kasih salam pake ngatain fisik orang." Balas Jagad tidak mau kalah.
"Besok-besok kalau mau deep talk jangan jam segini, manusia kadang suka keseleo dikit. Mending nanti malem jam-jam overthinking, biasanya dipancing dikit langsung ketauan permasalahan hidupnya." Zia memukul meja dengan sisa tawanya
Tiga orang yang selalu ngira hidupnya penuh haha hihi itu, saling melempar perkataan yang tidak bermanfaat. Seolah mereka akan hidup panjang umur dengan tawa yang paling keras.
"Telah ditemukan pengguna obat-obatan dengan jenis s*bu, beberapa orang sudah diamankan dan diperiksa dengan hasil positif. Dengan inisial AG,EN. Kepolisian setempat sudah mengamankan tempat yang menjadi pesta obat-obatan terlarang, dan dua orang melarikan diri inisial KA dan GN Polisi siaga untuk mencari, untuk anda harap hati-hati, pemakaian obat-obatan harus ada dibawah peraturan dokter."
Televisi yang sejak tadi menonton mereka, kini bergantian dengan kabar yang membuat tiga orang itu terdiam.
Ketika tempat itu tersorot kamera, dan inisial sudah menjelaskan, Unna mencengkram pinggiran sofa dengan kuat.
Tawa tadi menguap, hilang dan seolah tidak pernah terjadi.
Unna berlari keluar tanpa memperdulikan teriakan Jagad, tanpa memperdulikan kakinya yang kebas, tanpa ucapan yang menenangkan agar Unna percaya, seolah dunianya akan runtuh ketika Unna tidak menemukan jawabannya.
"Ini semua ga akan pernah terjadi kalau kita ga melakukan kekerasan didepan anak."
Begitulah sambutan yang Unna dengar saat kakinya berhenti di bangunan bertuliskan 'Warkop.'
"Kita ga pernah ngasih kehangatan dirumah, nyesel aja ga cukup buat ngembaliin keadaan, kita tunggu alasan Ethan."
Terlihat wanita paruh baya itu mengangguk sendu, meremas tangan suaminya dengan gemetar.
Semua tampak sibuk, apalagi polisi sedang mengintrogasi, mungkin hanya Unna yang berdiri kaku, menatap dari jarak yang cukup untuk melihat dua pelaku yang sedang di borgol.
"Na, ada banyak hal yang ga pernah lo pahami dari sifat seseorang, walaupun lo lagi genggam orang itu. Akan selalu ada 'kenapa' disetiap kejadian."
Unna mengalihkan tatapan untuk melihat orang yang berdiri disampingnya.
"Sekarang tolong simpulkan alasan 'kenapa' itu, lo terlalu memutar arah supaya gue cari jawaban sendiri, itu ngerepotin otak gue yang ga seberapa!"
"Gue cuma penonton yang ga tau ceritanya, berdiri disini pun berkat orang tua Abian, mereka bilang Abian lagi pesta obat-obatan terlarang sama empat temannya abis itu dua orang kabur dan Abian, Ethan ketangkep. Kalau terlalu cepat nyimpulin dikira so tau jadi lo bisa tanya langsung sama orangnya, kenapa Ken ga bisa mempertanggung jawabkan kesalahannya. Gue kira lo udah cukup jadi obat penyembuh buat dia, tapi nyatanya masih cari pelampiasan buat ngelukain dirinya sendiri."
Unna menghela nafas, "Dia terlalu sulit gue pahami, kali ini gue harus tau tempat gue dimana, gue bukan siapa-siapanya. Lari kesini cuma mastiin ga lebih dari itu."
Alden menepuk bahu Unna, "Lo lebih banyak tau dia, tapi gue paham sifatnya, Na. Ken ga mungkin lari gitu aja, gue yakin dia lagi mempersiapakan jauh apa yang ada dalam kepala lo, jauh dari dugaan lo, ketika semua itu semakin jelas lo boleh nilai dia lagi. Ini cuma jarak."
-bad angle-
Seolah masih ingin berlama-lama di masa lalu, hanya untuk menceritakan atau Unna memang masih ditelan dalam waktu yang cukup sulit dijelaskan.
Waktu itu, dalam detik yang masih berputar dengan cepat diarloji putih ditangan. Unna duduk dengan gelisah, sambil memperhatikan kue yang lilinnya berbentuk angka 20.
"Dunia emang sering ngasih kesempatan kedua tapi untuk orang yang bahkan dirinya ngga minta dikasihani, atau minimal ngasih kejelasan tentang kesalahan. Ngga pantes buat di kasih kesempatan."
Unna menoleh, "Ibarat lo lagi gibah, dipuncak paling seru tiba-tiba Jagad ngeluarin gas beracun terus dia pergi dengan alasan kekamar mandi. Lo bakal terus nyari tau ga potongan gibah itu? seorang Zia yang rumpi dan kepo setengah mati pasti bakal terus ngorek kedalam sampe lo nemu jawaban dari gibah itu."
"Gitupun gue. Gue bukan lagi ngasih kesempatan kedua, tapi gue lagi nyari jawaban yang sampe sekarang ga pernah gue dapet," Sambung Unna lagi.
Zia mengangguk, memang benar jangan menasehati orang yang lagi patah hati, percuma gobloknya ga ketolong.
"Terus apa yang pengen lo tau? dia pakai obat pelampiasan aja udah menjelaskan kalau dia ga butuh siapapun termasuk lo. Lo ga akan pernah jadi bagian terpenting dari seorang Kenzo. Dia itu manusia yang ga butuh manusia, see? kelihatan dari dia yang sering mengasingkan diri."
Unna tidak sempat membela diri, Elvira -- ibu Zia itu memanggilnya untuk kehalaman depan rumah.
Berdiri dengan tercekat karena pembahasan tadi memanggil orang itu datang.
Dia. Kenzo Arega.
Dengan wajah ngantuk, kumis tipis yang semakin terlihat, tapi akan disebut berlebihan jika dikata itu semua tidak melunturkan ketampanan kenzo.
Kenzo melangkah mendekat, "Selamat ulang tahun, Laluna Alexandra."
Tangan kekar itu menyodorkan satu permen karet, Unna menerima. Masih menatap tanpa ekspresi, Unna ingin menangis walau sebenernya itu tidak perlu.
"Sekarang, berdiri disini bukan lagi minta dibuktiin kalau lo bisa nyembuhin luka orang lain kaya di depan supermarket waktu itu. Tapi disini gue ngeyakinin kalau apa yang lo denger ga sesuai apa yang kejadian."
Seolah membaca pikiran Unna yang masih kaku diambang pintu, kenzo melanjutkan.
"Gue ga lari, gue cuma ngejar. Ngejar apa yang bukan jadi kesalahan gue. melarikan versi gue adalah tantangan yang harus gue lakuin."
Si payah Unna membuka suara dengan mulut bergertar, "L-lo terlalu sulit gue pahami. Kenapa lo ga hadapin itu semua? kenapa selama satu tahun kebelakang lo ga nyerahin diri kepolisi buat diperiksa? kenapa lo ninggalin dengan pertanyaan-pertanyaan yang sampe sekarang ga pernah gue tau jawabannya?!"
Kenzo bergerak mendekat, menghapus jarak, menarik Unna kedalam pelukan.
Semua masih mengambang, sampai teriakan segerombol orang membuat Kenzo harus melepaskan Unna.
"Kasih gue waktu, gue ga bakal diem ditempat kalau udah siap."
Begitulah kurang ajar dari seorang Kenzo. Menutupi, menghindar, melepaskan.
Tanpa memberi kepastian.
Ken, setelah dua tahun kejadian itu kaki aku masih tetap menginjak lantai yang sama. Menunggu kamu yang masih tetap bersembunyi ditempat yang tidak pernah aku jangkau.
-bad angle-
Masih mengambang ya, soalnya biar greget, bukan gantung kalau gantung kan hubungan kamu 😋
untuk part selanjutnya akan maju menceritakan kehidupan Unna lebih detail.
yang masih bingung sabar ya..
see u pembaca yang masih nafas tapi gamau ninggalin jejak🙂💐
KAMU SEDANG MEMBACA
BAD ANGLE [REVISI]
Romance"Gue satu-satunya orang yang akan liat lo dari sudut pandang yang berbeda." Copyright© 2020 Jangan di plagiat ya🙂