"Oi!" Seru suara itu menggema selapangan. Membuat teriakan nya mengundang banyak mata. Ia berlari larian ditengah koridor dengan baju setengah terbuka, ia kemeja dengan dua kancing teratas menampakan dada bidangnya yang sempurna. Ia tersenyum lebar memanggil sahabat cewenya. Tangannya terlihat begitu berotot, membuat kaum hawa mendambakan setiap bentuk tubuhnya yang sempurna untuk ukuran seorang laki-laki remaja, keringat didahinya menetes, ia berhenti dengan napas ngos-ngos an.
Cewe berambut ombre cokelat Hitam itu mengernyit heran, menoyor kepala cowo bertubuh tinggi itu. Ia melirik malas menanggapi. Cowo tadi berusaha menetralkan detak jantungnya sehabis berlari, ia kehabisan napas, berlari dari cafe sampai depan sekolah membuat napasnya tersengal sengal. "Woi njing, kok gua di kacangin?"
Perempuan berambut ombre itu melirik sekilas mengangkat bahu. "Apa? Lo mau gue makin dimusuhin sama cewe satu sekolah? Jauh-jauh sana!" Usirnya dengan tega.
Cowo tadi mengerucut sebal, terus mendelik kepada siapa saja yang melewati mereka, padahal mereka tidak ada salah apa-apa hanya memberikan sapaan hangat. Namun justru menbuat cowo bertubuh atletis itu kesal, seolah kehadirannya diabaikan oleh cewe itu ia bertingkah lagi.
Menarik-narik ujung rambut cewe itu setelahnya di tarik dengan kasar, tidak sampai di jambak kok. Cuman sedikit kasar aja. Cewe tadi berbalik menabok kepalanya lebih kencang dari sebelumnya. Ia membuang napas kasar. "Apa?!"
Tersenyum lebih lebar.
Cowo itu merangkul bahu cewe itu supaya mendekat, mempertipis jarak diantara mereka. "Gausah di peduliin lah fans fans gue, kan karna makhluk ganteng itu harus lebih ekstra sabar menghadapi ketampanan ini."
Cewe berambut cokelat itu berdecih, mulutnya membentuk gerakan seolah olah mau muntah saja.
" ke neraka sono lo!"
Seringaian semakin membentuk jelas, ia menggelengkan kepalanya sekali, tangannya yang kokoh berganti, kini ia memegang tangan kanan gadis itu, mengusap puncak kepalanya pelan. Ia menghembuskan napasnya panjang. Cewe ini__ selalu seperti ini. Selalu membuat persepsi orang-orang buruk tentangnya.
"Rin, gimana kalo kita bolos hari ini?"
Arina berhenti mendadak tidak jadi melanjutkan langkahnya, mata hitamnya berkedip. Ia melihat sekitar, kemudian menginjak dengan keras kaki cowo jakung itu. Terdengar suara pekikan, cowo itu terlihat mengusap ngusap kakinya yang terbalut sepatu sekolahnya. Ia meringis pelan sekali lagi mendelik sinis.
"Kok lo makin lama makin ngeselin si?! gue kan ngajak lo cabut, bukan minta diinjek!" Mulutnya terus saja mendumel kesal.
Memilih mengabaikan dan terus saja berjalan. Duduk di bangku kantin di jam kosong itu memang yang terbaik, ia mengangkat tangan memesan makanan kepada mbok Ati, sudah lama ia tidak ke kantin, karna mood nya sangat buruk belakangan ini. Sehingga membuat cowo itu yang selalu memesan makanan dan menyuapi Arin di kelas. Dia memainkan ponselnya, hingga cowo itu ikut duduk dihadapannya sambil memasang muka ditekuk berkali kali lipat.
Yah dia kesal!!
"Oi jing, gue seriusan, lo gamau cabut? Gue belanjain deh mau nya lo."
"Jangan belagu lo, kalo gue belanja bisa gue peres duit lo! Udah tau cewe kalo udah dibelanjain dia bakalan kalap!" Ia memaki dirinya sendiri sepertinya, cowo itu terbahak.
Ia tertawa dengan keras, membuat Arin menendang kakinya yang dibawah meja. Terdengar ringisan namun tidak sekencang tadi."Lo jadi cewe bar-bar banget si jing! Sakit bangsat."
"Masih aja lo deketin."
"Lo du-"
Ucapannya terpotong sesaat, ketika mbok Ati membawa makanan ke meja mereka, Arin terkekeh pelan, cowo itu pasti sebal acara mengomelnya diganggu. Tangan kanannya menyodorkan piring nasi goreng pedas untuk cowo itu. Dan satunya lagi untuk dia.
"Nih neng es jeruknya." Sambil menyerahkan dua gelas dingin, kemeja kayu berbentuk kotak, setiap pondasi mejanya seperti di makan rayap. Tidak kuat juga namun tidak rapuh juga. Ya seperti itulah kondisi meja kantin saat ini. Oke kembali menatap makanan itu sambil menyuapkan sesendok pertama ke mulutnya.
"Jangan ditiup itu ga bagus Rin." Ia juga memegang sendok siap memakan makanannya.
"Iyaiya bawel"
Cowo itu tersenyum, melanjutkan makan. Mereka memilih diam ketika makan, entahlah hening jadi mendominasi mereka. Suasana kantin sepi tapi tidak terlalu sepi juga. Kebetulan kelas mereka itu jamkos, kalo tidak mereka pasti kena hukuman dari guru BK lagi.
Ngomong-ngomong soal lari, cowo itu kenapa lari-larian seperti orang gila ya. Ahh salah, memang cowo itu gila. Kemudian Arin tertawa kecil memikirkan lelucon dikepalanya. Cowo itu berhenti, ia menatap Arin dalam, mengambil es jeruk tersebut meminumnya hingga tersisa setengah.
"Lo pasti mikirin gw yang engga-engga iyakan?"
Arin mendongak, kemudian ia menatap datar kedepan berusaha menjelaskan padahal mulutnya penuh dengan nasi goreng.
"Jangan ngomong, tar lo keselek." Dan benar saja kemudian cewe itu terbatuk batuk, cowo itu segera menyodorkan minumannya. Ia menenggak habis air itu.
"Lo yang ajak ngomong tadi!!"
"Ohh iya lupa, hehe."
Mendelik sinis kemudian ia memilih melanjutkan makan.
"Eh tadi kenapa lo lari-lari?"
"Tuh kan lo penasaran, bener apa kata gue lo tuh emang kepo kalo soal gue."
Arin menyembur minuman nya yang ada dimulut ke depan wajah cowo itu, membuat Rangga membuka matanya lebar. Dia shock sangat!.
Arina memang gila!!
"Arina!!!"
"Maaf tadi ga sengaja." Arin nyengir lebar, melanjutkan ucapannya.
"lagian lo ke geeran."
"Ga gitu juga jing!"
Rangga memilih mengusap wajahnya dengan tissue, benar-benar cewe ga ada adab, benar-benar jorok! Mamanya Arina ngidam apasi dulu waktu dia masih dalam kandungan? Mana bisa cewe se bar-bar dia.
"Abis ini lo ikut gue, tanggung jawab wajah gue yang ganteng udah skincare-an malah jadi begini!"
Arina menggeleng kepalanya spontan, dia menolak sambil melebarkan mata hitamnya.
"Ogah lo jelek!"
"Lo lebih jelek, Arin!"
"Tapi lo suka" balasnya cepat tidak mau mengalah, membuat Rangga memijat pelipisnya pelan. Arina itu susah dan tambeng, keras kepala banget kalo ga di bentak. Cewe sekasar Arina memang cocok temanan sama Rangga si cowo berotot. Tambah deh, tampan juga dia iya.
"Lo gamau nemenin gue, gue gagal beliin lo eskrim, bodo amat lo ngambek sono." Rangga mengeluarkan ancaman membuat Arin cemberut memajukan bebarapa senti bibirnya.
"Curang lo nyet! Pake diancem segala."
"Terserah gue." Tandas Rangga.
"Ayoo!!" Serunya bangkit dari meja, membuat Arin menyemburkan kembali air yang berada di mulutnya. Tapi tidak sebanyak yang tadi, Rangga juga sempat menghindar. "Ariiinnn lo jorok banget siii, kesel gue." Rangga buru-buru mengambil tissue banyak untuk membersihkan mulut Arin dan juga meja.
"Lo yang tiba-tiba berdiri si bangsat ya! Gue kaget lahh." Membela diri sendiri.
"Ohh manusia kayak lo bisa kaget juga?" Rangga langsung mengibrit takut disembur untuk yang ketiga kalinya, Arina menghentakan kakinya kesal, mengejar Rangga yang sudah berlari lemayan jauh.
"Rangga tungguuin gue oii"
Rangga enggan berbalik, ia lebih memilih berjalan ke parkiran motornya, sebelum akhirnya mereka melesat maju keluar gerbang sekolah.
Yahh mereka bolos untuk kesekian kalinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARINGGA
Teen FictionRangga menunjuk wajah datar itu, "gue mati kalo lo mati." Arin tersenyum kecil remeh, "dunia bahkan lebih gelap dari ini." Bakalan muncul kisah yang nggak akan diduga, dibilang cewe kalo jatuh cinta ga akan main-main, justru sebaliknya. Cowo kayak R...