Sekolah

5 1 0
                                    

Arin masih sibuk dengan bantal birunya, menggusel pelan kemudian ternyenyak lagi. Membuat Rangga yang menggedor pintu kamarnya tidak sabaran. Alih-alih dengan mendobrak pintu, Rangga kini berteriak seperti kesetanan, suaranya menggelegar seisi rumah, dengan suara yang tidak bisa dibilang enak karna dapat mengganggu telinga Arin.

Headshoot

Bantal biru itu terkena kepala Rangga, membuat cowo itu menoleh sadis. Ia menggubrak isi kasur Arin sehingga mau tak mau membuat cewe itu terpaksa membuka matanya.

Hoaammm.

Apasih? Pagi-pagi gini ribut!?

"Arinaaa!! Ini udah jam 6.30! Kita telat masukkk dan lo sama sekali belom mandi!?" Ia menjerit kesetanan, menyiapkan seragam Arin hingga menyeret tubuh mungil itu kekamar mandi. Arin tampak ogah-ogahan dengan masih menutup matanya.

Byurrr

Sialan!

Ia membuka matanya terkejut, melotot ngeri melihat tubuhnya sepagi ini diguyur dengan air dingin. Kurang ajar, liat aja pembalasan cewe itu. Ia cepat-cepat mendorong Rangga menyelesaikan mandinya.

"Buru. buru!" Teriaknya tidak sabaran, sembari beralih ke meja mempersiapkan jadwal mata pelajaran hari ini. Ia melirik sticky note bewarna tosca tersampir di buku fisika cewe itu. Membacanya sekilas, tampak terburu-buru sebelum cewe itu keluar dari kamar mandinya. Sedetik sebelum membacanya ia terkejut dengan suara terbukanya pintu, tangannya kini bergerak cepat menyembunyikan kertas itu di saku celana.

"Ngapain masih disini lo nyet!? Mau ngintip yah!??" Arin melotot galak. Sedangkan Rangga hanya cengengesan dan beralih dari hadapannya.

"Buruan Rin ntar kita telat!"

"Brisik lo!" Arin balas sembari menggenakan kaus kaki putihnya.

Keduanya kini berada di depan gerbang sekolah, Arin hanya menenteng tasnya santai berbeda dengan Rangga. Cowo itu menoleh kanan kiri dengan cemas berharap ada jalan masuk selain gerbang depan.

"Rin kok lo ga ada takut takutnya si? Santai banget lo udah telat berapa menit ini?" Ia mengoyang goyang bahu Arin.

Cewe itu menepis tangan besar itu dengan kasar, "jauh jauh! Gue bisa aja tuh dihukum. Lagian lo repot banget si gue di bangunin sepagi ini, cuman buat sekolah." Ia mengangkat tangan sembari menguap lebar.

Rangga melotot, kebiasaan cowo itu melotot mulu, entar giliran bola matanya keluar aja dia ga bisa kembaliin lagi. Arin masih berdiri tetap didepan gerbang, Rangga itu gamau kalo sampe Arin panas-panasan trus lari keliling lapangan. Ia menghembuskan napas kasar mencoba cari jalan pintas.

gerbang belakang!

Aduhh kenapa mikirnya telat si.

Dengan segera cowo itu menarik lengan Arin, melesat cepat seperti diburu setan. Sesampai depan gerbang dengan tinggi 2 meter itu membuat Rangga meneguk ludahnya kasar. Dia sih bisa aja ya manjat pager, kalo Arin gimana? Dia cewe pake rok lagi.

Ahh ia tersipu malu bila membayangkan yang tidak-tidak. Sedangkan Rangga berfikir, cewe disebelahnya menarik napas ngos-ngosan. Menepuk dadanya berkali-kali, lalu dengan cepat tangan kurusnya menyambar pinggang Rangga.

Mencubitnya dengan keras, membuat cowo tinggi itu mengaduh kesakitan. "Aww aww ampun! Ampunn sakit Rinn." Ia memasang wajah semelas mungkin.

Arin berjalan santai kembali menuju gerbang depan sekolah, sebelum meninggalkan Rangga digerbang belakang. Ia mendorong gerbang depan dengan siap menerima tatapan satpam atau guru piket. Namun, justru dirinya tidak mendapat apapun, sempat mengernyit heran, setelah akhirnya ia sadar bahwa lapangan parkir benar-benar kosong. Ia kembali berjalan mundur mencari Rangga, dengan cekatan matanya melirik jalan menuju gerbang belakang. Ahhh pasti si Rangga juga udah lompat, ia kemudian melesat menuju kelasnya. Tanpa memikirkan Rangga atau siapapun.

ARINGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang