Bagian IV : Gerbang kerajaan

5 2 0
                                    



Saat ini, aku, Lana, Indra dan Signus sedang berada di depan gerbang kerjaan utama yang amat besar, tidak hanya kami berempat tapi banyak sekali orang-orang lainnya juga keluar dan masuk kerajaan utama yaitu Strejner. Bagiku di masa ini adalah kali pertama, namun sebelum aku kembali ke masa ini, sudah tak terhitung aku kemari dan mengelilingi kerajaan-kerajaan di Rodjord.

Butuh waktu 14 hari berjalan kaki dari desa kami yang berada di wilayah barat untuk sampai ke kerajaan utama Strejner. Bukan karena kami lambat, melainkan kami tak ada pilihan lain. Selain itu medan yang kami lalui cukup memakan tenaga, seperti naik turun bukit ataupun pegunungan Denali. Pegunungan itu yang memsiahkan desa-desa dan kerajaan-kerajaan kecil di bagian barat dengan timur wilayah kerajaan Strejener. Strejner adalah kerajaan utama yang memiliki banyak kerajaan-kerajaan kecil di wilayahnya. Stjerner yang mengatur segala peraturan, ekonomi, maupun pemanfaat sumber daya alam yang ada di wilayahnya.

Setidaknya selama 14 hari ini kami singgah di beberapa desa, dan kerajaan-kerajaan sepanjang jalan yang kami lalui. Jika terpaksa kami mendirikan tenda dengan kain tebal yang kami bawa tak lupa juga dengan api unggunnya agar serangga dan hewan-hewan tak mendekati ketika kami ketika malam tiba di hutan.

Ada alternative lain yang cepat namun kami harus membayar mahal jika harus naik kereta api, dan stasiun terdekat berjarak 3 hari jalan kaki. Dengan membayar 5000 Zen perorang kami dapat dengan tenang sampai di kerajaan utama. Jika kuhitung, itu sama dengan baiaya makan dan penginapan di desa-desa kecil untuk 5 hari. Sementara uang kami hanya 1500 Zen perorang, terpaksa kami memilih perjalanan yang murah. Kedepannya nanti kami berempat akan sering bepergian menggunakan kereta api, selepas bergabung dengan tim ekspedisi Strejner.

Aku melihat mereka bertiga begitu antusias ketika kami sudah memasuki melewati gerbang pertama kerajaan utama. Sedari tadi aku tak terlalu mempedulikan mereka bertingah seperti apa, karena aku fokus untuk mencari Sol. Seorang guru bagi kami berempat yang kelak akan merekomendasikan kami untuk ikut bergabung ke dalam tim ekspedisi kerajaan.

Tuan Sol adalah orang yang tinggi, berjenggot, dan berambut putih panjang yang selalu diikatnya. Rambut putihnya bukan karena guruku itu tua, tapi karena ia sering menggunakan mantra-mantra yang bersifat negatif. Aku rasa keramaian ini tak dapat menyembunyikan guruku itu, karena penampilan yang teramat mencolok.

Sepanjang jalan menuju gerbang kerajaan bagian dalam untuk mendapatkan ijin masuk, aku terus mengawasi ketiga kawanku ini dari belakang dan membiarkan mereka berlaku sesuka hati sembari terus mencari orang dengan penampilan mencolok itu.

Banyak pedagang-pedagang kaki lima yang berteriak menawarkan barang dagangan mereka, "Hey nak, silahkan lihat-lihat, aku menjual kain-kain terbaik di seluruh penjuru Strejner," tawar salah seorang pedagang.

"Kemari-kemari, aku menjual banyak barang-barang yang munking cocok untuk kalian," kata seorang pedagang datang menghampiri kami berempat. Disaat mereka berhenti untuk melihat-lihat dagangan seorang, aku melihat guru nyentrik itu dari kejauhan keluar dari salah satu bangunan yang terdapat papan bergambar gelas. Rambutnya membuat dia paling mencolok di antara keramaian orang-orang.

"Ayo cepat! Orang itu sudah datang," kataku kepada mereka bertiga yang melihat-lihat barang dagangan sembari berjongkok.

"Yang benar saja, kita bahkan tidak pernah bertemu dengan orang itu. Bukankah Tuan dan Nyonya Arghya menyuruh kita menunggunya di gerbang bagian dalam," Jawab Lani sembari bangkit berdiri.

"Santai saja dulu, toh gerbang itu ada di depan sana," tandas Signus sembari menunjuk ke arah gerbang dengan sebuah gelang yang sedang ia gengam.

"Aku rasa dalam 7 tahun ini kalian, tahu kan kalau intuisiku selalu benar," kataku mengambil ancang-ancang untuk berlari mengejarnya yang semakin menjauh.

Tas rangsel yang berat dan tas pinggangku yang berisikan alat tulis dan tinta, sedikit membuatku kesulitan dalam berlari mengejar tuan Sol, tapi aku tak peduli dan terus berlari sembari terus menghindari orang-orang yang sedang berjalan, melihat-lihat dagangan ataupun kereta-kereta kuda yang sedang melewati jalan ini menuju gerbang bagian dalam.

"Hey, Tuan Sol! Tunggu, tunggu sebentar!" teriakku dari kejahuan berharap ia menoleh ke belakang. Aku terus memanggil-manggil namanya semabari menambah kecepatan lariku hingga tepat di belakangnya. "Seharusnya ini tidak kulakukan, karena aku takut akan merubah garis yang telah aku lalui sebelumnya," pikirku.

"Tuan Sol!" Sapaku diikuti nafasku yang habis tersengal-sengal karena mengejarnya. Ia pun menoleh ke belakang dan berkata, "Siapa kau?".

Aku mengarahkan telapak tanganku kepadanya memberi tanda untuk tunggu sebentar sembari menumpukan kedua tanganku ke lutut, keringatku mulai berccucuran dan nafasku sedikit ngos-ngosan. Ia pun memberiku sebuah botol dan kuterima untuk meminumnya sedikit, sembari mengembalikan botol yang ia berikan, aku berkata, "Terima kasih Tuan. Saya Veshu Deva yang di utus Tuan dan Nyonya Arghya untuk bertemu dengan anda,".

"Ah, Jadi kau anak yang diceritakan mereka berdua lewat surat, bukankah harusnya kau datang berempat, mana yang lainnya?" Tanyanya mengangguk-angguk sembari menepuk pundakku untuk mengajakku menepi.

"Apa aku harus menyusul mereka, Tuan?" tanyaku kepadanya yang sedang bersandar di tembok sebuah toko rempah-rempah. Aku mengetahuinya karena sedari tadi aku mencium aroma rempah-rempah yang cukup kuat dan itu berasal dari toko ini.

"Tidak usah, nanti juga mereka lewat, kau duduklah di kotak itu," jawabnya sembari menunjuk kotak kayu panjang. Aku masih saja takjub dengan guruku ini, walaupun selalu serius dan tegas tapi setidaknya orang ini selalu mengayomi dan mengerti kami. Sementara aku biarkan saja seperti ini, walaupun sebenarnya aku melewatkan satu orang yang akan menjadi temanku kelak dan semoga saja keputusanku ini tidak mempengaruhi garis waktu yang orang dalam mimpiku katakan.

"Kau sudah makan?" Tanya guruku singkat sembari ia menenggak minuman dari botol yang berbeda. Ya kurasa itu raki, minuman keras yang selalu ia konsumsi. Tuan Sol pernah berkata bahwa minuman itu membuatnya mengurangi efek dari mantra-mantra negatif yang ia pelajari dan kembangkan, entah benar atau tidak hingga kembali ke masa ini aku tak sempat menanyakan hal itu dengan serius.

"Belum, rencana kami selepas dari gerbang itu dan bertemu anda," Jawabku sembari menunjuk gerbang yang amat besar itu, gerbang yang dipenuhi orang-orang yang sedang mengantri untuk izin masuk dan keluar ataupun mengurus keperluan tinggal di kerajaan Strejner. Dulu hingga sekarang aku masih penasaran dengan tinggi tembok di kerajaan ini, karena gedung akademi saja yang sebesar itu masih kalah tinggi dengan tembok-tembok perbatasan di setiap wilayah kerajaan.

"Tuan Sol, Itu mereka sedang berjalan kemari," tandasku saat menoleh ke arah tadi mereka kutinggal dan melambai ke arah mereka bertiga sembari meneriaki mereka. Beberapa saat kuteriaki mereka, hingga akhirnya mereka menoleh kemari dan mendekatiku yang sedang berdiri melambaikan tangan kepada mereka.

"Perkenalannya nanti saja jika sudah sampai di rumahku, waktu kita tak banyak," Kata Tuan Sol sesampainya mereka tiba. Kami pun berjalan mengikutinya dari belakang menuju gerbang kerajaan yang amat besar. Sepanjang jalan menuju gerbang kerajaan, aku membicarakan hal-hal kecil dengan Signus tentang perjalanan dan dua orang pasukan berzirah hitam yang sempat menyerang kami di desa Benleigh, sebuah desa tak berpenghuni tempat kami singgah.

Ya, hal itu seharusnya tidak terjadi jika aku tak membunuh salah seorang dari mereka waktu itu. Dan kejadian itu pun tidak ku alami sebelum aku kembali ke masa ini, artinya aku sudah merubah beberapa garis yang harusnya kulewati dan itu berimbas kepada diriku yang kerap sekali pusing setiap aku salah mengambil keputusan.

"Selamat datang di Strejner," Kata tuan Sol sembari terus berjalan mengikuti alur antrian. "Kalian ikuti aku, aku harus mendaftarkan kalian sebagai penduduk kerajaan ini," Tandasnya.

Dari sinilah ceritaku dimulaisebagai seorang tsigani, Signus dan Lani nantinya mereka akan menjadi baqshi,dan Indra akan menjadi lukostrel. Kelak kami semua akan mengelilingi seluruhkerajaan untuk melakukan ekspedisi dan investigasi terhadap tiga kerajaan yanghilang dan mantra kala cakra.

Kala CakraWhere stories live. Discover now