Bagian VI : Kereta Neraka 1

5 1 0
                                    



Ekspedisi pertama bagiku di masa ini, Signus, Indra dan Lani sangat antusias menantikan ini. Bagaimana tidak, semasa di akademi mereka bertiga sangat senang mendegarkan sejarah kerajaan-kerajaan, reruntuhan kuno dan mitos-mitos yang berkembang diseluruh penjuru rodjord. Dalam salah satu pelajaran yang kami terima, Tuan Sol pernah menjelaskan, "Ada tiga kerajaan yang sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya, dan mereka adalah nyata adanya," sembari menggunakan mantranya untuk membuat ilustrasi peta-peta kerajaan yang hilang tersebut.

Saat ini, kami semua ada di dalam salah satu gerbong kereta yang menuju Acalla, kerajaan paling ujung di rodjord bagian timur yang berbatasan langsugn dengan Delmar. Acalla adalah kerajaan kecil yang berafiliasi dengan Weltervreeden dan Strejner, jika sewaktu-waktu Acalla terlibat perang atau di serang kerajaan lain maka kedua keraajaan yang lainnya dapat membantu. Perjalanan ini cukup panjang karena membutuhkan waktu 3 hari dengan kereta api menuju Acalla dan 4 hari berjalan kaki dari kerajaan utama Acalla sampai pelabuhan di Drojelf, kerajaan paling ujung di Acalla.

Gerbong yang kami naiki, di dalamnya berupa kabin-kabin untuk 4 orang. Di dalam kabin ini, hanya ada tempat tidur dari papan yang dilapisi bulu domba dan sebuah meja kecil di tengah-tengahnya yang tepat berada di bawah jendela.

"Wah...... Jadi seperti ini ya rasanya naik kereta api," kata Indra kegirangan sembari membuka tirai yang menutupi jendela.

"Taruh dulu tasmu yang besar di bawah kasur ini, kau semakin terlihat seperti orang desa," Sahut Signus sembari menaruh tas punggungnya yang besar ke kolong kasur. Aku pun menepuk pundak Indra beberapa kali selepas menaruh tasku dan menolong Lani memasukkan tasnya ke kolong kasur tepat di seberang Signus merebahkan tubuhnya. Indra pun melepas dan kemudian menaruh tasnya di kolong kasur di sebelah Tas Signus.

"Berapa lama kita naik kereta ini sampai Acalla?" tanya Lani yang duduk di sebelahku.

"Sekitar 3 hari, setidaknya itu bisa lebih cepat ketimbang kita berjalan kaki ataupun berkuda," jawabku sembari menyandarkan diri ke jendela kereta. Indra masih saja memandang keluar gerbong ke arah orang-orang yang sedang berkumpul, dan orang-orang yang sedang lalu-lalang.

"Kenapa dulu, waktu kita menuju Strejner, tidak naik kereta?" tanya Indra.

"Ya karena kita tak punya cukup uang waktu itu, sekarang pun perjalanan kita dibiayai oleh kementrian kerajaan," Jawab Lani.

"Nikmati saja selagi bisa, bisa jadi ini yang terakhir kalinya. Siapa tau kita semua mati sewaktu tiba di pula tak bernama itu," Tandas Signus semberi memiringkan badannya ke arah dinding. Indra pun membalasnya dengan teriakan tepat di telinga Signus, "Kau saja yang mati!". Mereka berdua memang memiliki sifat yang benar-benar seperti air dan minyak, namun mereka berdua sangat loyal terhadap teman dan pekerjaan yang dilakukan. Selain itu, aku rasa mereka ini sangat baik dalam hal kerja sama.

Peluit tanda kereta berangkat pun ditiup oleh seseorang dari luar kereta, dan perlahan kereta ini berjalan melaju meninggalkan stasiun di kerajaan Strejner dengan mengeluarkan suara peluit dari lokomotif. Kami berempat menikmati perjalanan sembari berbincang-bicang kecil, kecuali Signus yang sedari tadi tidur. Saat siang kami berempat memutuskan untuk menuju gerbong makan yang berada di bagian tengah rangkaian kereta, sekitar 2 gerbong dari sini. Gerbong kami terletak di bagian belakang sebelum gerbong barang.

Aku tak dapat memingat kejadian apa yang akan terjadi selama ekspedisi pertamaku ini karena sejak awal aku kembali kemari aku sudah salah langkah, dan tak menyadari apapun kecuali suara-suara misterius dari mimpi itu. Dalam waktu tiga hari kedepan, aku tak mendapatkan sedikitpun gambaran detail ingatan. "Solla, siapa dia sebenarnya?" pertanyaan itu terus terngiang di kepalaku hingga larut malam. Walaupun aku masih beraktivitas tapi isi yang ada dikepalaku selalu bertanya-tanya soal Solla.

Karena pikiranku tak tenang dan sudah malam, ku putuskan untuk sejenak keluar kabin dan mencari udara segar dan menuju pintu pembatas antar gerbong. Ku buka pintu kabin perlahan dan menutupnya kembali dengan sangat hati-hati aku tak ingin mereka bertiga terbangun saat malam seperti ini. Aku pun melewati lorong yang tak terlalu gelap karena di bagian kanan gerbong berjajar jendela-jendala yang cukup besar dan malam itu sedang bulan purnama. Satu persatu ku lewati kabin yang berjajar termasuk kabin tempat Tuan Sol beristirahat.

Sebelum aku membuka pintu yang menghubungkan gerbong ini dengan yang ada di depan, aku tak sengaja menoleh keluar jendela dan mendapati ada sebuah bayangan yang amat besar bergerak mengikuti kereta ini melaju. Tak lama setelah itu terdengar bunyi "Bruukk....bruuk....bruuk....," sebanyak tiga kali dari atas atap gerbong dan di ikuti oleh bunyi langkah kaki yang sangat berat, kemudian bayangan besar itu pun menghilang entah kemana.

Langkah-langkah kaki itu terus bergerak entah ke mana. Kejadian sepeti inilah yang kutakutkan karena aku tak pernah mengalami di waktu sebelumnya dan yang membuatku takut adalah aku tidak bisa leluasa mengeluarkan mantra jika tetap berada di dalam gerbong ini. Tertegun beberapa saat membuatku tak sadar bahwa ada salah seorang dari mereka yang sudah ada di hadapanku, tepatnya di balik pintu. Aku dapat merasakannya karena ia menggeser pintu ini perlahan dan saat itu aku sedang memegang gagang pintu gerbong ini.

Orang itu cukup tinggi karena kepalanya hampir menyentuh ambang pintu, aku mundur beberapa langkah dan ia pun masuk dengan sedikit menundukkan kepalanya.

"Kau kenapa nak?" Tanya pria itu membuyarkan lamunanku.

"Eh... tidak tuan, aku hanya ini berjalan-jalan," Jawabku kepada pria tinggi besar dan berkepala plontos itu, kulit coklat dengan pakaian warna abu-abu membuatnya tak terlalu nampak dari jendela kecil yang ada di pintu. Syukurlah aku kira siapa, kemudian aku melihatnya memekik diiringi sebilah pedang menembus dada pria itu.

Dengan reflek secepat kilat aku pun lompat mundur menghindari tubuh pria itu ambruk. "Sial, lorong ini terlalu sempit untuk bertarung dan beradu mantra," pikirku dalam hati sembari menyiapkan mantraku. Lorong yang hanya selebar dua orang ini tak akan mampu menahan mantra-mantra yang dikeluarkan jika mantra itu memiliki jangkauan cukup besar.

Aku pun berlari sembari menggunakan mantra boneka manusiaku, nabito prekhleit thal. Ya, itu adalah mantra yang sama persis seperti aku membunuh orang dengan zirah hitam saat berumur 7 tahun lalu. Aku berbagi jiwa dengan kelima boneka tanah liat itu, mereka semua adalah tiruanku yang sama persis. Sesampainya di depan kabin nomor 8, aku pun langsung masuk tak peduli mereka bertiga bangun atau tidak.

Selagi di dalam kabin, ku kunci pintu itu dari dalam dan duduk di tengah-tengah sembari menyiapkan mantra untuk memindahkan pengelihatanku ke salah satu boneka tanah liatku. Tangan kananku terasa amat panas seperti terbakar setiap kali aku menggunakan mantra-mantra buatanku dan itu sangat menguras tenagaku. Setelah menggunakan mantra sembari memejamkan mata, perlahan-lahan pandanganku berganti ke salah satu dari bonekaku.

Dan terkejutnya aku ketika melihat, orang yang membunuh pria tadi menggunakan baju zirah hitam. Ini ketiga kalinya mereka mendatangiku, yang pertama di rumah saat di desa dan kedua adalah saat kami berempat berada di desa Benleigh. "Sial bagaimana mereka bisa tahu kalau aku ada di sini?" kataku dalam hati setelah melihat ada sekitar 2 orang berada di depan boneka tanah liatku.

Ku keluarkan beberapa mantra dikelima bonekaku, mantra pengikat, mantra bertahan dan mantra untuk menyerang.Kelemahanku adalah, ketika aku tak melihat langsung ataupun berada di ruangansempit seperti ini. Mereka berdua pun berjalan dengan sangat hati-hatimendekati kelima bonekaku, dengan mempersiapkan mantra dari tangannya, aku tahudia akan menyerang sebentar lagi. Dan sepertinya itu adalah mantra cahaya yangbersifat negatif, aku dapat mengenalinya karena seorang yang paling depanmengarahkan tangan kanannya yang berpendar ke arah boneka-bonekaku.

Kala CakraWhere stories live. Discover now