part 2

30 2 1
                                    

Jalanan tampak penuh dengan kendaraan yang berlalu lalang. Ibukota memang selalu seperti ini, jarang sekali melihat pemandangan jalan yang sepi. Terlebih jika hari senin, jangan ditanya pasti jalanan akan penuh dengan hamparan manusia yang sibuk untuk memenuhi urusannya masing-masing.

Hari ini Sean terlihat berbeda, bukan Sean sih lebih tepatnya motor yang ditungganginya. Biasanya dibelakangnya akan ada perempuan yang diboncengi Sean sambil memeluk dada bidang Sean, tapi hari ini Sean duduk sendiri di motor trail nya.

'Tiin tiin' Daritadi suara klakson saling bersautan, seakan perdebatan yang tidak mau kalah. Para pengemudi terus menyalakan klaksonnya masing masing.

"Ah elah, macet mulu heran". Rutuk Sean dibalik helm fullface nya. Dirinya juga tidak mau kalah dengan pengendara lain, dari tadi jarinya terus menekan klakson.

Sean sebenarnya tidak masalah jika harus telat. Malah tadi dirinya masih ingin melanjutkan tidurnya, tapi karena hari ini ada ayahnya dirinya mau tak mau harus berangkat pagi dan merelakan tidur paginya yang sangat nikmat menurutnya. Ayahnya itu sangat tegas, tadi pagi saja dirinya sempat debat dengan ayahnya karena Sean yang tak mau bangun meskipun ibunya sudah beberapa kali membangunkan Sean, ya walaupun Ayahnya tegas Sean masih berani menjawab perkataan ayahnya. Memang Sean itu otaknya sedikit geser, dia tidak pernah berfikir duakali untuk melakukan apapun yang ia inginkan.

Tidak terasa dirinya sudah memasuki gerbang sekolahnya SMA Nugraha. Sekolah yang ia tempati sekitar 2 tahun ini. Dirinya memarkirkan motor trail itu di lapangan khusus parkir. Melepaskan helmnya dan memasukkan kunci motor di tasnya. Dirinya berjalan menyusuri koridor, tidak seperti dinovel jika para gadis akan memperhatikan laki-laki tampan, ini tidak sama sekali. Mereka tidak senorak itu dengan memperhatikan laki-laki sampai berteriak tidak jelas. Mungkin hanya beberapa adik kelasnya yang tertangkap basah sedang membicarakan ketampanannya. Ya itu memang wajar seorang adik kelas mengagumi kakak kelasnya kan? Tapi ingat, mereka tidak senorak itu membicarakan sambil berteriak tidak jelas.

"Tumben si playboy datengnya pagi". Ucap laki-laki yang sedang duduk di bangku kantin. Tangannya sibuk membuka kuaci.

Tanpa menghiraukan temannya dirinya malah merampas kuaci yang ada dihadapan temannya itu.

"Kuaci gue kampang".

Sean berdecih untuk membuang cangkang kuaci itu "kuaci doang, pelit banget lo Ri".

Laki-laki yang bernama Rian itu melirik tajam Sean. Padahal dirinya sengaja membeli kuaci alasan dirinya jajan kuaci sih walaupun tidak mengenyangkan tapi setidaknya awet.

"Tadi Bunga nyariin lo". Ujar laki-laki yang fokus dengan HP nya, seperti biasa dirinya pasti sedang memainkan game online, modal wifi sekolah.

Sean mengalihkan atensinya pada laki-laki itu "Beneran lo Bram?".

Bram hanya menganggukkan kepalanya.

"Dia bilang apa?". Tanya Sean

"Katanya nanti makan siang bareng".

Sean menyunggingkan senyumnya mendengar perkataan Bram, di sekolah ini dirinya hanya memiliki satu kekasih, hanya Bunga tidak ada yang lainnya. Bukan karena dirinya takut jika sedang pacaran dengan yang satu, pacarnya yang lain akan memergokinya, tidak itu bukan alasan Sean. Sean tidak mau ribet dengan membagi waktu untuk pacarnya disekolah, dirinya lebih memilih untuk memiliki satu pacar saja di sekolahnya, jika sudah bosan dengan pacarnya dia dengan gampang memutuskan hubungannya dan mencari perempuan lain untuk dijadikan pacarnya ralat tanpa mencaripun perempuan akan datang dengan mudahnya ke pelukan Sean. Tapi tidak segampang itu untuk Sean benar-benar menghabiskan waktu bersama pacarnya, walaupun hanya memiliki satu pacar di sekolah dirinya pasti akan selalu diganggu oleh mantan-mantannya. Ya emang dasarnya Sean playboy, dia seneng-seneng aja gitu digangguin sama ciwi-ciwi kurbel.

"Si Manda ngechat gue. kenapa lo hp nya gak aktif". Rian melirik Sean yang sedang menikmati kuaci hasil rampasan dari Rian.

"Manda anak sekolah sebelah ya?". Tanya Sean sambil mengangkat satu alisnya.

Rian hanya merespon dengan amggukan, dirinya kini beralih pada handphonenya.

"Oh gue sengaja gak aktifin. Males gue, mereka itu pasti ngajak jalan".

Bram mengalihkan tatapannya pada Sean, dirinya berdecak sebal. Bram tak habis fikir kenapa Sean senang sekali gonta-ganti pacar, terkadang Bram berharap Sean mendapatkan karma untuk semua kelakuan buruknya itu. Tapi karena Sean teman dekatnya, Bram tidak setega itu jika Sean benar-benar mendapat karma, dirinya menginginkan Sean benar-benar insyaf dalam keplayboy-annya itu.

'Kriiiiiinggggg'

Mendengar suara bel Sean mendenguskan nafasnya, dirinya malas jika harus upacara, membosankan. Apalagi jika kepala sekolah yang kebagian amanat upacara, Sean angkat tangan. Dirinya sering mencari kesempatan untuk kabur, dengan alibi ke toilet atau pura-pura sakit bodo amat jika dibilang lemah yang penting dirinya tidak mau mendengar nasihat kepsek itu.

"Bel noh, upacara woy". Ucap Bram, yang sedang memasukan HP nya kedalam saku celananya.

"Males gue, kalian aja sono" Ucap Sean sambil mengangkat kakinya ke atas meja dan menyandarkan tubuhnya ke sandaran bangku.

"Gue lagi males cari masalah sama BK nih, mau upacara ajalah gue". Sahut Rian.

"Gue apalagi, daripada nanti kena semprotan si sipit buang-buang waktu mending gue ngegame". Bram melangkahkan kakinya meninggalkan kantin, Rian menyusul dibelakangnya.

Sean hanya mengedikkan bahunya, tanpa memperdulikan 2 temannya itu. Jika sekarang dirinya ikut upacara, Sean tidak punya alasan lagi. Semua anggota PMR sudah tidak percaya dengan wajah melas Sean, ke kamar mandi pun sudah dilarang oleh guru yang sedang mengawas. Dirinya tidak ingin rambutnya kena potong saat razia rambut, niatnya memanjangkan sedikit rambutnya agar terlihat keren saat mengibaskan rambut ketika main futsal tidak ingin gagal karena ulah si sipit guru BK yang sering memangkas rambut dengan ganas, alhasil bukannya keren dirinya malah terlihat kocak dengan potongan rambutnya seperti dora.

Kantin terlihat semakin sepi, Sean harus mencari tempat sembunyi. Dirinya pergi ke belakang tempat toilet berada. Jangan berfikir Sean akan bersembunyi di toilet, dirinya tidak betah jika harus lama-lama di toilet. Baru-baru ini Sean menemukan tempat persembunyian barunya, yaitu pohon besar yang berada tepat di belakang toilet, pohonnya itu lebat jadi kemungkinan besar Sean tidak akan terlihat karena tertutupi oleh daun-daun yang menghalangi.

Sean sedikit berlari, namun saat langkahnya tepat dibelokan toilet putri, badannya tertabrak oleh seorang siswi berkacamata.

"Awww" . Ringis cewek yang menabrak Sean tadi.

Sean menggertakkan giginya, kenapa masih ada siswi disini.

"Lo mata udah empat, masih aja buta kalo jalan". Ucap Sean sedikit membentak.

Mendengar itu cewek tadi secara refleks membulatkan matanya. Tidak terima dibentak seperti itu.

"Eh lo sembarangan ngatain mata gue empat, lo--".

"Anggi, masih ditoilet bukan? Papa nyariin daritadi". Ujar seseorang yang sepertinya sedang mencari cewek itu, dan sial itu suara kepala sekolah. Sean dengan cepat berlari masuk kedalam toilet, saat Anggi mengalihkan tatapannya ke belakang.

"Iya Paa bentar". Cewek yang bernama Anggi itu kembali menghadap tempat Sean tadi.

"Lah cowo songong tadi kemana". Gumam Anggi.

Karena kepala sekolah yang notabenenya Papa Anggi sudah datang Anggi tidak ingin memperdulikan laki-laki tadi. Dirinya melangkah untuk mendekati Papanya.

Sean mengerutkan dahinya, jadi cewek yang ia tabrak tadi anak kepala sekolah. Tapi setahunya anak kepala sekolahnya itu tidak ada yang bersekolah disini, sudahlah tidak ada waktu untuk memikirkan itu semua. Dirinya segera mendekati pohon besar itu dan menaiki pohonnya dengan sangat mudah. Memang dirinya sebelas-duabelas dengan hewan yang sering memanjat pohon.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 13, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Playboy InsyafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang