Chapter 4

243 155 12
                                    

Author POV

Bagi Devan hal indah dalam hidup adalah bersama dengan orang yang dicintai nya dan hidup dalam kesederhanaannya.

Sekarang ia sudah memiliki seorang ibu yang merawatnya, tapi tak ada seorang ayah yang menafkahinya. Cemoohan dari tetangga pun semakin menjadi-jadi apalagi melihat ibuku yang sudah kembali ke rumah.

Seperti biasanya, Devan akan berangkat pagi-pagi. Tapi ada yang berbeda dari pagi sebelumnya. Ia sarapan. Yah memang selama ia tinggal dengan ayahnya Devan tak pernah sarapan.

"Selamat pagi sayang," sapa Rahma pada anaknya.

"Pagi buk."

Devan pun segera duduk dan makan dengan tenang.

"Sekarang kamu gak perlu jalan lagi kesekolah."

"Kenapa?"

"Ibu udah belikan kamu sepeda."

"Kok ibuk belikan aku sepeda. Itu tidak perlu, buk."

"Tapi udah ibuk belikan. Kenapa? Kamu gak suka dibelikan sepeda? Itu kan juga supaya kamu tidak jalan ke sekolah."

"Sayang uangnya bu," jawab Devan.

Rahma tersenyum, "Devan, ibu selama ini kerja nak buat kamu."

Devan teringat akan sesuatu ia segera menanyakan nya pada rahma .

"Kalau boleh Devan tau, kenapa ibuk tinggalin aku sama ayah?"

Flashback on

Usia kandungan rahma sudah menginjak 9 bulan, yang artinya ia akan segera melahirkan.

Pemeriksaan terakhir, dokter memberitahu bahwa ia tidak bisa melahirkan secara normal karena bayinya sungsang.

Fyi: sungsang itu posisi bayi yang mengalami perubahan, dimana saat persalinan kepalanya ada di atas.

Akan sangat membahayakan jika ia memaksa untuk melahirkan secara normal, itu artinya ia akan membahayakan bayi dan nyawanya sendiri.

Tapi jika dipikir-pikir ia dan suami tak memiliki uang lebih untuk biaya operasi caesar.

Rahmat sang suami memutuskan untuk meminjam uang pada tetangga, tapi nihil.

Siang harinya ketuban Rahma pecah dan segera dilarikan ke RS.

Saat ditangani, dokter keluar dari ruangan.

"Keluarga pasien?"

"Saya suaminya, dok," Ujar rahmat bangun dari duduknya menghampiri dokter yang menangani istrinya.

"Gini pak, Bu Rahma tidak bisa melahirkan secara normal. Dikarenakan posisi anak bapak yang tidak memungkinkan. Jika dipaksakan untuk melahirkan secara normal akan sangat membahayakan ibu dan anaknya. Saya harap Bapak mengerti dan segera memberikan keputusan," jelas sang dokter.

"Lakukan yang terbaik untuk istri saya, dok. Saya mohon."

"Baik, silahkan urus biaya administrasi nya dulu, pak."

"Baik, dok."

Rahmat berjalan gontai ke bagian administrasi. Dengan segera ia menanyakan berapa biaya operasi istrinya

"20 juta pak, beserta pengobatannya," Beritahu sang suster.

"Baik, sus. Tapi apa tidak bisa untuk di lakukan operasi nya terlebih dahulu sebelum saya membayarnya? Saya janji saya akan segera melunasinya."

SAD BOY(Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang