Chapter 8

192 98 8
                                    

Berawal dari rasa penasaran yang berakhir dengan terbawa perasaan
-Nela Riskatami


Devan segera pulang ke rumahnya setelah luka-luka diwajahnya di obati. Tidak ada hal yang serius, hanya luka memar di bagian wajahnya. Tapi tak ada yang tau apa yang terjadi pada punggung nya.

"Assalamualaikum," ujar Devan saat akan memasuki rumahnya.

"Wa'alaikumussalam," jawab Rahma dari dalam rumah.

Devan segera melangkahkan kakinya masuk ke rumah yang langsung disambut oleh Rahma. Tubuh Rahma seakaan membeku, melihat wajah tampan anaknya yang penuh dengan luka lebam.

Devan segera manyalami tangan Rahma dan duduk di sofa.

"Ini kenapa?" Tanya Rahma begitu khawatir.

"Gak papa, buk."

"Gak papa gimana? Wajah kamu ini biru semua. Kamu habis berantem? Sama siapa?"

Devan terdiam sejenak guna mencari alsan apa yang tepat, agar ibunya tak curiga.

"Tadi pulang sekolah, aku di keroyok oleh beberapa orang yang nggak aku kenal, buk. Itu aja."

"Kenapa kamu gak lawan aja sih."

"Mereka terlalu banyak, buk. Lagipula, aku diserang secara tiba-tiba," ujar Devan berbohong lagi dan lagi.

Sekali kita berbohong, maka kita akan menciptakan kebohongan lain untuk menutupi kebohongan-kebohongan lainnya.

"Yaudah, kamu istirahat aja sana. Nanti ibu buatkan sop sayur dan mengompres luka-luka kamu," perintah Rahma.

Devan berjalan menuju kamarnya, dan menguncinya.

Ia segera membuka seragamnya dan berdiri di depan cermin. Ia dapat melihat beberapa lebam di bagian punggungnya.

Segera ia mengambil asal kaos yang ada di lemarinya dan segera menggunakan nya. Ia takut nantinya Ibunya akan masuk dan mengetahui semuanya.

Ia merebahkan tubuhnya di ranjangnya dan mulai memejamkan matanya.

........

"Bodoh, kenapa lo lakukan itu?" Katanya marah.

"Gua cemburu, lo mikir gak sih perasaan gua," balas lelaki itu tak kalah marahnya.

"Tapi, gak gitu juga. Kalau ada yang tau apa yang akan lo lakukan hah? Kalau dia lapor polisi gimana?"

"Nggak akan ada yang tau."

"Terserah sudah, aku capek. Lo pulang gih," usirnya.

"Huft, yaudah deh gua pulang," katanya dan segera pergi.

"Kalau Devan kenapa-kenapa gimana? Nanti siapa yang akan kerjain tugas-tugas gua?"

........

Malam hari nya, Devan sudah berencana untuk membuat perhitungan terhadap orang yang memukulinya. Ia tak bisa tinggal diam lagi.

Karena orang itu sudah membuat ibunya khawatir dan ia juga terpaksa harus berbohong.

Devan segera terlelap untuk menyambut hari esok.

Paginya

"Buk, aku langsung berangkat ja ya. Ada tugas kelompok yang harus aku kerjakan," ujar Devan segera menyalami tangan ibunya dan bergegas untuk berangkat ke sekolah.

Lagi, ia berbohong pada ibunya.

Sampai disekolah, ia melihat mobil sport milik Naufal. Segera ia bergegas menuju kelas Naufal.

Saat hendak masuk, ia mendengar suara seorang perempuan yang sangat dicintainya bersama dengan seorang lelaki.

"Kamu cantik, tapi sayang.." ujar sang lelaki.

"Sayang, kenapa?" Tanya si perempuan.

"Gak papa kok, sayang." Jawab lelaki itu dengan senyum menawan nya.

"Ish, rese. Udah basi tau gak sih. Aku sering denger itu."

Cukup.

Cukup sudah. Devan tak sanggup lagi mendengar dua orang yang sedang bermesraan di kelas itu.

Brakk

Terlihat dua orang itu kaget. Terlebih si perempuan, ia langsung turun dari pangkuan sang lelaki.

"Apa hubungan kamu sama dia," tunjuk Devan pada Naufal.

Ya, kalian pasti sudah tahu kalau dua orang itu adalah Desta dan Naufal.

"Gua gak ada hubungan apa-apa sama dia," elak Desta.

"Bohong, aku udah denger semuanya."

"Santai dong bro," ujar Naufal dengan memegang bahu Devan.

Devan segera menepis tangan itu.

"Lo itu cuma dijadikan boneka sama dia. Paham?" Katanya halus namun begitu menusuk.

"Nggak kok, Naufal lo apa-apaan sih," Desta mencoba mengelak dari perkataan Naufal.

"Udah lah, Des."

"Apa bener?" Devan membuka suaranya.

Desta terdiam, ia ingin mengakuinya. Tapi hatinya melarang.

Apa yang terjadi? Batinnya.

"I-iya," akhirnya, Desta mengakuinya.

Tanpa sepatah kata pun. Devan pergi dari hadapan dua orang yang sudah menghancurkannya.

Pikirannya kosong. Ia tak tahu harus kemana. Dan tidak mungkin baginya untuk membolos. Sebentar lagi ia akan menghadapi ujian nasional.

Akhirnya, ia memutuskan untuk ke kelasnya.

Nela.

Hanya ada gadis itu disana, di bangkunya. Tepat, disebelah tempat duduknya.

Nela sudah tau apa yang terjadi. Tetapi ia memutuskan untuk diam.

Kelas mulai ramai, dan sebentar lagi pelajaran akan segera dimulai. Devan dan Nela tetap membisu.

Cek cek

Perhatian kepada seluruh anak-anak ku. Berhubung hari ini semua guru akan mengadakan rapat, maka di maklumkan pada hari ini kelas akan kosong. Dan oleh karena itu, kalian akan belajar dirumah untuk hari ini.
Sekian, terima kasih atas perhatiannya.

"Kalau tau kayak gini, untuk apa kita datang ke sekolah."

"Iya, nih. Mana tadi buru-buru lagi supaya gak telat."

"Gua udah ja, relain begadang buat kerjain nih tugas."

Dan.. bla bla bla

Masih banyak lagi protesan yang keluar. Bagaimana tidak, jam baru saja menunjukkan pukul 8 pagi dan semua murid di perbolehkan untuk pulang.

Sementara Devan, ia hanya terdiam melihat reaksi teman-temannya.

Satu persatu penghuni kelas tersebut meninggalkan tempat.

Saat hendak beranjak, lengannya ditahan oleh seseorang.

"Kenapa?" Tanya Devan, namun lebih ramah.

"Gua suka sama lo."

Tbc

SAD BOY(Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang