Bab 2 Bagian 2: Kucing dan Tikus

40 2 0
                                    

Seorang pria tua terlupakan pernah berkata, "Dikejar oleh wanita adalah sebuah kehormatan yang perlu dibanggakan oleh pria." Generasi penerusnya pun menambahkan: "Tapi sebelum menerima kehormatan itu, siap-siap bertarung sampai mati."

Dan begitulah, Perwira Pertama, Feodor Jessman sedang berlari di koridor Divisi ke-5.

Ini adalah sesuatu yang tampak mengherankan; ia terburu-buru, namun suara derap kakinya tak kedengaran sama sekali. Kadang-kadang ia bertemu dengan petugas berseragam lain, yang akan terkejut melihat kejadian itu, terus menyisi dan hanya melihatnya. Ini karena Imp dikenal memiliki kaki yang ringan.

Sering juga, Feodor menemukan, dari ujung matanya, sebuah poster di tembok yang bertuliskan, "Jangan berlari di koridor!" Jauh di lubuk hatinya, ia merasa bersalah dan meminta maaf. Maaf, bisiknya pada poster tadi. Aku minta maaf, ini darurat!

"T-Tunggu dulu!" teriak si perempuan yang mengejarnya. Dia masih muda, mungkin dalam masa remajanya, dia mengenakan seragam militer seperti Feodor. Cara dia berjalan dengan langkah yang panjang-panjang, ditambah dengan tangan-tangannya yang dijulurkan, tampak tidak enak dilihat. Suara tuk-tak sepatunya dihasilkan dari derap langkah pada lantai dengan keras sampai dia seakan meninggalkan debu asap di setiap langkahnya, seperti kuda yang membawa barang bawaan. Rambut hijau cerahnya berayun naik-turun tak berhenti mengikuti larinya dia.

"Tungguin, dong! Bisa dengar, enggak, sih?!"

Pastinya, Feodor tidak berhenti waktu dengar itu. Kalau ia mau berhenti seperti yang diminta, ia tidak akan mungkin lari menyelamatkan hidupnya. Tapi, di depannya terdapat sebuah tikungan yang perlahan semakin dekat.

Bagus! Feodor memiringkan beban tubuhnya ke samping dan menikung.

Hanya itu saja tentunya tidak cukup untuk jadi pelarian yang sempurna; ia hanya menghilang dari penglihatan si pengejar untuk beberapa saat. Tapi beberapa saat itulah yang ia butuhkan.

"Kamu – enggak – bisa kabur!" Si perempuan melewati tempat targetnya menghilang. "...Hah?"

Ia tidak di sana. Yang ada hanya seorang perempuan berambut oranye dan menunjukkan ekspresi terkejut.

"Lakhesh?!"

Si pengejar Feodor tidak lain adalah Tiat Siba Ignareo, dan si perempuan yang tergoyah tadi adalah Lakhesh Nyx Seniorious.

"Hyaa! A-Ada apa, Tiat?"

"Feodor tadi ke sini, kan?" Tiat mendekatkan lawan bicaranya. "Kemana ia?!"

"Uh, ia... umm, tahu, kan..." mata Lakhesh mengarahkan pada ujung koridor.

"Ke sana, ya? Oke." Tiat mengangguk dan pergi – dan dengan cepat, dia kembali, mengangkat gagang pintu yang ada di belakang Lakhesh, dan mendorong keras pintunya untuk tahu isi dari ruangan penyimpanan yang tak ada apapun selain persediaan. Bau menjijikkan seperti air yang berlumpur mengabut di sana.

Dia mendesah. "...Gagal, deh."

"Um... Tiat?"

"Oh, Lakhesh, aku kira kamu menyembunyikan dia, habisnya kamu baik banget ke orang-orang, sih. Maaf aku meragukan kamu." Tiat melambaikan tangan dan berlari meninggalkannya. Tuk-tak-tuk-tak. Tidak wajar untuk seorang gadis di umurnya untuk membuat kebisingan begitu. Lakhesh melihat dia semakin menciut ke kejauhan, mulutnya masih sedikit menganga.

Ketika si dia sudah tak terlihat lagi dan sudah pulih lagi pikirannya Lakhesh, dengan suara pelan dia memanggil seseorang, "Um, Feodor? Dia sudah pergi."

Karena arahannya, Feodor membuka gorden yang ada di depan dia. Ia telah bersembunyi di balik semak-semak yang ada di belakang jendela yang menghadap halaman barak. Ia menyampingkan gordennya dan melangkah ke lantai. "Waduh, bahaya sekali, tadi," katanya, dan mengenyahkan dedaunan hijau dari dirinya. "Serius, kau sudah menyelamatkan aku."

Shuumatsu Nani Shitemasuka? Mou Ichido Dake, Aemasuka? Volume 2|IndonesiaWhere stories live. Discover now