Bab 2 Bagian 4: Fwedo

15 1 1
                                    

Tidak bisa mereka dipanggil "anak itu" atau "anak ini" selamanya. Anak-anak ini harus diberi nama sendiri.

Ketika ditanyakan, si Perwira Tinggi dan keempat peri terdiam. Kenapa sampai begitu? pikir Feodor. Nama atau semacamnya sudah semestinya jadi hal yang lumrah. Lagipula hanya nama. Selama jelas, apa saja juga bisa. Misalnya, dengan menggunakan nama orang yang sudah terkenal, atau menggunakan nama yang sudah turun-temurun.

Hal itu memberikan Feodor ide. "Aku tahu. Bagaimana kalau namanya Chtholly? Dia mungkin tidak mirip, tapi dia luar biasa hebat, kan?"

Keheningannya sekarang menjadi tak mengenakkan.

Menamai peri menggunakan nama orang lain ternyata adalah hal tabu, dan mereka tidak pernah menggunakan nama dari peri sebelum-sebelumnya. Walau mereka tidak mengerti kenapa, keempat peri di sini tampaknya diajarkan untuk meneruskan tradisi ini.

Menamai peri haruslah dilakukan dengan sangat hati-hati. "Peri tertua pada masa kelahiran baru harus membaca jejak rekam sebelumnya secara menyeluruh untuk menyiapkan nama yang cocok untuk si jabang bayi," katanya – Namun hal tersebut tidaklah diharuskan, dan lebih ke kebiasaan saja.

Atas dasar itu, mereka mengirim sebuah buletin ke rumah yang ada di Pulau Melayang Ke-68. Setelahnya, diambillah keputusan bahwa harus ada nama sementara yang dipilih untuk kedua anak tersebut sampai ada nama resmi yang telah ditentukan; yang tidak akan mungkin diberikan pada manusia biasa. Akan bagus jika namanya tidak biasa dan enak didengar.

Di hadapan para tentara-tentara dan peri-peri yang bingung harus apa dan saling tanya satu sama lain, si anak berambut merah sedang dengan senangnya melahap tiap-tiap potongan apel yang renyah. Sementara itu, Collon mencolek-colek pipi lucu anak yang berambut biru padahal dianya tampak enggan untuk dicoleknya.

Sudah diputuskan kalau nama anak berambut merah akan Apel, dan yang biru jadi Marshmallow.

Tidak tidak, kurang bagus. Nama yang mudah memang mending, tetapi tidak begini juga, 'kan!?

Pikir Feodor. "Apel, kau yakin?"

Dia tersenyum dan tertawa mendengarnya, wajahnya lengket karena air liur dan cairan dari buah apel.

"Kalau Marshmallow bagaimana?" Ditanya begitu membuat anak itu melihatnya dan memiringkan kepala seakan bertanya, "Apa?"

Kalau yang bersangkutan tidak ada keluhan terhadap keputusan tersebut, ia tidak semestinya memberi tanggapan lagi. Lagipula peran ia hanyalah untuk mengawasi Tiat dan yang lain. Untuk kedua anak-anak ini ia tak lebih dari orang asing yang berlalu, dan ia melindungi mereka hanya karena kewajibannya atas keempat anak peri yang harus diawasinya. Ia tidak punya hak maupun kewajiban untuk ikut campur. Tetapi...

Feodor berhenti melanjutkan pikirannya, memilih untuk tidak terlalu larut dalam masalah ini. Semoga Pulau Melayang Ke-68 bisa cepat-cepat dan mereka bisa sudah dapat nama. Hanya itu yang bisa ia lakukan.

"Tidak enak kalau kita belum tahu cara memanggil mereka," gumam Feodor seakan berbicara dengan dirinya sendiri. Tiba-tiba ia melihat ke belakang, merasa seseorang sedang melihatnya, dan menemukan Pannibal sedang melihatnya dengan senyum misterius.

...Cuna kebetulan, pikirnya. Dia tidak mendengar gumamannya tadi... atau begitulah ia harap.

***

Fasilitas yang sekarang ini digunakan sebagai markas Divisi 5 tadinya merupakan bangunan sekolah umum. Bangunan ini sudah ditutup karena ada masalah administratif yang terjadi jauh sebelum insiden Elpis lima tahun lalu. Pada waktu itu telah direncanakan untuk direnovasi untuk dijadikan pabrik kapal udara, tetapi malah mangkrak. Alhasil, hak atas bangunan ini pun diberikan pada Garda Bersayap.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 24, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Shuumatsu Nani Shitemasuka? Mou Ichido Dake, Aemasuka? Volume 2|IndonesiaWhere stories live. Discover now