Hujan lebat turun membungkus kota seakan tahu kesedihan yang sedang dirasakan oleh umat manusia saat ini. Semua telah hilang, kemegahan yang selalu mereka banggakan, seakan direnggut secara paksa oleh Yang Maha Kuasa Sang Pemilik Segalanya. Gedung-gedung indah nan tinggi menjulang bak hilang ditelan bumi, menyisakan serpihan dan bongkahan serta becekan tanah. Tidak ada lagi kotak kaca yang berkeliaran diudara mengangkut para pekerja, tidak ada lagi papan pengumuman elektrik yang dengan gagah berbagi informasi dengan cepat/, tidak ada lagi benda terbang berupa dron, yang dikenal sebagai kurir minuman cerewet yang selalu menawarkan minumannya pada semua orang yang dilewatinya. Semua telah hilang, kota terkaya dengan hasil pangan yang melimpah, ekonomi yang tinggi, serta kehidupan rakyat yang sejahtera bersiap menjadi bagian dari kenangan yang akan segera dipintal menjadi sejarah sebagai kota terkaya yang pernah ada.
***
Pagi itu, disaat semua orang tenggelam dalam kesibukannya masing masing. Tanpa mereka sadari, ada sesuatu yang bergerak dengan sangat cepat mendorong paksa setiap yang dianggap sebagai penghalang, hingga tanpa ampun memuntahkan semua bebatuan dan pasir yang berhasil didorongnya kepermukaan. Getaran hebat dan bunyi ledakan yang memekakkan telinga membuat siapapun yang mendengar atau menyaksikannya secara langsung mengalami trauma tersendiri. Belum habis sampai disitu, satu sentakan diikuti getaran hebat kedua menyusul lima menit setelahnya, hal ini membuat laut seakan mual dan bersiap untuk memuntahkan isi perutnya yang berhasil diaduk oleh getaran tersebut. Suasana kota yang awalnya aman damai dan tenteram, berubah 180 derajat menjadi begitu mengerikan. Teriakan minta tolong dan tangisan kesakitan terdengar dimana-mana. Tower penghubung kotak kaca sebagai lalu lintas udara tumbang menghantam gedung tertinggi, sehingga kotak kaca kehilangan keseimbangan dan melenting menghantam apa saja yang dilewatinya. Belum habis sampai disitu, terdengar suara air dengan skala besar mendekat seakan ingin melahap habis semua keindahan di kota Fomalhaut.
Semua telah hancur, gedung dan perumahan telah porak poranda, batang kayu terhampar tak beraturan membuat suasana sedih terasa semakin pekat. Hujan turun seakan ikut berduka cita atas bencana yang baru saja terjadi. Seorang gadis berusia 13 tahun, menangis tak berdaya ditengah guyuran hujan lebat yang kini menghantam tubuhnya tanpa henti. Gadis itu terperangah, mengingat rentetan kejadian mengerikan yang berlalu begitu cepat hingga tidak ada siapapun yang mampu menghentikan. Jilbabnya yang berantakan, serta baju gamisnya yang sudah camping, menandakan seberapa jauh dirinya terseret gelombang tsunami yang menghadang wilayahnya. Tubuhnya tergeletak lemah dan tak berdaya dengan kaki yang dihimpit oleh batu besar. Napasnya tersengal, dia baru saja berhasil bangun dan membebaskan kakinya dari batu besar. Dia menyingkap roknya dan menurunkan kaos kaki putihnya. Entahlah, dia merasa kaos kakinya itu, sudah tidak pantas untuk disebut berwarna putih, karena pada kenyataannya kini kaos kaki itu terlihat berwarna coklat. Gadis itu meringis melihat keadaan kakinya, kaki itu seakan tidak berdarah bersamaan dengan goresan dan lebam yang menghiasinya.“Kak Hilmi!! Sini, aku menemukan korban lagi” kata seorang remaja berseragam oren yang memanggil rekannya bernama kak Hilmi. Dia berlari menghampiri gadis yang ditemuinya.
“Kau baik baik saja?” tanya remaja laki laki itu pada sang gadis
“Buruk..” jawab gadis itu sambil berusaha menutup lagi kakinya menggunakan kaos kaki dan menurunkan rok gamisnya.
“Ada apa dengan kakimu?” tanya lelaki itu cemas seraya berniat untuk menurunkan kembali kaos kaki sang gadis
“Jangan!!” teriak gadis itu setengah shock dengan apa yang akan dilakukannya.
“Kenapa??” tanya lelaki itu bingung
“Kakiku adalah auratku, walaupun itu hanya sebatas punggung kakiku” jawabnya sambil menunduk
“Maaf.. aku terlampau cemas tadi” “Siapa namamu?” tanya lelaki itu dengan wajah penasarannya
“Rara” jawabnya singkat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mentari Rara
Fiksi RemajaHei kau yang masih bersinar terang ditengah redupnya lingkunganmu, Kau yang masih senantiasa bersabar menunggui diriku, Yang tertatih mengejarmu nan jauh disana Demi mencapai sebuah tujuan bersama Dan kembali bersama untuk selamanya Hei kau yang mem...