S A T U / D U A

5.7K 91 16
                                    

Jam tepat menujukkan pukul 00:00, tanggal 3 Maret 2004 tepat hari ulangtahun Indira yang ke 4. "Selamat ulang tahun Rara! Semoga panjang umur, sehat selalu, jadi anak yang pandai dan nurut sama orangtua dan kakak ya!" ucap bu Widia. Bu Widia dan Candra berjalan masuk ke dalam kamar Indira diikuti pak Narendra sambil membawa kue tart berukuran besar yang diatasnya sudah ditancapkan lilin berbentuk angka 4.

"Makasih mama, papa, kak Candra. Iya Rara bakal jadi anak yang nurut sama orangtua dan kakak. Indira sayang sama kalian." Indira berlari lalu memeluk kedua orangtua dan kakaknya erat-erat.

"Ayo dong Rara, tiup lilinnya! Kakak gak sabar pingin cepet-cepet ngerasain kuenya yang enak ini." ucap Candra

"Ihh kak Candra, yang ulangtahun kan Rara, bukan kak Candra." ucap Indira sambil mengerutkan keningnya dan berkacak pinggang

"Udah gak usah berebut, sekarang Rara buat permintaan dulu dong setelah itu tiup lilinnya!" perintah pak Narendra.

"Rara minta semoga mama, papa, dan kak Candra tetep ada terus disamping Rara baik suka maupun duka, dan semoga dedek bayi yang ada di dalam kandungan mama sehat terus. Amiin." Indira meniup lilin yang ada di depannya. "Terimakasih mama, papa dan kak Candra." Indira memeluk keluarganya sekali lagi.

***

Malam ini merupakan malam yang menegangkan bagi keluarga pak Narendra, karena malam ini istrinya harus terpaksa dilarikan ke rumah sakit untuk melakukan persalinan secara sesar. Sore tadi, sebelum dilarikan ke rumah sakit, bu Widia terjatuh dengan perut menghantam lantai terlebih dahulu. Pak Narendra yang melihat kejadian itu dengan sigap langsung membawa bu Widia ke rumah sakit.

Pak Narendra, Indira, dan Candra duduk di ruang tunggu UGD, tangan pak Narendra memeluk Indira dan Candra.

"Pa, mama pa." lirih Candra.

"Tenang sayang, mama dan dedek bayi kalian pasti gak kenapa-kenapa kok. Jangan khawatir ya, papa ada disini." pak Narendra berusaha menenangkan kedua anak mereka yang masih menangis.

Bulir bening tidak sengaja jatuh dari mata pak Narendra. Pria itu ingat bagaimana istrinya menceritakan kehamilannya itu. Pintu UGD terbuka, pak Narendra menghampiri dokter yang keluar dari ruangan tersebut.

"Gimana dokter kondisi istri saya?" tanya pak Narendra khawatir.

"Maaf pak, kami hanya bisa menyelamatkan salah satu diantara mereka berdua. Dan ibu Widia meminta untuk menyelamatkan bayinya." ucap dokter, lalu pergi meninggalkan pak Narendra.

"Gak, ini gak mungkin!! Argghh!! Kenapa kamu harus melakukan itu Widia?" pak Narendra meremas dan mengacak rambutnya frustasi.

"Pa, gimana keadaan mama?" tanya Indira dan Candra.

"Mama kalian...." ucap pak Rendra terputus.

"Mama kenapa pa?" desak Candra.

"Dokter hanya bisa menyelamatkan adik kalian." lanjut pak Rendra.

"Enggak, mama gak mungkin!" tangis Indira dan Candra pecah, mereka sudah tidak sanggup lagi menahan kesedihan yang sedari tadi mereka bendung.

Indira berlari lalu menerobos pintu UGD. Candra dan pak Narendra segera menyusul Indira masuk ke UGD. Ia langsung masuk dan memeluk bu Widia, ia meraba wajah bu Widia yang sudah mulai pucat dan dingin itu dengan tangan gemetar.

"Ma, bangun ma! Mama pasti cuma ngerjain Rara aja kan? Mama boleh marahin Rara kalau Rara nakal, mama boleh mukul Rara kalau Rara gak mau belajar, tapi tolong ma jangan tinggalin Rara." pak Narendra langsung menggendong tubuh Indira dan segera membawanya pergi.

[End] Aku Juga Ingin Kasih Sayang ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang