MENTAL SANG PELINDUNG

10 2 0
                                    

Assalamu'alaykum..
Hi gaess.. ini aku balik lagi ke lapak ini buat nulis dan share tentang beberapa hal.
Rasanya baru kemarin aku menulis tentang bagian ini, tapi ternyata sudah berlalu satu tahun untuk ngebagiin ke kalian.
Aku harap dengan tulisanku kali ini, kalian bisa, terkhusus aku bisa menghargai banyak hal dan banyak orang lagi.
Banyak hal yg bisa kita pelajari, entah dari orang maupun suatu peristiwa, walaupun terlihat sepele. Oleh karena itu, hargailah. Apapun itu.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Apa yang kalian pikirkan jika setiap hari mendengar ledakan, letusan?
Takutkah?
Iya, jujur saja aku juga takut.
Lalu jika kamu adalah seorang pelindung, apakah ada rasa takut?
Ya, tentu saja seorang pelindung tidak boleh takut. Ia harus kuat menghadapi apa pun yang menghalangi dan mengganggu apa yang ia lindungi.
Dan begitulah penduduk Palestina, Syam dan sekitarnya. Mental mereka tidak tertandingi.
Setiap hari mendengar ledakan, setiap hari terdengar tangisan dan setiap hari melihat darah. Tapi dibalik tangis itu ada doa dan harapan serta kebahagiaan untuk segera bertemu orang yang meninggalkan mereka. Ya, keluarga mereka yang lebih dahulu menghadap Sang Illahi Rabbi. Tapi ketika mereka masih bernafas, ada yang harus dilindungi. Ya, Masjid Al-Aqsha.
.
Pernahkah kalian melihat anak-anak tersenyum ketika darah mengalir dari otak mereka melalui wajah polos mereka?
Ya, seperti itulah mental mereka. Kuat.
Pernahkah kalian melihat anak-anak yang dengan beraninya membusungkan dada didepan tentara Israel yang lengkap dengan senjata?
Ya, seperti itulah mereka. Seolah mereka berkata "siapa sih mereka?" atau "mati? Insya Allah syahid". Karena memang bukan dunia tujuan mereka, tapi akhirat. tapi sebelum kesana (Insya Allah syurga) ada hal atau misi yang sedang mereka jalani, yaitu menjaga Al-Aqsha.
.
Kemarin aku baru saja mendengar cerita (dari youtube) seorang Volunteer di Palestina dengan sebuah pengalaman yang sangat luar biasa.
Relawan itu bercerita bahwa orang-orang Palestina yang dengan kondisi yang seperti itu (dibom setiap waktu) masih bisa menyambut tamu (termasuk dia dan relawan lainnya) dengan senyuman dan jamuan. Termasuk seorang ibu dengan 8 anaknya.
Tahukah kalian apa ujian untuk ibu dan kedelapan anaknya ini?
Yaitu, sang kepala keluarga ditangkap zionis Israel.
Para relawan selalu bertanya, apalasan dari penagkapan sang kepala keluarga mereka?
Sang ibu selalu menjawab "tidak apa-apa, tiba-tiba ditangkap. Itu saja!"
Hingga saat relawan-relawan harus kembali kehotel mereka dengan di antar oleh sang anak sulung dari ibu tersebut.
Dalam perjalanan, relawan mencoba bertanya dengan sang anak "Kenapa tidak pindah ke Indonesia saja? Disana tidak ada tembak menembak, tidak ada beginian?"
Tapi apa jawaban sang anak?
"tidak, ini rumah kami. Kami harus menjaga Baitul Maqdis, jika bukan kami siapa lagi?" jawab sang anak polos yang membuat para relawan terkagum. Bahkan orang-orang yang mewawancarai relawan itu menitikkan air mata. Aku pun begitu yang mendengar dan menonton Video itu.
Sebagai seorang penulis, akhirnya relawan itu kembali bertanya kepada sang anak tentang sang ayah yang tertangkap. Alasan dari pengkapan sang ayah. sang anak hanya menjawab dengan polosnya.
"kami mengunjungi ayah, dua minggu sekali..." jeda sanga anak. "waktu itu ayah sedang sholat berjamaah di masjid Al Aqsha menjadi imam dan tiba-tiba ditangkap.."
Dan WOW, bukan hanya relawan yang mendengarnya, aku pun yang mendengar dari relawan itu tidak pernah akan menduga seperti itu jawaban sang anak.
'IMAM' Itu.. sungguh luar biasa. Menjadi imam itu tidak main-main, kan? Apalagi di tempat suci itu?
.
Takut? Khawatir?
Tidak, kata relawan itu. Tidak tergambar kata-kata itu diwajah mereka. Yang ada hanya senyum dan ketegaran serta keberanian.
.
Lalu disini, apa yang kita lakukan?
Bersantai. Ya bersantai dan kadang kita lebih sering mengeluh. Mengeluh inilah, itulah. Seolah semua masalah berada pada pudak kita sendiri. padahal, ada yang lebih besar ujiannya.
Apa sih yang kita pikirkan sekarang?
Apa sih sebenarnya tujuan dari kita sekarang?
Mengeluh untuk apa sih kita?
Pantaskah kita disini menangis, hanya karena ditinggal pacar?
Bagaimana dengan mereka di Palestina dan sekitarnya? Ditinggal oleh semua anggota keluarga untuk di tinggal selama-lamanya? Anak-anak yang kehilangan kedua orang tuanya dan masa kanak-kanak mereka yang seharusnya indah, tapi terbunuh oleh kegilaan Israel?
Lalu, disini kita juga tidak jarang mengeluh dengan makanan yang kita makan, miris sekali. Dimana rasa syukur kita disaat mengeluh itu? Sedangkan saudara kita di Palestina dan yang kurang beruntung lainnya, kadang harus mencari makanan ditanah, remahan roti yang sudah tercampur tanah.
Dan apa yang mereka katakan?
"ini (remahan roti ditanah) masih bisa dimakan dan orang-orang sekarang lebih suka mubazir"
Dan aku tertohok, karena memang aku salah satu orang yang suka mubazir.
.
Dari mereka aku belajar, bahwa kita hidup untuk mati, bertemu dan dikumpulkan oleh Allah bersama orang-orang tercinta disyurga-NYA kelak. Dengan cara yang sudah tergaris. Dan selama hayat masih dikandung badan, ada misi yang harus kita jalani sebagai khalifah dimuka bumi ini, yaitu melindungi dengan segenap hati dan tenaga, apa yang dititipkan dan dipercayakan Allah kepada kita. Dan selama nafas masih diberikan Allah setiap harinya, maka berlomba-lombalah dalam kebaikan.
.
Jika kita tidak mati syahid, setidaknya kita mati ketika sedang melakukan kebaikan. Ikhlas lillahi ta'ala.
Wallahu a'lam.
17 Mei 2019
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Love you gaes..💙💕

Tunggu update selanjutnya yaaa!?

Minggu, 12 April 2020

Day by DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang