Pertanyaan Tak Tersampaikan

340 23 1
                                    

"HHHH ...."

Saya dapat merasakan ranjang yang sedang saya tiduri berderit, terlihat Gita yang awalnya duduk di bawah dekat kaki ranjang mulai merangkak naik mendekati saya.

"Kenapa lo?" tanya Gita.

Saya menggelengkan kepala lalu melempar gawai ke sembarang arah. Tenang, masih ada di sekitar ranjang kok. Saya tidak seroyal itu untuk urusan menghambur-hamburkan uang. Belum ada niat untuk sekadar mengganti gawai yang sudah menemai saya selama dua tahun belakangan ini.

"Hela napas mulu, stres lo?"

"Lagi bingung aja," balas saya seraya menyembunyikan wajah di bawah lengan. "Gue tuh bingung, tapi enggak tau kenapa kok bisa bingung."

"Maksudnya?"

Saya lantas bangkit, memposisikan duduk agar berhadapan dengan Gita di atas ranjang. "Gue baru aja selesai baca novel."

"Iya, terus?"

"Ceritanya seru, tapi ada kalimat yang buat gue kebingungan," ucap saya serius menatap Gita lekat. "Di cerita tadi ada beberapa scene di mana pemeran utama cowok-cewek ini ciuman, tapi yang gue heran adalah sama kalimat yang dibuat penulisnya."

"Apa emang?"

"Ini jelas ciuman tulus yang ia berikan, bukan lagi ciuman nafsu seperti biasanya."

"OH LO UDAH BERANI BACA CERITA MATURE?! UDAH NGGAK GELI LAGI???"

"BUKAN, SUMPAH!" teriak saya ikut panik, walau berikutnya tersentak sendiri kala mengingat sesuatu. "Sssttt! Lo tau Yaka galaknya gimana 'kan? Jangan teriak-teriak!"

Nayakaㅡkerap saya sapa Yakaㅡpenghuni kontrakan sebelah memang punya aura-aura menyeramkan.

Jujur, saya sedikit takut kepada cowok itu.

"Oke, lupain soal Yaka atau cerita mature yang lo baca itu," kata Gita sukses membuat saya merotasikan mata. "Terus apa masalahnya dengan kalimatnya sampai buat lo kebingungan gini?"

"Ya gue bingung aja, Git. Cara bedain itu ciuman tulus atau nafsu gimana? Emang ada perbedaan dalam segi varian rasanya gitu?"

Saya tahu, Gita sempat mendelik menatap saya. Sebenarnya saya juga heran sih kenapa serandom ini memusingkan kalimat itu.

"Ck, Nay! Lo pikir permen, varian rasa segala!" Gita menoyor kepala saya. "Heh! Buang jauh-jauh deh ya kalimat sok polos lo itu."

"Dih gue nanya beneran juga."

"Hadeh, itu tuh naluri! Lo harus ngalamin itu, baru deh rasakan perbedaannya."

Saya terdiam, begitu juga dengan Gita yang memilih menidurkan diri di atas ranjang dengan gawai di tangan.

Malam ini, Gita berencana menginap di kontrakan saya. Sebenarnya, saya malas saat kedatangan tamu pada malam hari seperti ini karena biasanya Gita akan non-stop teleponan dengan pacarnya kalau sudah malam. Tipe pasangan muda masa kini yang selalu menghabiskan malam hingga pagi untuk sleep call.

Dan fakta itu sudah mengartikan bahwa jam tidur saya akan terganggu dan harus menulikan telinga karena saya selalu merasa merinding tiap mendengarkan perbincangan sepasang kekasih; Gita dan Gian. 

"Git, gue mau tanya sama lo."

"Apa?"

"Rasanya ciuman gimana?"

Bila diibaratkan seperti serial anak kembar berbaju kuning dan biru, mungkin sekarang saat yang tepat untuk mengeluarkan backsound suara jangkrik atau mungkin domba.

Fabrikasi SukmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang