A THING CALLED US | PART 5
"Pada akhirnya kita mengerti, bahwa tidak ada proses melupakan yang benar-benar berhasil."
─ Rintik Sedu[ KAMASEAN ]
Gladys
| Hai, Ko! Apa kabar?
| Gue cuma mau ngasih tau, gue bakal pulang sebentar lagi :)
| Tunggu gue, ya??Ngapain? |
Gladys
| Tunggu gue, kita bisa perbaikin semuanyaGue memutar bola mata natap sebaris kalimat di layar ponsel gue, nyaris aja gue ketawa dibuatnya. Dulu, waktu dia memutuskan pergi dia gak sibuk nyuruh gue buat nunggu atau nggak. Kenapa sekarang dia peduli? Kacau.
Maksud gue, ngapain lo balik? |
***
"Bangsat!" Gue mengumpat sembari menaruh handphone di atas meja tanpa niat. Chat dari Gladys datang bersamaan dengan informasi dari Jidan kalau anak-anak pertukaran pelajar dijadwalkan pulang sekitar satu bulan lagi. Gue mengurut kening, sementara Chandra dan Jidan sibuk membaca isi ruang obrolan yang udah kembali gak aktif sejak beberapa menit lalu.
"Mampus, beneran balik mantan lo?" Chandra melotot, kemudian tatapannya berubah menyelidik begitu beralih ke gue. "Luka lama menganga kembali, edan!"
Gue meringis, seketika itu juga bikin Sadewa menggeser tumpukan laporan kegiatan UKM di depannya.
"Sean, lo gak apa-apa?" tanyanya, yang langsung gue tanggapi dengan kekehan rendah.
"Gak, gue gak baik-baik aja."
"Astaga, bosku." Jidan mendecak. "Udah berbulan-bulan dan lo masih sayang dia? Benar-benar gamon."
Gue gak membenarkan itu. Ketimbang gagal move on, gue lebih menganggap kalau gue cuma 'belum selesai'. Karena memang begitu adanya. Gue ditinggal pergi tanpa pamit, berbulan-bulan tanpa kabar apapun. Walaupun sebelum pergi hubungan yang gue jalin sama Gladys udah berantakan karena rumor simpang siur tentang dia yang kepergok dekat sama anggota Himpunan, gue tetap gak bisa menganggap cerita ini selesai begitu aja. Setidaknya gue butuh penjelasan, dan Gladys masih berhutang itu sama gue.
"Jadi gimana?" tanya Chandra, menginterupsi pikiran gue. "Gue tau lo bucin bin bego, Yan. Tapi gak mungkin kan lo mau nerima dia lagi?"
"Benar kata Chandra." Sadewa mengangguk-angguk. Sebelah alis gue menaik sembari natap balik Sadewa. "Jangan diterima lagi, jauhin dia," lanjutnya pelan. Selain Sadewa adalah orang yang paling dekat sama gue di antara teman-teman gue yang lain, Sadewa juga bisa dibilang saksi hubungan gue sama Gladys. Semua tentang perempuan itu yang memengaruhi hidup gue, Sadewa yang paling tahu.
"Ayolah, lur! Masa iya diterima lagi? Kalau gue jadi lo udah abis kali itu cewek gue jambak."
Kalimat Chandra dibalas Jidan dengan tabokan di kepala. Katanya, "Lo cowok, brengsek!"
Gue mengusap wajah dengan frustasi, kemudian menutup layar laptop di hadapan gue. Rangkaian kegiatan acara akhir tahun kampus yang seharusnya gue baca dan gue setujui tiba-tiba bikin pikiran gue tambah kusut. Gue gak nyangka bahkan cuma karena kabar kepulangannya yang jelas-jelas masih satu bulan lagi aja bisa bikin gue kehilangan fokus. Apa gue benar-benar gamon, ya?
"Gue harus gimana?" tanya gue akhirnya, melas kayak anak kecil gak dikasih uang jajan.
"Saran gue..." Jidan menjeda kalimatnya, sengaja biar narik perhatian. Tapi alih-alih perhatian yang didapat, justru Sadewa yang buru-buru angkat suara.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Thing Called Us
Teen Fiction[COMPLETED] [SEBAGIAN PART DI HAPUS] Aku dan kamu bersua atas izin semesta. Kukira, pertemuan kita akan sesederhana memupuk rasa dan saling menyembuhkan luka. Namun dunia sering kali bercanda. Tidak pernah ada kata kita dalam skenarionya, karena kit...