Part 18 | If I Fix You

1K 173 60
                                    

A THING CALLED US | PART 18

[note: please listen to this song while reading, the feels are important! btw suara Willy mirip suara Sean di kepala aku muehehe enjoy!👌]

[note: please listen to this song while reading, the feels are important! btw suara Willy mirip suara Sean di kepala aku muehehe enjoy!👌]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Terimakasih,
sudah lahir ke bumi."
─ nkcthi

[ HANA ]

Lagu Best Part dari Daniel Caesar mengalun pelan menemani perjalanan kami pagi ini, mobil yang dikemudikan Kak Sean melintas di sepanjang jalan tol dengan kecepatan sedang. Ia terlihat baik-baik saja─maksudku, sangat baik, pembawaannya jauh lebih menyenangkan dari sebelum-sebelumnya. Seperti biasa jika tidak ada obrolan, Kak Sean akan menyanyi, suaranya lembut meski tone suaranya cukup tinggi. Ada sesuatu dari caranya mengemudi dan menyanyi bersamaan, seolah-olah di sanalah dunianya hidup, terlihat dari bagaimana ia rileks memandang ke depan, sebelah tangan di kemudi dan yang satunya bersandar di jendela kaca─juga nyanyiaannya yang merdu.

He is truly a work of art. Look how cool he is.

"I just wanna see how beautiful you are...
You know that I see it, I know you're a star..."

Kak Sean menginjak rem perlahan, mobil bergerak pelan mencapai pintu keluar tol. Ia menoleh sejenak padaku dengan senyum yang menyipitkan matanya itu, kemudian melanjutkan bernyanyi lagi sembari menempelkan kartu e-tol di mesin sensor.

"Where you go I follow, no matter how far...
If life is a movie, oh you're the best part..."

Oh God. I love him. So much. Aku sayang Kak Sean banyak-banyak!

Hari ini hari Minggu, masih terlalu pagi untuk jalan-jalan, tapi Kak Sean memaksaku untuk pergi. Ia membawaku ke tempat rekreasi Dunia Fantasi di Jakarta Utara sebagai permintaan maafnya karena telah berbohong sekaligus tidak menjemputku tempo hari. Katanya, ia juga ingin menguji soal omonganku di pasar malam, ketika aku bilang aku berani naik hysteria sepuluh kali. Aku mulai panik, aku tidak bisa naik hysteria jika sebanyak itu, membayangkannya saja seperti mendekatkan diri pada kematian.

Setelah membeli tiket, kami berdiri di pagar pembatas pintu masuk, menghitung detik sampai petugas membuka pagar sembari mendengarkan theme song Dufan yang khas.

"Pasar malam apa Dufan?" tanyanya, menaruh dagu di pundakku. Kepalanya terasa berat.

"Tergantung."

"Tergantung apa?"

"Tergantung kenangan yang kita buat hari ini. Kalau lebih indah dari pasar malam, gue bakal pilih Dufan." Ia terkekeh kemudian mengangkat kepalanya, membuatku membalikkan badan, kini aba-aba dari petugas yang disuarakan dengan volume cukup keras itu terdengar seperti background tidak hidup, karena justru yang terdengar di telingaku hanya tawanya saja.

A Thing Called UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang