[6] Dia Rintik Hujan

3 2 0
                                    

Pagi ini udara tidak seindah seperti kemarin, Dewa duduk termenung bersandar pada bingkai jendela, Minggu pagi kali ini ia ditemani kedinginan dari sisa-sisa hujan semalam. Bagi orang lain mungkin tidur kembali bersama selimut tebal adalah pilihan tepat, atau menyeduh kopi panas sambil menonton acara televisi pagi juga pilihan baik.

Bukannya seperti Dewa sekarang, duduk termenung dengan menggunakan kaos putih oblong tipis serta kusut dengan kantong mata yang hitam dan tebal, oh iya, jangan lupakan rambutnya yang berantakan. Lengkap sudah pagi suram untuk Dewa.

Sejak satu Minggu berlalu saat Rian membahas tentang misi seratus hari waktu itu, saat itulah Dewa sulit mengatur jam tidurnya. Dewa terus memikirkan apa yang ada dipikiran Rian.

Sepuluh menit berlalu, tiba-tiba saja sosok Rinai datang mendongakkan wajahnya agar bisa melihat Dewa yang dengan santainya duduk dipinggir bingkai jendela. Rinai menatap tajam kearah Dewa, merasakan ada hal yang tidak beres pada gadis itu, Dewa segera menghampiri Rinai.

Tatapan yang semulanya tajam kini berubah sayu, dan perlahan membentuk genangan air mata yang siap mengalir kapan saja di pipi pucat Rinai.

"Lo kenapa?" Pertanyaan itu malah membuat Rinai tidak kuasa menahan tangisannya, tubuh lemahnya saat ini memeluk Dewa, membiarkan sahabatnya itu merasa juga apa yang dia resahkan.

"Kak Rian hilang," dengan susah payah Rinai mengatakannya, berharap Dewa memberikan berita baik, mungkin saja sahabatnya ini tau apa yang terjadi yang tidak ia ketahui.

Padahal Dewa sama sekali tidak mengetahui apa rencana Rian.

Tidak ingin Rinai merancau lagi, Dewa menuntun Rinai masuk ke dalam rumahnya, memberikan gadis itu jaket merah kesayangannya dan menyediakan coklat hangat untuk Rinai. Semua Dewa lakukan agar sahabatnya sedikit lebih tenang.

"Yuk, ikut gue." Dewa menarik lengan Rinai saat gadis itu sudah menghabiskan setengah minumannya.

Rinai membiarkan genggam hangat Dewa bertautan di antara jarinya, mengantarkan gejolak hangat pada dirinya.

Dewa menuntun Rinai duduk di kursi pantry, ia ingin menunjukkan keahlian memasaknya kepada Rinai, walaupun sebenarnya Rinai sudah sering melihatnya memasak.

"Gue akan masak semua makanan yang lo pengen makan saat ini, ayo sebut apa aja?" Dewa bertanya sambil memasang celemek biru pada tubuhnya.

"Gue gak terlalu nafsu makan, jadi gue pesen omurice aja."

"Okey, harap di tunggu ya."

Dewa mulai menyiapkan bahan-bahan yang akan di masaknya, dimulai dari telur sampai soy sauce.

Dewa mulai memotong wortel menjadi kotak-kotak kecil, seledri, bawang, dan yang lainnya. lalu memanaskan minyak dan mulai memasak. Jujur memasak omurice gampang-gampang sulit bagi Dewa, tapi tentu saja apapun jika itu untuk Rinai, Dewa akan melakukannya.

Keadaan hening saat tiba-tiba saja Rinai memeluk Dewa dari belakang.
"Rin, lu kenapa? Jangan ganggu gue dong, lagi masak nih," Dewa mencoba mengatur degup jantungnya.

"Sebentar... Sebentar aja izinin gue peluk lo kayak gini," suara Rinai bergetar, ia tidak bisa menyembunyikan tangisannya.

Dewa menarik nafas panjang, lelaki itu mematikan kompor lalu berbalik menatap tajam masuk kedalam sarot mata Rinai, lalu tanpa banyak bertanya lagi, Dewa langsung membawa Rinai kedalam dekapannya. Membiarkan sahabatnya menumpahkan segala risaunya.

"Kenapa gue harus punya perasaan ini?" Rinai bertanya, begitu pun Dewa, ia bertanya dalam hati kenapa ia harus punya perasaan kepada sahabatnya sendiri yang malah menyukai kakaknya sendiri.

...

Satu Minggu berlalu, Rian masih belum pulang kerumahnya. Tapi keluarga mereka sudah tau keberadaan Rian. Tapi Rinai tetap saja tidak tenang sebelum ia melihat kembali kakaknya itu.

Rinai berkali-kali mengubungi Rian, tapi Rian tak pernah mengangkat panggilan dari Rinai. Hal itu makin membuat gadis itu tidak tenang, tidurnya pun berantakan. Di sekolah Rinai sudah seperti raga tanpa jiwa.

Tidak jauh berbeda bagi Dewa, lelaki itu juga tidak bisa tidur dengan nyenyak, dirinya masih belum melupakan misi 100 hari yang dikatakan Rian sebelumnya. Dewa masih belum mengerti, tapi Rian malah menghilang.

Sore ini Dewa berencana ingin bersepeda mengelilingi kompleks agar pikirannya sedikit tenang, tapi baru saja Dewa keluar dari rumah ia sudah di kejutkan akan sosok Rian dihadapan nya.

"Gue pulang," ucap Rian dengan smirknya

.
.
.










This is Rian

Voment, okay!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Voment, okay!

Rinai (Hide And Seek)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang