Benak

33 3 0
                                    

Ketika rasanya semilir angin berhembus dengan sangat baik,
Mengayunkan rambut yang terurai atau terikat rapi
Melambaikan jilbab yang tergurai indah, anggun sekali
Membuat kami rasanya disanjung - sanjung oleh alam

Ketika terik matahari terkadang bahkan hanya bisa dinikmati dibalik jendela atau terhiraukan begitu saja,
Dan kami yang berkutat penuh didepan layar, kesana kemari berbicara tentang satu dan ribuan hal
Bertemu banyak orang, berbincang dan berbagi tawa
Meninggalkan gubuk tinggal sejak fajar
Menyapanya kembali saat garis merah oranye melintang dilangit barat


Ketika satu dan banyak asa terencana dengan sangat baik disudut fikiran, dipelupuk mata
Selangkah lagi..
Sebentar lagi..
Semua itu akan terwujud..
Mereka yang berasa untuk belajar ditempat impian
Mereka yang berasa dengan karir tersibuk yang sangat dielu-elukan
Mereka yang berasa memiliki keluarga baru
Dan sejuta asa yang lain

Tapi sayang..
Itu dulu..

Kini..
Kini semilir angin diluaran sana merasa kesepian,
Mereka sedih atau mungkin bahagia
Sepi akan gurauan, cekikikan yang biasa mereka sapa
Sedih sebab hilangnya orang -orang yang begitu mendambakan kehadiran mereka,
Atau mungkin bahagia?
Mereka bebas bergerak, mengitari bumi, menyapa pepohonan,
Tanpa takut kesejukannya tercampur dengan asap roda empat dan asap pengap yang lainnya

Kini terik mentari tak lagi orang - orang tak hiraukan begitu saja
Kini orang - orang berburu terik mentari dipelataran rumah, membiarkan terik mengenai raga
Tak lagi kami mengeluh terkena teriknya ditengah hari,
Justru kami merindukannya..

Dan kini, gurauan itu terasa jauh, cekikikan tak lagi terdengar dijalanan, tak lagi berkelakar diberbagai tempat..
Bumi kami sedang beristirahat,
Beristirahat dari kebisingan kami,
Beristirahat dari kotoran - kotoran yang kami buat
Bumi kami tidak sedang dalam keadaan baik,
Bumi kami tidak lagi mampu menahan kerusakan yang terus kami buat
Kini, bumi kami berteriak kesakitan dihadapan Tuhannya..
Dan kami..
Kini kami terduduk ketakutan dihadapan Tuhan kami
Menangis mengelukan kepulihan bumi,
Mengucap ribuan maaf yang harusnya kami lakukan sejak dahulu

Maafkan kami,
Kami yang terlalu tidak peduli,
Kami yang terlalu menganggap bumi kami sangat kuat
Kami yang hanya memikirkan kami sendiri
Maafkan kami bumi, maafkan kami angin, maafkan kami..

Kini..
Kini kami bersimpuh meminta pertolongan,
Kami mengelu mengharap kepulihan,
Kami tersedu memohon perbaikan

Untuk kami, untuk bumi kami..

StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang