PROLOG

176 29 12
                                    

——|WELCOME|——

Kebanyakan orang tidak meyakini akan adanya makhluk halus. Menurut mereka makhluk seperti itu hanya lah mitos—tidak nyata. Memang kebanyakan orang tua menggunakan hal itu untuk menakuti anaknya agar menurut atau patuh. Contoh halnya ketika anak kecil pergi bermain di malam hari, konon katanya mereka akan diambil atau diculik dan disembunyikan oleh sosok berwarna hitam yang memiliki wajah seperti monster pemakan daging atau mayat hidup—zombi; dan bukan itu saja, mereka juga bercerita tentang arwah yang selalu gentayangan di malam hari terutama malam Jumat. Konon katanya malam itu adalah malam yang paling menakutkan atau angker.

Alasan mengapa kota Lentera banyak ditakuti ialah pada saat penduduk kotanya di gemparkan oleh hilangnya seseorang—penduduk lokal. Bukan hanya itu, mereka juga kerap mendapatkan petaka atas meninggalnya beberapa orang dengan kasus yang sama.

Beginilah kronologis sebelum kota Lentera diserang habis-habisan. Petaka. Awalnya salah satu sekolah di kota tersebut sedang melakukan kemah di sebuah hutan belantara yang cukup rimbun. Gysella adalah salah satu di antara mereka yang mengikuti kegiatan tersebut.

Saat semuanya sibuk dengan tugas masing-masing, salah seorang siswi yakni bernama Sinta diperintahkan untuk mencari kayu. Alasannya karena kayu kering yang dibawa oleh pihak sekolah kurang, dan sebagian murid ada yang tidak mengikuti kegiatan tersebut. Lantas Sinta pun pergi mencarinya bersama teman dekatnya—bukan Gysella ataupun Agasa, mereka berdua sibuk mendirikan tenda dan menyiapkan makanan.

Di tengah perjalanan Sinta dan temannya terpisah, mereka pergi ke arah yang berbeda. Di suatu jalan, Sinta menemukan sebuah tongkat pendek bersinar berwarna hijau. Tongkat itu sangat asing sehingga membuatnya penasaran, karena hal itu dia lantas mengambilnya, dan seketika itu juga dia menghilang seperti halnya cahaya. Teman Sinta baru menyadari bahwa dia tidak berjalan bersama, melainkan sendiri. Ketika matanya tidak melihat sosok Sinta, lantas dia segera melaporkan hal itu pada guru pembimbing.

Atas kejadian itu Gysella merasa kehilangan sosok penting dalam hidupnya. Begitu pun dengan Agasa. Awalnya mereka berdua sempat tidak percaya karena tidak mungkin seseorang bisa hilang begitu saja tanpa jejak, tapi mereka tidak bisa menyangkal. Kabar itu sampai meluas ke beberapa kota, bahkan sempat diberitakan oleh beberapa media.

Berita itu kini masih menggemparkan nyali penduduk kota Lentera. Bukan hanya itu, ada beberapa fakta lainnya yang membuat penduduk kota semakin geger—ketakutan. Konon katanya apabila ada orang yang berjalan-jalan di tengah malam atau sekitar jam sembilan ke atas. Konon mereka akan berakhir tragis dengan bekas luka di bagian leher serta kepala. Gysella tidak percaya mitos itu karena mitos adalah khayalan semata. Katanya.

Saat ini saja dia sedang berjalan sepulang dari rumah temannya, seorang diri.

"Syukurlah semua tugas selesai dalam sehari." Gysella merasa puas dengan kerjanya dalam mengerjakan tugas bersama temannya. Beban hidupnya serasa berkurang lebih banyak ketimbang beban kebutuhannya. Baginya beban sekolah itu paling berat. Selain harus membayar uang sekolah, dia juga harus mengerjakan tugas. Belum lagi tugasnya banyak, tambah beranak. Apalagi tugasnya itu menyangkut angka-angka yang dihitung pakai rumus. Ingin rasanya dia belajar sejarah mitologi agar tahu lebih banyak mengenai kehidupan sejarah—beda sama sejarah para pejuang bangsa, itu sudah tidak asing lagi karena sangat penting.

“Kenapa banyak orang yang takut sama hantu? Tugas mereka, kan cuman menggoda manusia agar ke jalan yang salah. Mereka gak mungkin sampe nyakitin manusia. Banyak orang yang tahu tapi justru malah takut,” monolognya sambil melirik kesana-kemari mencari sesama makhluknya—berharap ada orang yang menemani. Tapi, mustahil mengingat sebentar lagi tengah malam dan katanya hal itu merupakan jam kemalangan atau kesialan bagi orang yang berkeliaran di luar, meski memiliki niat baik, tidak bermaksud untuk menantang. Untuk menghindarinya, lebih baik berlari—buru-buru pulang ke rumah dan tidak keluyuran ke mana-mana.

GONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang