1. SEKOLAH

83 25 7
                                    

Dalam sebuah ruangan temaram terdapat seorang putri yang tertidur lelap di ranjang. Begitu tenang sampai sang Ibu tidak tega membangunkannya. Dia serahkan itu kepada alarm di ponsel. Sengaja melebihi jam tidurnya agar sang Putri tidur lebih lama. Tapi kenyataannya gadis itu lebih dulu bangun ketimbang benda pipih yang selalu dia bawa.

Dia menguap seraya mengucek matanya beberapa kali. Segera menyalakan lampu kamar agar penglihatannya semakin jelas. Melihat jam dengan mata yang menyipit karena cahaya lampu yang terlalu mencolok. “Baru jam lima, kirain setengah enam,” monolognya sambil mengenyahkan selimut. Beri dia waktu untuk menstabilkan kesadarannya.

Bekas gigitan yang diakibatkan oleh seekor ngengat masih ada sampai sekarang. Akibat dari tragedi itu Gysella jatuh sakit. Lima hari lamanya dia absen sekolah—Senin sampai Jumat, sisanya libur. Untungnya Agasa sering mengunjungi rumahnya. Pria itu mengajaknya mengerjakan tugas sampai Gysella yakin, untuk hari ini dia tidak memiliki utang tugas pada gurunya, hanya saja belum disetorkan.

Semua gurunya baik. Mereka memberikan ilmu pada anak didiknya dengan penuh tanggung jawab. Bahkan sekalipun anak didiknya berada di rumah, mereka tetap harus mengerjakan tugas sekolah. 'Padahal itu tugas sekolah loh, bukan tugas rumah'. Memikirkan hal itu membuat Gysella jengkel sendiri. Dia suka belajar tapi kalau terus didesak seperti itu membuatnya mual. Cukup memikirkan hal itu.

Mulai hari ini, Gysella harus kembali menimba ilmu, mengasah otaknya agar bisa menyaingi para ilmuan dunia, meski rasanya mustahil. Setelah sarapan dan meminum obatnya dia segera memakai sepatu di teras sambil menunggu kedatangan sahabatnya.

Setiap pergi ke sekolah ataupun pergi ke suatu tempat, Gysella selalu meminta sahabatnya untuk menjadi tukang ojek—enggak lah. Agasa adalah pria yang selalu membantu Gysella ketika gadis itu butuh maupun tidak. Mereka selalu bersama, tapi tidak pernah ada rasa cinta yang timbul dalam hati Gysella. Dia sudah menganggap Agasa sebagai sahabat atau keluarganya sendiri.

Senyum Gysella terbit melihat kedatangan Agasa. Memarkirkan motornya di halaman depan, lalu turun dari kendaraannya.

“Sudah minum obat?” tanya pria itu. Gysella mengangguk.

“Sudah makan?” Gysella terkekeh mendengarnya.

“Kau tahu sendiri. Obatku diminum setelah aku memakan makanan berat,” jelas Gysella membuat Agasa malu sendiri.

“Yakin mau sekolah sekarang? Gak mau nunggu satu Minggu lagi?” tanya Agasa khawatir. Namun itu justru mengundang tawa Gysella karena baginya itu lucu. Konyol sekali. Gysella bukan lagi bocah yang suka membesar-besarkan hal kecil.

“Aku sudah sehat total, Agasa. Gak usah khawatir ... Lagian aku bukan pecundang yang suka nyari alesan agar tidak masuk sekolah. Kau ini.” Gysella tidak habis pikir. Dia pun bangkit dari duduknya dibantu oleh Agasa.

"Mah Gysella berangkat,” pekiknya. Agasa memberikan helm untuk Gysella agar terhindar dari kecelakaan saat berkendara. Sikap protektif yang selalu membuat Gysella kagum. Sebegitu sayangnya Agasa pada dirinya.

"Jika ada hal aneh, segera panggil aku atau berlari mencari ku!" Gysella mengangguk ketika mendengar amanah dari Agasa. Gysella anggap perintah Agasa itu adalah amanah yang harus dia tepati seperti sebuah janji tapi ini berlaku untuk dirinya.

°°°

"Kamu duluan aja,” titah Agasa. Gysella lantas turun dari motornya tepat di depan lapang. Dia tidak perlu berjalan jauh-jauh untuk sampai ke kelas. Jarak tempat parkir cukup jauh, Agasa tidak ingin Gysella kecepekan.

Sudah menduga awalnya akan seperti ini. Terdapat banyak pertanyaan yang dilayangkan orang-orang padanya. Mereka bertanya mengenai kesehatannya. Beruntung Gysella bisa sabar dan mampu menjawab semua pertanyaan. Semua itu dijawab olehnya dengan santai sambil menebar senyuman—memperlihatkan bahwa dia benar baik-baik saja.

GONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang