PROLOGUE

15 4 2
                                    

"Suasana ricuh terus menerus berlalu lalang di sebuah rumah sakit terbesar di Jakarta. Karena kecelakaan besar baru saja terjadi di salah satu Tol yang mengarah ke Bekasi, kejadian ini  berlangsung sekitar jam 4 pagi dini hari dan korban dari mobil serta truk baru saja di evakuasi pukul 6 dini hari.. "

Pria berkemeja putih itu menerobos beberapa media massa dan berhasil masuk ke kerumunan aparat kepolisian. Nafasnya masih tunggang- langgang, dia terpaku ketika para tim medis baru saja membawa masuk jenazah ke ruang operasi.

"Dokter! Apa anda tau identitas korban? Apa dia seorang pria dan wanita? lalu apa ada gadis juga? Bagaimana? Apa mereka selamat?! "

Pria itu gelagapan bertanya banyak hal, rasa cemas amat ditunjukkan dari wajah dan tubuh berkeringat dingin pria tersebut.

Dokter yang dicegat tadi hanya bisa mengatakan" Mohon tunggu jika anda adalah keluarga korban, permisi.. "

" Bagaimana ini? Ka, kakak?"

###

Rumah sakit yang sejak pagi sedang sibuk, kini mulai menyepi tepatnya di jam 12 malam. Walaupun semua sudah tenang, tapi pihak polisi maupun pihak medis belum menemukan tanda adanya pihak wali dari para korban terlebih, tiga korban orang dewasa yang tewas dan dua gadis sebaya tengah menjalani koma.

"Permisi pak, apa anda wali dari korban pasangan suami-istri?" dokter wanita menghampiri pria berkemeja yang terlelap di depan ruang ICU.

"Ah?! Iya, itu saya.. " pria itu tersentak dan bangun dari tidurnya.

"Maaf, kami tidak bisa menyelamatkan keduanya..."

Deg! Kaget. Pernyataan yang pahit itu amat menyesakkan. Seolah ada hal yang belum terselesaikan, pria tersebut tak percaya.

"Ti.. Tidak.. Mung.. kin.. "

Segeralah dia masuki ruang jenazah dan membuka satu-satu kain penutup yang menutupi setiap tubuh mayat. Membuat penjaga yang sedang kedapatan shift bukan main paniknya. Macam orang linglung saja pria itu mencari orang yang sebenarnya tidak dapat lagi berkomunikasi dengannya.

Hingga kelakuannya terhenti di depan salah satu mayat yang masih menyisakan bau darah amis.

"Hey, pak! Anda tidak bisa begini.." tegur salah seorang perawat laki-laki.

"Sebentar.." dengan jantung yang tak berjarak dalam berdetak, ia buka kain penutup itu, "Ugh, Ka..kak..kenapa?"

Mata pria itu redup, dan mulai melepas bom air matanya yang tak terbendung lagi.

" Ugh.. Huk.. Ka..ka..KAKAK!!KENAPA!kenapa seperti ini! Hik.. Huhu.. Apa kau mau buat aku merasa lebih bersalah, hah?! A.. Aku bahkan belum minta maaf.. Kenapa kau malah pergi.. KENAPAAA!! "

"Pak.. Anda tidak bisa seperti ini.. Anda harus menerimanya.."

Para perawat segera menarik pria itu keluar dari kamar jenazah, pria itu dirundung rasa sesal. Seperti orang yang bersalah karena membunuh orang yang disayangi.

Setelah membuat keributan kecil, pria itu berhasil mengontrol emosinya dan kini tengah duduk di depan ruang ICU. Satu hal yang membuat dia harus bertanggung jawab adalah gadis kecil yang tengah menjalani masa kritis.

Drrrt.. Drrrrt..

Klik.

"Halo? " sebuah suara parau terdengar dari pria itu.

Seketika raut wajah pria itu berubah garang sepertinya, lawan bicaranya dari via telepon tengah memberi berita buruk. Lagi?.

" Apa?! Mana bisa begitu! Kau gila? Hari ini aku baru saja kembali ke tanah air, dan kau suruh aku kembali?... Kepala Choi 'kan ada?"

Suaranya makin terdengar panik para perawat yang melintas juga curi pandang terhadapnya. Bukan jadi pusat perhatian bagaimana, wajah macam member boyband dan berbicara bahasa korea dengan fasih. Tak diragukan berapa banyak mata menatapnya sambil berbisik ria.

"... "

"Ya, ya, ya!! Besok aku pulang! Bereskan sedikit, sisanya aku yang urus. Tapi, dengar.. Aku sedang ada urusan di rumah sakit karena keluarga dari kakakku habis kecelakaan dan meninggalkan putrinya yang kritis, kalau ada apa-apa dengan putrinya..... Katakan sampai jumpa pada semua kru"

Tiit.

Pria itu membuang napas kasar.

"Emm, pak? "

" Akh, apa?!" pria itu tampak terkejut dan tak suka denga perawat yang menghampirinya.

"Maaf, dokter.. "

" Ah.. Selamat malam, pak.."

"Shaun. Shaun Soeherman, dan aku masih muda"

"Oh, kalau begitu kita seumuran ya? Begini Shaun, gadismu--"

"Hei.. Dia keponakanku, dan lagi kamu gak tau siapa aku? "

"Ah.. Maaf lagi, deh.. Aku tau, kok.. Siapa yang gak tau anak prof. Soeherman"

"Cih, senyumnya mengganggu"

Shaun, pria itu tampak makin tak suka dengan dokter berkacamata itu.

"Masalah keponakanmu.. Sepertinya dia akan segera melewati masa kritisnya, tapi tampaknya dia masih dalam masa koma karena ketidak stabilan kesadarannya. Jadi dia mungkin bisa lebih lama di sini" terang dokter itu.

"Hmb, gak akan. Kupastikan dia bakalan sampai di korea, dia lebih cepat sembuh dengan perawatan di sana"

Dengan sorot mata setajam harimau, Shaun membuat dokter itu memberi seringainya.

"Oke, oh ya! Nama saya dokter Adriel"

"Tsk, gak nanya tuh! Aku titip ponakanku dulu, ya..kalau ada hal yang gak dinginkan siap-siap cari provesi baru, ya.. Dok or Dog?hehe.. "

Sang dokter cuma bisa menahan sambil bergumam.

"Kak, akan kujaga permatamu dengan sepenuh kasih sayang yang pernah kau berikan juga padaku bahkan lebih.. Sebagai tanda maafku"

###

Way Back HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang